Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa dia setuju ada penjara khusus untuk narapidana kasus terorisme.
"Saya putuskan, idenya bagus, diperlukan, tetapi tempatnya dimana kita pikirkan nanti," katanya saat meninjau lokasi fasilitas deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi keinginan Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengenai perlunya penyediaan sel khusus untuk narapidana kasus terorisme karena ada kekhawatiran terjadi rekrutmen teroris di dalam penjara, yang sasarannya bukan hanya narapidana, tapi juga sipir.
Menurut Ansyaad, kepala lembaga masyarakat mengharapkan para narapidana kasus terorisme dipisahkan dari narapidana perkara lain.
Presiden menyatakan sepakat dengan ide pemisahan penempatan narapidana kasus terorisme di dalam penjara.
Namun ia tidak setuju kalau sel-sel untuk para narapidana kasus terorisme dibangun di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia karena kawasan itu merupakan kawasan untuk pendidikan dan pelatihan untuk pasukan perdamaian maupun umum sehingga justru dapat menimbulkan kerawanan baru.
Presiden Yudhoyono meminta penjara khusus untuk narapidana kasus terorisme dibangun di tempat lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan kerawanan baru.
Ia juga mengingatkan bahwa penjara itu nantinya tidak akan seperti Penjara Guantanamo, tempat Amerika Serikat memenjarakan para teroris.
"Kita jelas bukan seperti Guantanamo, jelas bukan sekali. Kita mendukung human rights (hak asasi manusia)," kata Presiden.
Saat memberikan penjelasan tentang fasilitas BNPT di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia, Ansyaad mengatakan bahwa ada 48 sel khusus untuk narapidana kasus terorisme dan setiap sel bisa diisi tiga narapidana.
Ia menjelaskan pula bahwa saat ini ada 28 lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat memenjarakan narapidana kasus terorisme.
Banyak Lapas Keberatan Terima Napi Teroris
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mengungkapkan bahwa banyak lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang keberatan menerima narapidana terorisme. Sebab, mereka khawatir para napi teroris itu memengaruhi napi lainnya.
BNPT telah memiliki Pusat Pelatihan dan Penanggulangan Terorisme dan Deradikalisasi di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Balai itu merupakan pusat pembinaan napi teroris, sehingga tidak dicampur dengan napi non teroris di lembaga pemasyarakatan umum.
"Kalau di lapas itu malah menyebarkan radikalisme, di sini memang pusat pelatihan dan interaksi," kata Kepala BNPT, Ansyad Mbai, ketika bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Pusat Pelatihan dan Penanggulangan Terorisme dan Deradikalisasi, Senin 8 September 2014.
Menurut Ansyad, selain ditakutkan bisa menulari napi lain, napi teroris juga bisa membuat para sipir merasa terancam. Sebab, banyak lapas yang keberatan diisi napi teroris.
Para ulama yang kerap didatangkan untuk memberikan pencerahan pun waktu singgahnya menjadi relatif singkat, jika para napi tersebut dipisah-pisahkan. Dengan pembinaan napi teroris yang terpusat, proses deradikalisasi bisa lebih baik.
Presiden SBY menyatakan, setuju ide tempat khusus untuk menahan para napi teroris. Ia mengaku mengerti yang dikhawatirkan BNPT.
"Saya mengerti persoalan ini. Tapi kita akan bicarakan dalam waktu enam minggu yang tersisa ini. Yang jelas, jangan jadi seperti Guantanamo, kita harus mendukung sisi-sisi human right (hak asasi manusia)," kata Presiden.
"Saya putuskan, idenya bagus, diperlukan, tetapi tempatnya dimana kita pikirkan nanti," katanya saat meninjau lokasi fasilitas deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi keinginan Kepala BNPT Ansyaad Mbai mengenai perlunya penyediaan sel khusus untuk narapidana kasus terorisme karena ada kekhawatiran terjadi rekrutmen teroris di dalam penjara, yang sasarannya bukan hanya narapidana, tapi juga sipir.
Menurut Ansyaad, kepala lembaga masyarakat mengharapkan para narapidana kasus terorisme dipisahkan dari narapidana perkara lain.
Presiden menyatakan sepakat dengan ide pemisahan penempatan narapidana kasus terorisme di dalam penjara.
Namun ia tidak setuju kalau sel-sel untuk para narapidana kasus terorisme dibangun di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia karena kawasan itu merupakan kawasan untuk pendidikan dan pelatihan untuk pasukan perdamaian maupun umum sehingga justru dapat menimbulkan kerawanan baru.
Presiden Yudhoyono meminta penjara khusus untuk narapidana kasus terorisme dibangun di tempat lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan kerawanan baru.
Ia juga mengingatkan bahwa penjara itu nantinya tidak akan seperti Penjara Guantanamo, tempat Amerika Serikat memenjarakan para teroris.
"Kita jelas bukan seperti Guantanamo, jelas bukan sekali. Kita mendukung human rights (hak asasi manusia)," kata Presiden.
Saat memberikan penjelasan tentang fasilitas BNPT di Kawasan Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia, Ansyaad mengatakan bahwa ada 48 sel khusus untuk narapidana kasus terorisme dan setiap sel bisa diisi tiga narapidana.
Ia menjelaskan pula bahwa saat ini ada 28 lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat memenjarakan narapidana kasus terorisme.
Banyak Lapas Keberatan Terima Napi Teroris
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) mengungkapkan bahwa banyak lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang keberatan menerima narapidana terorisme. Sebab, mereka khawatir para napi teroris itu memengaruhi napi lainnya.
BNPT telah memiliki Pusat Pelatihan dan Penanggulangan Terorisme dan Deradikalisasi di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Balai itu merupakan pusat pembinaan napi teroris, sehingga tidak dicampur dengan napi non teroris di lembaga pemasyarakatan umum.
"Kalau di lapas itu malah menyebarkan radikalisme, di sini memang pusat pelatihan dan interaksi," kata Kepala BNPT, Ansyad Mbai, ketika bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Pusat Pelatihan dan Penanggulangan Terorisme dan Deradikalisasi, Senin 8 September 2014.
Menurut Ansyad, selain ditakutkan bisa menulari napi lain, napi teroris juga bisa membuat para sipir merasa terancam. Sebab, banyak lapas yang keberatan diisi napi teroris.
Para ulama yang kerap didatangkan untuk memberikan pencerahan pun waktu singgahnya menjadi relatif singkat, jika para napi tersebut dipisah-pisahkan. Dengan pembinaan napi teroris yang terpusat, proses deradikalisasi bisa lebih baik.
Presiden SBY menyatakan, setuju ide tempat khusus untuk menahan para napi teroris. Ia mengaku mengerti yang dikhawatirkan BNPT.
"Saya mengerti persoalan ini. Tapi kita akan bicarakan dalam waktu enam minggu yang tersisa ini. Yang jelas, jangan jadi seperti Guantanamo, kita harus mendukung sisi-sisi human right (hak asasi manusia)," kata Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.