Petarung Baru TNI AU F16 ID [Dok. TNI AU]
Penantian dua setengah tahun pesawat tempur F-16C/D untuk menambah kekuatan F-16A/B Skadron Udara 3 TNI Angkatan Udara terjawab sudah ketika tiga unit F-16C/D-52ID tiba di Lanud Iswahjudi setelah diterbangkan dari Hill AFB, Utah, Amerika Serikat bulan lalu. Pesawat ini merupakan bagian pertama dari pengadaan 24 F-16C/D dengan sandi “Peace Bima Sena II” melalui program Foreign Military Sales (FMS) yang ditandatangani Pemerintah Indonesia 2012. Setelah tiga unit pertama, F-16C/D berikutnya akan diterbangkan ke Indonesia secara bertahap hingga selesai pada akhir 2015. Apa saja keunggulan F-16C/D-52ID yang membuatnya jadi petarung baru TNI AU yang dapat mengungguli F-16C/D Block 52? Berikut diuraikan Kolonel Pnb Agung “Sharky” Sasongkojati dan Roni Sontani.
Beragam pertanyaan muncul sejak kajian terhadap penawaran hibah 24 pesawat tempur F-16C/D dari Amerika Serikat kepada Indonesia mengemuka tahun 2010. Salah satunya mengapa Indonesia harus memilih hibah 24 pesawat F-16C/D bekas pakai AU AS (USAF) yang sudah teronggok dan harus dihidupkan serta di-upgrade terlebih dahulu, dengan biaya 600 juta dolar (terakhir meningkat jadi 750 juta dolar) AS? Bukankah masih banyak pilihan lain, termasuk membeli F-16 baru Blok mutakhir walau dengan unit lebih sedikit?
Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara pun melaksanakan kajian yang kemudian hasilnya telah dirumuskan melalui berbagai pertimbangan. Disebutkan, salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa memilih 24 F-16C/D Block 25 adalah karena faktor kebutuhan jumlah dan kemampuannya setara yang bisa setara Block 52 bila di-upgrade terlebih dahulu. F-16 juga dinilai sebagai pesawat tempur yang memiliki kemampuan mumpuni dalam pertempuran udara ke udara maupun pertempuran udara ke darat.
Pesawat tempur terlaris ini digunakan oleh 28 negara dan hingga kini telah diproduksi hingga 4.500 unit. Kemampuannya telah teruji secara riil di berbagai medan pertempuran sejak 1991 saat digunakan AS dan sekutunya di Irak pada Operation Desert Storm hingga operasi militer di Afghanistan yang masih dilaksanakan hingga saat ini. Pesawat F-16 terbukti battle proven dengan segala macam operasional yang telah dilakoninya.
Silang pendapat dan polemik yang terus bergulir di berbagai media akhirnya selesai pada Oktober 2011 ketika Komisi I DPR RI yang membidangi Pertahanan dan Luar Negeri, mengetok palu menyetujui hibah 24 F-16 dari AS. “Alhamdulillah, Komisi I DPR sudah menyetujui (pesawat hibah itu) akan di-upgrade ke Block 52 supaya menjadi versi terbaru,” kata Menhan Purnomo Yusgiantoro, 25 Oktober 2011.
Sebelumnya, Komisi I sempat menolak rencana Kementerian Pertahanan untuk menerima hibah pesawat tempur bekas ini. Komisi I menilai, meski harga 24 F-16 bekas itu setara dengan enam pesawat F-16 baru, namun biaya pemeliharaan pesawat bekas akan jauh lebih mahal.
Selain itu, dalam proposal awalnya, Kementerian Pertahanan menginginkan pemutakhiran (upgrade) F-16 dari awalnya Block 25 menjadi Block 32. Sedangkan Komisi Pertahanan menginginkan pemutakhiran pesawat dari Block 25 menjadi edisi terbaru Block 52.
Dan, pada 17 Januari 2012 kepastian Indonesia memilih hibah 24 F-16 dari AS itu akhirnya dilakukan dengan penandatanganan kontrak pengadaannya. Pesawat ini dihibahkan oleh AS sebagai bagian dari Excessive Defense Articles (EDA), sehingga pihak Indonesia secara kuantitas mendapatkan 24 pesawat F-16C/D Block 25 secara cuma-cuma. Namun, secara kualitas Pemerintah Indonesia tetap harus mengeluarkan biaya untuk upgrade dan refurbish semua sistem yang ada di pesawat agar memiliki kemampuan mutakhir setara kemampuan avionik pada F-16C/D Block 52.
Peningkatan
Paket pengadaan FMS yang dimaksud mencakup kegiatan training pilot dan teknisi, spare part, tester, support equipment, alternate mission equipment, Joint Mission Planning System (JMPS), Precision Measurement Equipment Laboratory (PMEL), dan perangkat Rack Mounted Intermediate Avionics Integrated System (RIAIS).
