✈️ Ditargetkan Rampung Tahun Depan✈️ Ilustrasi N219
Kementerian Perhubungan akan mempercepat proses sertifikasi pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI), yakni N219 agar bisa segera diproduksi dan dipergunakan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pesawat yang juga disebut Nurtanio ini cocok digunakan untuk daerah terpencil (remote area) yang membutuhkan bermacam barang dan konektivitas penduduknya.
Pihaknya menilai sejumlah pemerintah daerah bisa memanfaatkan pesawat tersebut.
“Saya minta kepada Dirjen Perhubungan Udara untuk [lebih] cair. Jadi segera berdiskusi dengan tim bersama, karena ini produk bersama, saya dari awal sudah minta finalisasi,” kata Budi, Selasa (25/09/2018).
Dia menambahkan percepatan sertifikasi tersebut juga harus diimbangi dengan kepastian aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.
Ditjen Perhubungan Udara dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga diminta agar mendampingi Dirgantara Indonesia dalam melakukan negosiasi agar lebih diperhitungkan dunia internasional.
Selain itu, diperlukan kolaborasi antara pengguna produk-produk aviasi dengan industri penerbangan nasional. Hal tersebut, imbuhnya, bisa sama-sama mendatangkan keuntungan dan industri penerbangan nasional semakin berkembang.
Budi juga mengimbau kepada Dirgantara Indonesia untuk meningkatkan tingkat komponen dalam negeri dari 45% menjadi di atas 50%.
Pesawat N219 memiliki kapasitas hingga 19 kursi dengan dilengkapi dua buah mesin turboprop. Mesin yang digunakan adalah Pratt and Whitney PT6A-52 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot dan kecepatan terendah mencapai 59 knot.
Dirgantara Indonesia telah sukses melakukan uji terbang perdana pesawat N219 pada 16 Agustus 2017. Uji terbang dilakukan menggunakan purwarupa pesawat N219 selama 340 jam untuk mendapatkan Type Certificate (TC).
Kementerian Perhubungan akan mempercepat proses sertifikasi pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI), yakni N219 agar bisa segera diproduksi dan dipergunakan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pesawat yang juga disebut Nurtanio ini cocok digunakan untuk daerah terpencil (remote area) yang membutuhkan bermacam barang dan konektivitas penduduknya.
Pihaknya menilai sejumlah pemerintah daerah bisa memanfaatkan pesawat tersebut.
“Saya minta kepada Dirjen Perhubungan Udara untuk [lebih] cair. Jadi segera berdiskusi dengan tim bersama, karena ini produk bersama, saya dari awal sudah minta finalisasi,” kata Budi, Selasa (25/09/2018).
Dia menambahkan percepatan sertifikasi tersebut juga harus diimbangi dengan kepastian aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.
Ditjen Perhubungan Udara dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga diminta agar mendampingi Dirgantara Indonesia dalam melakukan negosiasi agar lebih diperhitungkan dunia internasional.
Selain itu, diperlukan kolaborasi antara pengguna produk-produk aviasi dengan industri penerbangan nasional. Hal tersebut, imbuhnya, bisa sama-sama mendatangkan keuntungan dan industri penerbangan nasional semakin berkembang.
Budi juga mengimbau kepada Dirgantara Indonesia untuk meningkatkan tingkat komponen dalam negeri dari 45% menjadi di atas 50%.
Pesawat N219 memiliki kapasitas hingga 19 kursi dengan dilengkapi dua buah mesin turboprop. Mesin yang digunakan adalah Pratt and Whitney PT6A-52 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot dan kecepatan terendah mencapai 59 knot.
Dirgantara Indonesia telah sukses melakukan uji terbang perdana pesawat N219 pada 16 Agustus 2017. Uji terbang dilakukan menggunakan purwarupa pesawat N219 selama 340 jam untuk mendapatkan Type Certificate (TC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.