Komunitas dinas rahasia AS sedang kelimpungan menyusul bocornya dokumen rahasia yang antara lain berisikan daftar tersangka teroris. Kini Washington sedang berupaya menemukan sosok di balik kebocoran tersebut. Pengungkap tersohor Amerika Serikat, Edward Snowden
Edward Snowden sudah lama menghilang ketika setumpuk dokumen rahasia milik pemerintah Amerika Serikat yang berisikan daftar anti terror, bocor ke publik umum, Selasa (5/8). Informasi tersebut bisa ditemukan di sebuah situs pengungkap skandal di internet.
Sontak media-media AS bertanya-tanya apakah pemerintah sedang menghadapi Snowden kedua?
Setidaknya upaya mengungkap celah di tubuh lembaga-lembaga keamanan pemerintah sudah dimulai. Seperti yang dilansir kantor berita Reuters dari lingkaran pemerintah di Washington, pejabat Dinas Rahasia telah meminta Kementrian Kehakiman untuk membuka proses penyelidikan.Pengungkap Baru Setelah Snowden Jurnalis pemilik situs The Intercept, Glenn Greenwald
Dokumen yang dipublikasikan di internet itu secara rinci mengungkap bank data teroris milik pemerintah AS. Sebagian informasi dibuat setelah bekas agen National Security Agency, Edward Snowden melarikan diri dari Amerika.
Washington meyakini, ada pengungkap lain yang kemudian membocorkan informasi rahasia tersebut, lapor CNN setelah mengutip pejabat AS yang enggan disebutkan namanya.
The Intercept adalah situs yang diluncurkan oleh wartawan AS, Glenn Greenwald. Ia juga memublikasikan beberapa dokumen yang dibocorkan Snowden tahun lalu. Snowden sendiri saat ini masih bercokol di Rusia.Kriteria Samar Daftar Teroris Dokumen rahasia yang diterbitkan The Intercept menjelaskan gamblang mengenai kriteria samar yang digunakan pemerintah untuk mengawasi "tersangka atau terbukti teroris." Situs tersebut mengklaim, hampir separuh nama yang masuk dalam daftar hitam AS tidak terlibat dalam kelompok teror manapun.
Bank Data bernama Tide, Terorist Identities Datamart Environment, itu mencakup satu juta nama. Sebagian yang dikategorikan sangat berbahaya masuk dalam daftar No Fly. Status tersebut melarang yang bersangkutan terbang masuk ke dalam wilayah Amerika Serikat.
Menurut The Intercept lagi, jumlah nama dalam daftar tersebut melonjak sepuluh kali lipat sejak Presiden Barack Obama berkuasa. Awal 2009 jumlahnya cuma 47.000. Sementara sebelum serangan 11 September 2001, daftar itu bahkan cuma menyimpan 16 nama.
The Intercept mengklaim dokumen tersebut berasal dari dalam komunitas dinas rahasia AS.rzn/ab (dpa,rtr,ap)
Edward Snowden sudah lama menghilang ketika setumpuk dokumen rahasia milik pemerintah Amerika Serikat yang berisikan daftar anti terror, bocor ke publik umum, Selasa (5/8). Informasi tersebut bisa ditemukan di sebuah situs pengungkap skandal di internet.
Sontak media-media AS bertanya-tanya apakah pemerintah sedang menghadapi Snowden kedua?
Setidaknya upaya mengungkap celah di tubuh lembaga-lembaga keamanan pemerintah sudah dimulai. Seperti yang dilansir kantor berita Reuters dari lingkaran pemerintah di Washington, pejabat Dinas Rahasia telah meminta Kementrian Kehakiman untuk membuka proses penyelidikan.Pengungkap Baru Setelah Snowden Jurnalis pemilik situs The Intercept, Glenn Greenwald
Dokumen yang dipublikasikan di internet itu secara rinci mengungkap bank data teroris milik pemerintah AS. Sebagian informasi dibuat setelah bekas agen National Security Agency, Edward Snowden melarikan diri dari Amerika.
Washington meyakini, ada pengungkap lain yang kemudian membocorkan informasi rahasia tersebut, lapor CNN setelah mengutip pejabat AS yang enggan disebutkan namanya.
The Intercept adalah situs yang diluncurkan oleh wartawan AS, Glenn Greenwald. Ia juga memublikasikan beberapa dokumen yang dibocorkan Snowden tahun lalu. Snowden sendiri saat ini masih bercokol di Rusia.Kriteria Samar Daftar Teroris Dokumen rahasia yang diterbitkan The Intercept menjelaskan gamblang mengenai kriteria samar yang digunakan pemerintah untuk mengawasi "tersangka atau terbukti teroris." Situs tersebut mengklaim, hampir separuh nama yang masuk dalam daftar hitam AS tidak terlibat dalam kelompok teror manapun.
Bank Data bernama Tide, Terorist Identities Datamart Environment, itu mencakup satu juta nama. Sebagian yang dikategorikan sangat berbahaya masuk dalam daftar No Fly. Status tersebut melarang yang bersangkutan terbang masuk ke dalam wilayah Amerika Serikat.
Menurut The Intercept lagi, jumlah nama dalam daftar tersebut melonjak sepuluh kali lipat sejak Presiden Barack Obama berkuasa. Awal 2009 jumlahnya cuma 47.000. Sementara sebelum serangan 11 September 2001, daftar itu bahkan cuma menyimpan 16 nama.
The Intercept mengklaim dokumen tersebut berasal dari dalam komunitas dinas rahasia AS.rzn/ab (dpa,rtr,ap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.