“Untuk meningkatkan kemampuan 24 pesawat F-16 C/D Block 25 bekas pakai USAF, maka terlebih dahulu dilaksanakan beberapa upgrade dan refurbish yang dalam bahasa teknis disebut regeneration dengan tujuan untuk mendongkrak kemampuan yang ada,” ujar Kadispenau Marsma TNI Hadi Tjahjanto, S.IP. Beberapa hal signifikan yang dimaksud, terurai sebagai berikut.
Pertama, Falcon Star atau Falcon Structural Augmentation Roadmap. Program ini terkait dengan penguatan struktur pesawat sehingga masa usia pakai pesawat bisa digunakan secara maksimal hingga mencapai 10.800 EFH. Ke-24 pesawat yang dihibahkan, telah disimpan selama 4-5 tahun di AMARG (Aerospace Maintenance & Regeneration Group), Davis Montana AFB. Pesawat kemudian di-re-assembly dan selanjutnya dikirimkan ke 309th Maintenance Wing, Hill AFB. Kegiatan yang dilaksanakan di tempat ini meliputi pengecekan, perbaikan, dan peningkatan kondisi struktur pesawat secara detail dan menyeluruh. Dengan demikian meskipun menggunakan rangka “bekas” namun pesawat-pesawat ini masih bisa digunakan untuk menjaga kedaulatan bangsa di udara dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kedua, Avionic Upgrade. Program ini mencakup penggantian semua sistem avionik F-16 Block 25 menjadi setara Block 52. Penggantian yang paling menonjol dan mampu meningkatkan kemampuan dalam hal air superiority secara signifikan adalah digunakannya Radar APG-68 yang memiliki cakupan hingga 184 nm (296 km) dan software persenjataan yang mampu menembakkan rudal AMRAAM (Advanced Medium Range Air To Air Missile). Hal lain yang cukup penting adalah penggunaan Modular Mission Computer (MMC) sebagai sistem komputer yang mampu mengintegrasikan semua jenis senjata mutakhir pada F-16.Setara Block 52 Bahkan Lebih Lincah Air refueling Masa Ferry Flight
Pesawat tempur F-16 TNI AU yang baru memiliki nama resmi F-16C/D-52ID. Kode huruf C menandakan pesawat berkursi tunggal, sedangkan huruf D berkursi ganda (tandem). Seluruh pesawat ditenagai oleh mesin Pratt and Whitney F100-PW-220/E yang telah di-upgrade oleh pabriknya di fasilitas Pratt & Whitney di Old Kelly AFB, sehingga mesin yang digunakan ini akan memiliki umur komponen dua kali lebih lama dari mesin standar.
Sebetulnya F-16C/D-52ID yang basisnya merupakan F-16C/D Block 25 memiliki bentuk fisik dan berat kotor maksimum serta tipe mesin yang sama dengan F-16 Block 15A/B OCU yang telah dioperasikan TNI AU sejak 1989. F-16C/D-52ID memiliki berat kotor maksimum 37.500 pon dan mesin jet turbofan yang sama yaitu Pratt & Whitney F100-PW-220/E dengan gaya dorong 24.000 pon sehingga memiliki thrust to weight (T/W) ratio 0,64.
Perbedaan dengan F-16C/D Block 52 dari segi berat kotor dan gaya dorong adalah karena F-16C/D Block 52 mempunyai berat kotor maksimum 52.000 pon dilengkapi mesin F100-PW-229 dengan gaya dorong 29.000 pon dan T/W ratio 0,56. Sehingga saat digunakan dalam close combat atau pertempuran udara jarak dekat, F-16C/D-52ID dengan T/W ratio lebih besar akan memiliki kelincahan lebih baik dibanding F-16C/D Block 52. Dapat dikatakan, ini pula salah satu keunggulan F-16C/D-52ID dibanding F-16C/D Block 52.
Proses upgrading yang dijalani F-16C/D-52ID sebagaimana diuraikan dalam tulisan pertama, dilaksanakan di Ogden Air Logistics Center, Hill AFB, Odgen, Utah. Rangka pesawat diperkuat, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, dan semua sistem lama diganti baru sehingga pesawat seakan dilahirkan kembali dan lebih hebat dari pesawat aslinya.
Manuver lebih unggul
Kelebihan F-16C/D Block 52 dengan gaya dorong mesin lebih besar, memang mampu mengangkut senjata lebih berat, sekaligus bisa dipasangi Conformal Fuel Tank (CFT) di punggung pesawat. Gunanya sebagai tangki bahan bakar tambahan (drop tank) 600 galon sehingga F-16C/D Block 52 bisa terbang lebih jauh. Namun, untuk urusan pertempuran udara dengan rudal ke udara jarak pendek AIM-9P-4/L/M Sidewinder, rudal IRIS-T (NATO) serta rudal udara ke udara jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C, jelas F-16C/D-52ID tidak akan kalah dari Block 50/52. Bahkan dipastikan, dalam duel jarak dekat pesawat F-16C/D-52ID akan mampu mengungguli F-16C/D Block 50/52 dari sisi kelincahan manuver.
