Dalam Rapat Dengar Pendapat ✈ UAV MALE Black Eagle [antara]
Komisi VII DPR RI telah merampungkan rapat dengar pendapat dengan Sekjen Kementerian Pertahanan, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), dan PT LEN Industri. Rapat kali ini membahas perkembangan komersialisasi N219 dan program pesawat udara nir awak (drone).
Rapat tersebut dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai sekitar pukul 15.30 WIB. Rapat berjalan lancar, mayoritas anggota DPR meminta penjelasan terkini mengenai pengembangan pesawat N219, dan drone sebagai alat pertahanan.
Rapat kerja kali ini pun menghasilkan 5 kesimpulan, berikut di antaranya;
1. Komisi VII DPR RI mendukung Sekjen Kementerian Pertahanan, Kepala LAPAN, Kepala BPPT, Direktur Utama PTDI dan Dirut PT LEN Industri melakukan akselerasi penyelesaian drone MALE kombatan, akselerasi penyelesaian pesawat N219, peningkatan sarana prasarana uji terbang dan peningkatan fasilitas laboratorium penunjang pengembangan dosen.
2. Komisi VII DPR RI meminta Kepala LAPAN, Kepala BPPT dan Direktur Utama PTDI untuk menyampaikan secara detail dan komprehensif pengembangan drone MALE dan pesawat N219.
3. Komisi VII RI bersepakat dengan Sekjen Kementerian Pertahanan RI Kepala LAPAN, Kepala BPPT Dirut Utama PTDI, Dirut PT LEN untuk lebih mendalami dan melihat secara langsung pengembangan drone MALE kombatan dan pesawat N219 melalui kunjungan lapangan PT Dirgantara Indonesia.
4. Komisi VII DPR RI mendorong Kepala LAPAN Kepala BPPT, Direktur Utama PTDI dan PT LEN Industri untuk mengoptimalisasi program pengembangan drone untuk hilirisasi teknologi guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
5. Komisi DPR RI meminta Sekjen Kementerian Pertahanan RI, Kepala LAPAN, Kepala BPPT, Dirut PTDI dam Dirut PT LEN Industri untuk menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota Komisi VII DPR RI dan disampaikan pada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 10 Februari 2020.
Target Pengiriman Pertama N219 Tahun 2022
Uji Terbang N219 [PT DI]
PT DI menargetkan bisa segera melakukan proses produksi massal pesawat N219. Saat ini, perseroan tengah menanti sertifikat type sebelum dilakukan produksi secara bertahap.
Kemudian, untuk proses pengiriman pesawat pertama N219 bisa dilakukan pada 2022 hingga 2023.
“Kemungkinan delivery pertama targetnya 2022. Jadi produksi membutuhkan waktu satu setengah tahun. Karena sudah ada 10 yang sudah kontrak belum lagi yang mau datang. Jadi kita harus isi slot flight yang ada dari slot yang kita punyai,” ujar Direktur Utama PT DI Elfien Goentoro, sebagaimana dilansir dari laman Detik (3/ 2/ 2020).
Adapun 10 kontrak yang dimaksud saat ini masih berstatus Framework Agreement yang diharapkan dapat menjadi kontrak pembelian/ pengadaan.
Elfien menuturkan hingga kini serangkaian uji coba terbang pesawat pun masih terus dilakukan untuk memastikan pesawat aman sebelum digunakan oleh masyarakat.
“Kita sudah uji terbang flighter dan udah di film kan dan kita tunjukkan (di RDP) tadi. Uji terbang untuk 1 engine off juga sudah kita lakukan baik take off maupun landing yang tersulit,” katanya.
Meski terdapat kendala, kata Elfien, hal itu bisa diatasi dengan baik oleh pesawat N219 yang dijuluki Nurtanio tersebut, sehingga saat terbang bisa stabil.
“Kalau take off itu pasti harus 1 engine kan off, kalau 1 engine off itu berarti powernya ada dikanan, kalau kita tidak bisa mengimbangin dari sisi flight control dia akan berbelok. Ini tadi (N219) kan lurus berarti sesuai dan berarti itu sesuai safety,” imbuhnya.
Diketahui, untuk mendapatkan sertifikasi ini tidak hanya dengan menerbangkan pesawatnya 300 jam saja, tapi juga melakukan development flight test untuk mengetahui apakah performa pesawat sesuai rancangannya.
“Jadi itu persyaratan daripada certificated,” jelasnya.