Untuk serangan ke permukaan darat dan perairan, F-16C/D-52ID dilengkapi persenjataan kanon 20mm, bom standar MK-81/82/83/84, Laser Guided Bomb (LGB), rudal udara ke darat AGM-65 Maverick, rudal antikapal AGM-84 Harpoon, rudal antiradar AGM-88 HARM (High-speed Anti-Radiation Missile), ACMI (Air Combat Maneuvering Instrumentation) Pod. Pesawat juga mampu menggunakan navigation and targeting pod untuk operasi malam hari dan misi Suppression of Enemy Air Defence (SEAD) guna menghancurkan pertahanan udara musuh. Improved Data Modem F-16C/D-52ID memungkinkan penerbang melakukan komunikasi tanpa suara, namun hanya menggunakan komunikasi data dengan pesawat lain dan radar darat, radar laut, maupun radar terbang.
Perlu diketahui, untuk mengejar kemampuan F-16C/D Block 15, peningkatan kemampuan F-16C/D-52ID tidaklah main-main. Di antaranya dengan memasang Modular Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang dipakai F-16C/D Block 52+ dan bahkan F-22 Raptor, Flight Control System (FLCS) digital, sepasang Multi-Function Displays (MFD) berwarna Block-52, Head Up Display (HUD) lebar Block-52 dengan kemampuan Night Vision, Digital Terrain System & Digital Moving Map Block 52, Color Cockpit Camera Block-52, Throttle Grip & Side Stick Controller Block-52, Countermeasures Management Switch to Control ALE-47, Voice Message Unit untuk Collision Avoidance System, dan Ground Avoidance Advisory Function Block-52.
Selain itu pada F-16C/D-52ID dilakukan pemindahan Landing/Taxi Lights ke Nose Landing Gear Door untuk memberi tempat pada Targeting Pod, Improved Data Modem Link 16 Block-52, Embedded GPS INS (EGI) Block-52 yang menggabungkan fungsi GPS (Global Positioning System) dan INS (Inertial Landing System), Common Data Entry Electronics Unit Block-52, AN/ALQ-213 Electronic Warfare Management System, ALR-69 Class IV Radar Warning Receiver, ALE-47 Countermeasures Dispenser Set untuk melepaskan Chaff/Flare. Sementara instalasi Drag Chute Block-52 akan dipasang di Indonesia.Mengejar Ilmu di Negeri Paman Sam Penerbang TNI AU
Senin, 30 Juni 2014, merupakan hari pertama bagi enam penerbang dari Skadron Udara 3, Wing 3, Lanud Iswahjudi, Magetan untuk melaksanakan pendidikan kelas (ground training) di salah satu pangkalan udara milik USAF di Tucson, Arizona. Tugas belajar di Negeri Paman Sam dilakoni para punggawa udara Skadron 3 untuk memperdalam ilmu mengenai pesawat F-16C/D-52ID yang akan segera memperkuat TNI AU.
Ltc. Pacheco selaku flight commander di Wing Penempur ke-162 (162nd Fighter Wing) menerima langsung kedatangan enam penerbang TNI AU yang dipimpin Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono. Wing Penempur ke-162 merupakan pusat Kursus Konversi Internasional (International Conversion Course) bagi penerbang F-16 C/D di AS. Kesatuan ini membawahi tiga Skadron Penempur F-16, yaitu 148th Fighter Squadron, 152nd Fighter Squadron, dan 195th Fighter Squadron. Semuanya bertugas mendidik para penerbang F-16 internasional yang akan melakukan konversi ke F-16C/D. Negara Lain seperti Singapura, Irak, Norwegia, Jerman, dan Polandia juga melaksanakan Flight Training maupun Ground Training di sini.
Syarat yang diutamakan bagi penerbang Indonesia harus sudah cakap menerbangkan F-16A. Hal sangat masuk akal karena para instruktur yang mengajar hanya memberikan pendalaman bidang avionik dan sistem pesawat F-16 yang berbeda antara Block 15 dengan Block 52. Materi pelajaran yang dirasa signifikan perbedaannya adalah sistem MMC (Modular Mission Computer) yang menggantikan XFCC (Expanded Fire Control Computer), MFD (Multi-Function Display) yang menggantikan display analog, data link, SMS (Strore Management System), EGI (Embedded GPS/INS) yang menggantikan sistem INS (Inertial Navigation System), Have Quick System, MWS (Missile Warning System), jammer, dan Electronic Warfare System (EWS).
Keenam penerbang TNI AU yang dikirim mengikuti pendidikan adalah Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman “Foxhound” Dwi Cahyono (40), Mayor Pnb Anjar “Beagle” Legowo (38), Mayor Pnb Bambang “Bramble” Apriyanto (34), Kapten Pnb Pandu “Hornet” Eka Prayoga (31), Kapten Pnb Anwar “Weasel” Sovie (30), dan Kapten Pnb Bambang “Sphynx” Yudhistira (30 th). Di Tucson mereka hanya menjalani ground training karena sudah berpengalaman dengan F-16 Block 15 OCU TNI AU. Sementara untuk latihan terbangnya akan dilaksanakan di Lanud Iswahjudi.
Para penerbang Skadron 3 tidak diberikan pelajaran basic system pesawat karena hampir sama dengan pesawat F-16 TNI AU. Pelajaran lebih kepada pendalaman sistem avionik dan penggunaan sistem persenjataan yang sangat berbeda antara sistem pada F-16 Block 15 dengan Blok 52.
Pelajaran di kelas dan pelatihan di simulator ditekankan kepada pendalaman avionik yang di-upgrade serta penggunaannya dalam penerbangan. Simulator di sini ada dua macam, yaitu simulator untuk Block 25 dan simulator untuk Block 42. Pelatihan para penerbang TNI AU menggunakan simulator Block 42 yang dinilai lebih mendekati pada kemampuan F-16C/D- 52ID.
Kegiatan di simulator terdiri atas familiarisasi kokpit dan avionik, prosedur normal dan prosedur emerjensi, serangan darat, pertempuran udara yang meliputi Basic Intercept, Air Combat Tactic 2 v 2 dan 2 v 4. Tujuannya untuk memperlancar penggunaan sistem avionik dan HOTAS (Hands-On Throttle And Stick) sehingga penerbang mahir menggunakan pesawat dalam pertempuran tanpa memindahkan tangan dari kemudi.
Pada saat tulisan ini dibuat, pendidikan ground training penerbang F-16C/D di Tucson sudah selesai dan dua penerbang TNI AU ikut onboard “Ferry Flight” bersama para penerbang USAF yang membawa tiga unit F-16C/D-52ID dari AS ke Indonesia dengan rute Hill AFB Utah – Eilsen AFB Alaska - Andersen AFB Guam - Lanud Iswahjudi, Magetan.
Upacara serah terima tiga dari 24 pesawat F-16 dari Pemerintah AS kepada Pemerintah Indonesia, dilaksanakan pada Senin, 14 Juli pada pukul 12.56 waktu setempat di hangar Flight Test Facility Hill AFB. Pihak AS diwakili oleh Dr. Chalon Keller yang sehari-hari menjabat sebagai Acting Chief F-16 International Branch. Sedangkan dari pihak Pemerintah Indonesia diwakili oleh Atase Udara RI Kolonel Pnb Beni Koessetianto.
Turut hadir dalam acara penyerahan ini Mayjen Brent Baker selaku Komandan Hill AFB, perwakilan dari 309 AMXG, perwakilan dari Kellstrom Industry, BAE System, Northrop Grumman, Indonesian F-16 Program Officer Mayor Tek A. Subagio serta Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono beserta dua orang penerbang yaitu Mayor Pnb Anjar Legowo dan Mayor Pnb Bambang Apriyanto. Acara berlangsung khidmat disertai penandatanganan berita acara penyerahan dilanjutkan konferensi pers dengan media setempat.
Dalam kesempatan itu pula, untuk pertama kalinya para penerbang Skadron 3 TNI AU melihat sosok luar dan juga kokpit F-16C/D-52ID dengan hampir semua peralatan dan layar avionik baru. Para penerbang mendapat penjelasan bahwa dibutuhkan kurang lebih 17.500 man-hour untuk mengerjakan pesawat pertama karena baru sekarang ini Depo Regenerasi dan Lockheed Martin melakukan upgrade mengganti sistem avionik Block 25 dengan Block 52. Selanjutnya, untuk pengerjaan pesawat kedua hanya dibutuhkan 15.000 man hour atau mungkin kurang setelah pabrikan mendapatkan road map pengerjaan pesawat.
Tiga Leg Utah–Magetan
Tanggal 15 Juli 2014, tiga pesawat F-16 C/D-52ID TNI AU dengan call sign “Viper Flight” terbang meninggalkan Hill Air Force Base, Utah, pukul 11.15 waktu setempat. Daratan Amerika segera ditinggalkan untuk kemudian pesawat akan berpindah kewarganegaraan menjadi bagian dari kekuatan TNI AU. Perjalanan dari Amerika hingga Indonesia ditempuh dalam tiga leg.