Komisi VII DPR RI telah merampungkan rapat dengar pendapat dengan Sekjen Kementerian Pertahanan, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), dan PT LEN Industri. Rapat kali ini membahas perkembangan komersialisasi N219 dan program pesawat udara nir awak (drone).
Rapat tersebut dimulai pukul 13.00 WIB dan selesai sekitar pukul 15.30 WIB. Rapat berjalan lancar, mayoritas anggota DPR meminta penjelasan terkini mengenai pengembangan pesawat N219, dan drone sebagai alat pertahanan.
Rapat kerja kali ini pun menghasilkan 5 kesimpulan, berikut di antaranya;
1. Komisi VII DPR RI mendukung Sekjen Kementerian Pertahanan, Kepala LAPAN, Kepala BPPT, Direktur Utama PTDI dan Dirut PT LEN Industri melakukan akselerasi penyelesaian drone MALE kombatan, akselerasi penyelesaian pesawat N219, peningkatan sarana prasarana uji terbang dan peningkatan fasilitas laboratorium penunjang pengembangan dosen.
2. Komisi VII DPR RI meminta Kepala LAPAN, Kepala BPPT dan Direktur Utama PTDI untuk menyampaikan secara detail dan komprehensif pengembangan drone MALE dan pesawat N219.
3. Komisi VII RI bersepakat dengan Sekjen Kementerian Pertahanan RI Kepala LAPAN, Kepala BPPT Dirut Utama PTDI, Dirut PT LEN untuk lebih mendalami dan melihat secara langsung pengembangan drone MALE kombatan dan pesawat N219 melalui kunjungan lapangan PT Dirgantara Indonesia.
4. Komisi VII DPR RI mendorong Kepala LAPAN Kepala BPPT, Direktur Utama PTDI dan PT LEN Industri untuk mengoptimalisasi program pengembangan drone untuk hilirisasi teknologi guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
5. Komisi DPR RI meminta Sekjen Kementerian Pertahanan RI, Kepala LAPAN, Kepala BPPT, Dirut PTDI dam Dirut PT LEN Industri untuk menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan Anggota Komisi VII DPR RI dan disampaikan pada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 10 Februari 2020.
Target Pengiriman Pertama N219 Tahun 2022
Uji Terbang N219 [PT DI]
PT DI menargetkan bisa segera melakukan proses produksi massal pesawat N219. Saat ini, perseroan tengah menanti sertifikat type sebelum dilakukan produksi secara bertahap.
Kemudian, untuk proses pengiriman pesawat pertama N219 bisa dilakukan pada 2022 hingga 2023.
“Kemungkinan delivery pertama targetnya 2022. Jadi produksi membutuhkan waktu satu setengah tahun. Karena sudah ada 10 yang sudah kontrak belum lagi yang mau datang. Jadi kita harus isi slot flight yang ada dari slot yang kita punyai,” ujar Direktur Utama PT DI Elfien Goentoro, sebagaimana dilansir dari laman Detik (3/ 2/ 2020).
Adapun 10 kontrak yang dimaksud saat ini masih berstatus Framework Agreement yang diharapkan dapat menjadi kontrak pembelian/ pengadaan.
Elfien menuturkan hingga kini serangkaian uji coba terbang pesawat pun masih terus dilakukan untuk memastikan pesawat aman sebelum digunakan oleh masyarakat.
“Kita sudah uji terbang flighter dan udah di film kan dan kita tunjukkan (di RDP) tadi. Uji terbang untuk 1 engine off juga sudah kita lakukan baik take off maupun landing yang tersulit,” katanya.
Meski terdapat kendala, kata Elfien, hal itu bisa diatasi dengan baik oleh pesawat N219 yang dijuluki Nurtanio tersebut, sehingga saat terbang bisa stabil.
“Kalau take off itu pasti harus 1 engine kan off, kalau 1 engine off itu berarti powernya ada dikanan, kalau kita tidak bisa mengimbangin dari sisi flight control dia akan berbelok. Ini tadi (N219) kan lurus berarti sesuai dan berarti itu sesuai safety,” imbuhnya.
Diketahui, untuk mendapatkan sertifikasi ini tidak hanya dengan menerbangkan pesawatnya 300 jam saja, tapi juga melakukan development flight test untuk mengetahui apakah performa pesawat sesuai rancangannya.
“Jadi itu persyaratan daripada certificated,” jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.