Penantian dua setengah tahun pesawat tempur F-16C/D untuk menambah kekuatan F-16A/B Skadron Udara 3 TNI Angkatan Udara terjawab sudah ketika tiga unit F-16C/D-52ID tiba di Lanud Iswahjudi setelah diterbangkan dari Hill AFB, Utah, Amerika Serikat bulan lalu. Pesawat ini merupakan bagian pertama dari pengadaan 24 F-16C/D dengan sandi “Peace Bima Sena II” melalui program Foreign Military Sales (FMS) yang ditandatangani Pemerintah Indonesia 2012. Setelah tiga unit pertama, F-16C/D berikutnya akan diterbangkan ke Indonesia secara bertahap hingga selesai pada akhir 2015. Apa saja keunggulan F-16C/D-52ID yang membuatnya jadi petarung baru TNI AU yang dapat mengungguli F-16C/D Block 52? Berikut diuraikan Kolonel Pnb Agung “Sharky” Sasongkojati dan Roni Sontani.
Beragam pertanyaan muncul sejak kajian terhadap penawaran hibah 24 pesawat tempur F-16C/D dari Amerika Serikat kepada Indonesia mengemuka tahun 2010. Salah satunya mengapa Indonesia harus memilih hibah 24 pesawat F-16C/D bekas pakai AU AS (USAF) yang sudah teronggok dan harus dihidupkan serta di-upgrade terlebih dahulu, dengan biaya 600 juta dolar (terakhir meningkat jadi 750 juta dolar) AS? Bukankah masih banyak pilihan lain, termasuk membeli F-16 baru Blok mutakhir walau dengan unit lebih sedikit?
Kementerian Pertahanan dan TNI Angkatan Udara pun melaksanakan kajian yang kemudian hasilnya telah dirumuskan melalui berbagai pertimbangan. Disebutkan, salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa memilih 24 F-16C/D Block 25 adalah karena faktor kebutuhan jumlah dan kemampuannya setara yang bisa setara Block 52 bila di-upgrade terlebih dahulu. F-16 juga dinilai sebagai pesawat tempur yang memiliki kemampuan mumpuni dalam pertempuran udara ke udara maupun pertempuran udara ke darat.
Pesawat tempur terlaris ini digunakan oleh 28 negara dan hingga kini telah diproduksi hingga 4.500 unit. Kemampuannya telah teruji secara riil di berbagai medan pertempuran sejak 1991 saat digunakan AS dan sekutunya di Irak pada Operation Desert Storm hingga operasi militer di Afghanistan yang masih dilaksanakan hingga saat ini. Pesawat F-16 terbukti battle proven dengan segala macam operasional yang telah dilakoninya.
Silang pendapat dan polemik yang terus bergulir di berbagai media akhirnya selesai pada Oktober 2011 ketika Komisi I DPR RI yang membidangi Pertahanan dan Luar Negeri, mengetok palu menyetujui hibah 24 F-16 dari AS. “Alhamdulillah, Komisi I DPR sudah menyetujui (pesawat hibah itu) akan di-upgrade ke Block 52 supaya menjadi versi terbaru,” kata Menhan Purnomo Yusgiantoro, 25 Oktober 2011.
Sebelumnya, Komisi I sempat menolak rencana Kementerian Pertahanan untuk menerima hibah pesawat tempur bekas ini. Komisi I menilai, meski harga 24 F-16 bekas itu setara dengan enam pesawat F-16 baru, namun biaya pemeliharaan pesawat bekas akan jauh lebih mahal.
Selain itu, dalam proposal awalnya, Kementerian Pertahanan menginginkan pemutakhiran (upgrade) F-16 dari awalnya Block 25 menjadi Block 32. Sedangkan Komisi Pertahanan menginginkan pemutakhiran pesawat dari Block 25 menjadi edisi terbaru Block 52.
Dan, pada 17 Januari 2012 kepastian Indonesia memilih hibah 24 F-16 dari AS itu akhirnya dilakukan dengan penandatanganan kontrak pengadaannya. Pesawat ini dihibahkan oleh AS sebagai bagian dari Excessive Defense Articles (EDA), sehingga pihak Indonesia secara kuantitas mendapatkan 24 pesawat F-16C/D Block 25 secara cuma-cuma. Namun, secara kualitas Pemerintah Indonesia tetap harus mengeluarkan biaya untuk upgrade dan refurbish semua sistem yang ada di pesawat agar memiliki kemampuan mutakhir setara kemampuan avionik pada F-16C/D Block 52.
Peningkatan
Paket pengadaan FMS yang dimaksud mencakup kegiatan training pilot dan teknisi, spare part, tester, support equipment, alternate mission equipment, Joint Mission Planning System (JMPS), Precision Measurement Equipment Laboratory (PMEL), dan perangkat Rack Mounted Intermediate Avionics Integrated System (RIAIS).
“Untuk meningkatkan kemampuan 24 pesawat F-16 C/D Block 25 bekas pakai USAF, maka terlebih dahulu dilaksanakan beberapa upgrade dan refurbish yang dalam bahasa teknis disebut regeneration dengan tujuan untuk mendongkrak kemampuan yang ada,” ujar Kadispenau Marsma TNI Hadi Tjahjanto, S.IP. Beberapa hal signifikan yang dimaksud, terurai sebagai berikut.
Pertama, Falcon Star atau Falcon Structural Augmentation Roadmap. Program ini terkait dengan penguatan struktur pesawat sehingga masa usia pakai pesawat bisa digunakan secara maksimal hingga mencapai 10.800 EFH. Ke-24 pesawat yang dihibahkan, telah disimpan selama 4-5 tahun di AMARG (Aerospace Maintenance & Regeneration Group), Davis Montana AFB. Pesawat kemudian di-re-assembly dan selanjutnya dikirimkan ke 309th Maintenance Wing, Hill AFB. Kegiatan yang dilaksanakan di tempat ini meliputi pengecekan, perbaikan, dan peningkatan kondisi struktur pesawat secara detail dan menyeluruh. Dengan demikian meskipun menggunakan rangka “bekas” namun pesawat-pesawat ini masih bisa digunakan untuk menjaga kedaulatan bangsa di udara dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kedua, Avionic Upgrade. Program ini mencakup penggantian semua sistem avionik F-16 Block 25 menjadi setara Block 52. Penggantian yang paling menonjol dan mampu meningkatkan kemampuan dalam hal air superiority secara signifikan adalah digunakannya Radar APG-68 yang memiliki cakupan hingga 184 nm (296 km) dan software persenjataan yang mampu menembakkan rudal AMRAAM (Advanced Medium Range Air To Air Missile). Hal lain yang cukup penting adalah penggunaan Modular Mission Computer (MMC) sebagai sistem komputer yang mampu mengintegrasikan semua jenis senjata mutakhir pada F-16.Setara Block 52 Bahkan Lebih Lincah Air refueling Masa Ferry Flight
Pesawat tempur F-16 TNI AU yang baru memiliki nama resmi F-16C/D-52ID. Kode huruf C menandakan pesawat berkursi tunggal, sedangkan huruf D berkursi ganda (tandem). Seluruh pesawat ditenagai oleh mesin Pratt and Whitney F100-PW-220/E yang telah di-upgrade oleh pabriknya di fasilitas Pratt & Whitney di Old Kelly AFB, sehingga mesin yang digunakan ini akan memiliki umur komponen dua kali lebih lama dari mesin standar.
Sebetulnya F-16C/D-52ID yang basisnya merupakan F-16C/D Block 25 memiliki bentuk fisik dan berat kotor maksimum serta tipe mesin yang sama dengan F-16 Block 15A/B OCU yang telah dioperasikan TNI AU sejak 1989. F-16C/D-52ID memiliki berat kotor maksimum 37.500 pon dan mesin jet turbofan yang sama yaitu Pratt & Whitney F100-PW-220/E dengan gaya dorong 24.000 pon sehingga memiliki thrust to weight (T/W) ratio 0,64.
Perbedaan dengan F-16C/D Block 52 dari segi berat kotor dan gaya dorong adalah karena F-16C/D Block 52 mempunyai berat kotor maksimum 52.000 pon dilengkapi mesin F100-PW-229 dengan gaya dorong 29.000 pon dan T/W ratio 0,56. Sehingga saat digunakan dalam close combat atau pertempuran udara jarak dekat, F-16C/D-52ID dengan T/W ratio lebih besar akan memiliki kelincahan lebih baik dibanding F-16C/D Block 52. Dapat dikatakan, ini pula salah satu keunggulan F-16C/D-52ID dibanding F-16C/D Block 52.
Proses upgrading yang dijalani F-16C/D-52ID sebagaimana diuraikan dalam tulisan pertama, dilaksanakan di Ogden Air Logistics Center, Hill AFB, Odgen, Utah. Rangka pesawat diperkuat, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, dan semua sistem lama diganti baru sehingga pesawat seakan dilahirkan kembali dan lebih hebat dari pesawat aslinya.
Manuver lebih unggul
Kelebihan F-16C/D Block 52 dengan gaya dorong mesin lebih besar, memang mampu mengangkut senjata lebih berat, sekaligus bisa dipasangi Conformal Fuel Tank (CFT) di punggung pesawat. Gunanya sebagai tangki bahan bakar tambahan (drop tank) 600 galon sehingga F-16C/D Block 52 bisa terbang lebih jauh. Namun, untuk urusan pertempuran udara dengan rudal ke udara jarak pendek AIM-9P-4/L/M Sidewinder, rudal IRIS-T (NATO) serta rudal udara ke udara jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C, jelas F-16C/D-52ID tidak akan kalah dari Block 50/52. Bahkan dipastikan, dalam duel jarak dekat pesawat F-16C/D-52ID akan mampu mengungguli F-16C/D Block 50/52 dari sisi kelincahan manuver.
Untuk serangan ke permukaan darat dan perairan, F-16C/D-52ID dilengkapi persenjataan kanon 20mm, bom standar MK-81/82/83/84, Laser Guided Bomb (LGB), rudal udara ke darat AGM-65 Maverick, rudal antikapal AGM-84 Harpoon, rudal antiradar AGM-88 HARM (High-speed Anti-Radiation Missile), ACMI (Air Combat Maneuvering Instrumentation) Pod. Pesawat juga mampu menggunakan navigation and targeting pod untuk operasi malam hari dan misi Suppression of Enemy Air Defence (SEAD) guna menghancurkan pertahanan udara musuh. Improved Data Modem F-16C/D-52ID memungkinkan penerbang melakukan komunikasi tanpa suara, namun hanya menggunakan komunikasi data dengan pesawat lain dan radar darat, radar laut, maupun radar terbang.
Perlu diketahui, untuk mengejar kemampuan F-16C/D Block 15, peningkatan kemampuan F-16C/D-52ID tidaklah main-main. Di antaranya dengan memasang Modular Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang dipakai F-16C/D Block 52+ dan bahkan F-22 Raptor, Flight Control System (FLCS) digital, sepasang Multi-Function Displays (MFD) berwarna Block-52, Head Up Display (HUD) lebar Block-52 dengan kemampuan Night Vision, Digital Terrain System & Digital Moving Map Block 52, Color Cockpit Camera Block-52, Throttle Grip & Side Stick Controller Block-52, Countermeasures Management Switch to Control ALE-47, Voice Message Unit untuk Collision Avoidance System, dan Ground Avoidance Advisory Function Block-52.
Selain itu pada F-16C/D-52ID dilakukan pemindahan Landing/Taxi Lights ke Nose Landing Gear Door untuk memberi tempat pada Targeting Pod, Improved Data Modem Link 16 Block-52, Embedded GPS INS (EGI) Block-52 yang menggabungkan fungsi GPS (Global Positioning System) dan INS (Inertial Landing System), Common Data Entry Electronics Unit Block-52, AN/ALQ-213 Electronic Warfare Management System, ALR-69 Class IV Radar Warning Receiver, ALE-47 Countermeasures Dispenser Set untuk melepaskan Chaff/Flare. Sementara instalasi Drag Chute Block-52 akan dipasang di Indonesia.Mengejar Ilmu di Negeri Paman Sam Penerbang TNI AU
Senin, 30 Juni 2014, merupakan hari pertama bagi enam penerbang dari Skadron Udara 3, Wing 3, Lanud Iswahjudi, Magetan untuk melaksanakan pendidikan kelas (ground training) di salah satu pangkalan udara milik USAF di Tucson, Arizona. Tugas belajar di Negeri Paman Sam dilakoni para punggawa udara Skadron 3 untuk memperdalam ilmu mengenai pesawat F-16C/D-52ID yang akan segera memperkuat TNI AU.
Ltc. Pacheco selaku flight commander di Wing Penempur ke-162 (162nd Fighter Wing) menerima langsung kedatangan enam penerbang TNI AU yang dipimpin Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono. Wing Penempur ke-162 merupakan pusat Kursus Konversi Internasional (International Conversion Course) bagi penerbang F-16 C/D di AS. Kesatuan ini membawahi tiga Skadron Penempur F-16, yaitu 148th Fighter Squadron, 152nd Fighter Squadron, dan 195th Fighter Squadron. Semuanya bertugas mendidik para penerbang F-16 internasional yang akan melakukan konversi ke F-16C/D. Negara Lain seperti Singapura, Irak, Norwegia, Jerman, dan Polandia juga melaksanakan Flight Training maupun Ground Training di sini.
Syarat yang diutamakan bagi penerbang Indonesia harus sudah cakap menerbangkan F-16A. Hal sangat masuk akal karena para instruktur yang mengajar hanya memberikan pendalaman bidang avionik dan sistem pesawat F-16 yang berbeda antara Block 15 dengan Block 52. Materi pelajaran yang dirasa signifikan perbedaannya adalah sistem MMC (Modular Mission Computer) yang menggantikan XFCC (Expanded Fire Control Computer), MFD (Multi-Function Display) yang menggantikan display analog, data link, SMS (Strore Management System), EGI (Embedded GPS/INS) yang menggantikan sistem INS (Inertial Navigation System), Have Quick System, MWS (Missile Warning System), jammer, dan Electronic Warfare System (EWS).
Keenam penerbang TNI AU yang dikirim mengikuti pendidikan adalah Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman “Foxhound” Dwi Cahyono (40), Mayor Pnb Anjar “Beagle” Legowo (38), Mayor Pnb Bambang “Bramble” Apriyanto (34), Kapten Pnb Pandu “Hornet” Eka Prayoga (31), Kapten Pnb Anwar “Weasel” Sovie (30), dan Kapten Pnb Bambang “Sphynx” Yudhistira (30 th). Di Tucson mereka hanya menjalani ground training karena sudah berpengalaman dengan F-16 Block 15 OCU TNI AU. Sementara untuk latihan terbangnya akan dilaksanakan di Lanud Iswahjudi.
Para penerbang Skadron 3 tidak diberikan pelajaran basic system pesawat karena hampir sama dengan pesawat F-16 TNI AU. Pelajaran lebih kepada pendalaman sistem avionik dan penggunaan sistem persenjataan yang sangat berbeda antara sistem pada F-16 Block 15 dengan Blok 52.
Pelajaran di kelas dan pelatihan di simulator ditekankan kepada pendalaman avionik yang di-upgrade serta penggunaannya dalam penerbangan. Simulator di sini ada dua macam, yaitu simulator untuk Block 25 dan simulator untuk Block 42. Pelatihan para penerbang TNI AU menggunakan simulator Block 42 yang dinilai lebih mendekati pada kemampuan F-16C/D- 52ID.
Kegiatan di simulator terdiri atas familiarisasi kokpit dan avionik, prosedur normal dan prosedur emerjensi, serangan darat, pertempuran udara yang meliputi Basic Intercept, Air Combat Tactic 2 v 2 dan 2 v 4. Tujuannya untuk memperlancar penggunaan sistem avionik dan HOTAS (Hands-On Throttle And Stick) sehingga penerbang mahir menggunakan pesawat dalam pertempuran tanpa memindahkan tangan dari kemudi.
Pada saat tulisan ini dibuat, pendidikan ground training penerbang F-16C/D di Tucson sudah selesai dan dua penerbang TNI AU ikut onboard “Ferry Flight” bersama para penerbang USAF yang membawa tiga unit F-16C/D-52ID dari AS ke Indonesia dengan rute Hill AFB Utah – Eilsen AFB Alaska - Andersen AFB Guam - Lanud Iswahjudi, Magetan.
Upacara serah terima tiga dari 24 pesawat F-16 dari Pemerintah AS kepada Pemerintah Indonesia, dilaksanakan pada Senin, 14 Juli pada pukul 12.56 waktu setempat di hangar Flight Test Facility Hill AFB. Pihak AS diwakili oleh Dr. Chalon Keller yang sehari-hari menjabat sebagai Acting Chief F-16 International Branch. Sedangkan dari pihak Pemerintah Indonesia diwakili oleh Atase Udara RI Kolonel Pnb Beni Koessetianto.
Turut hadir dalam acara penyerahan ini Mayjen Brent Baker selaku Komandan Hill AFB, perwakilan dari 309 AMXG, perwakilan dari Kellstrom Industry, BAE System, Northrop Grumman, Indonesian F-16 Program Officer Mayor Tek A. Subagio serta Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono beserta dua orang penerbang yaitu Mayor Pnb Anjar Legowo dan Mayor Pnb Bambang Apriyanto. Acara berlangsung khidmat disertai penandatanganan berita acara penyerahan dilanjutkan konferensi pers dengan media setempat.
Dalam kesempatan itu pula, untuk pertama kalinya para penerbang Skadron 3 TNI AU melihat sosok luar dan juga kokpit F-16C/D-52ID dengan hampir semua peralatan dan layar avionik baru. Para penerbang mendapat penjelasan bahwa dibutuhkan kurang lebih 17.500 man-hour untuk mengerjakan pesawat pertama karena baru sekarang ini Depo Regenerasi dan Lockheed Martin melakukan upgrade mengganti sistem avionik Block 25 dengan Block 52. Selanjutnya, untuk pengerjaan pesawat kedua hanya dibutuhkan 15.000 man hour atau mungkin kurang setelah pabrikan mendapatkan road map pengerjaan pesawat.
Tiga Leg Utah–Magetan
Tanggal 15 Juli 2014, tiga pesawat F-16 C/D-52ID TNI AU dengan call sign “Viper Flight” terbang meninggalkan Hill Air Force Base, Utah, pukul 11.15 waktu setempat. Daratan Amerika segera ditinggalkan untuk kemudian pesawat akan berpindah kewarganegaraan menjadi bagian dari kekuatan TNI AU. Perjalanan dari Amerika hingga Indonesia ditempuh dalam tiga leg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.