GDP Projections to 2050 |
Penempatan 100 MBT Leopard di dua batalyon pada dua divisi Kostrad di Jawa bisa diterima sebagai perkuatan jantung Indonesia. Namun pengadaan MBT tahap berikutnya pada MEF tahap II periode 2015-2019 diharapkan tidak lagi ditumpuk di jantung Indonesia itu. Sangat pantas distribusi prioritasnya ada di bumi Kalimantan karena wilayah ini berbatasan darat langsung dengan Malaysia. Kehadiran MBT di Kalimantan diyakini akan memberikan efek gentar bagi negara sebelah kulon dan lor yang selama ini meremehkan kekuatan militer Indonesia.
Sebenarnya TNI AU sudah duluan menyebar skuadron tempurnya di luar Jawa. 2 skuadron Hawk 100/200 sudah mengambil tempat di Pekanbaru dan Pontianak lebih dari 1 dekade yang lalu. Demikian juga dengan skuadron Sukhoi, justru tidak di Jawa melainkan diletakkan pas banget di tengah-tengah Indonesia, Makassar. TNI AU juga sudah memastikan jika 24 jet tempur F16 setara blok 52 datang, 16 biji ditempatkan di Pekanbaru dan sisanya memperkuat skuadron Madiun yang sudah dihuni 10 F16 lawas. Jet blok 15 yang dimiliki TNI AU sejak tahun 1989 ini akan di upgrade juga untuk menyeimbangkan teknologi avioniknya dengan adik kelasnya yang mau datang.
Pemekaran armada tempur TNI AL menjadi 3 armada tempur adalah bagian dari upaya mengurai alutsista java centris. Selama ini pangkalan armada di Surabaya adalah segala-galanya. Dua pertiga KRI dimarkaskan disini termasuk pangkalan kapal selam, pusat perbaikan dan pemeliharaan. Dengan menyerahkan sejumlah KRI untuk dijelajahkan di ruang lautan NKRI sebelah timur yang luas, dipangkalkan di Sorong sebagai pusat armada Timur, akan memberikan ruang kendali keamanan laut yang efektif dengan jarak logistik tidak terlalu panjang di wilayah itu.
Dalam MEF kedua nanti, diharapkan kekuatan armada KRI bisa mencapai minimal 180-190 KRI termasuk 5-7 kapal selam. Nah, alokasi untuk armada Timur yang berpusat di Sorong bisa dibagi dan mendapat jatah KRI di kisaran 40-50 kapal perang berbagai jenis. Fasilitas perbaikan kapal perang juga bisa dilimpahkan ke Sorong atau Manokwari yang berdekatan. Manokwari sudah punya Fasharkan TNI AL, tinggal dikembangkan saja. Area pantau kawasan timur semakin tergenggam dengan kehadiran armada Timur yang kesiapan lantamalnya sudah ready for use seperti Kupang, Merauke, Ambon, Jayapura.
Untuk armada Barat pusat pangkalan belum bisa ditentukan. Tanjung Pinang yang secara de facto sudah penjadi pangkalan utama armada Barat sangat berdekatan dengan Singapura. Dari aspek hankam ini tidak ideal. Jika nantinya sudah ada lokasi yang sesuai dengan analisis strategis TNI AL maka alokasi KRI untuk perairan dangkal ini tinggal menambah sejumlah KRI. Saat ini armada barat sudah diperkuat dengan 30-40 KRI berbagai jenis termasuk satuan kapal cepat rudal (KCR). Idealnya dibutuhkan 30 KCR untuk mengawal perairan Natuna dan selat Malaka, sementara yang baru bisa dipenuhi saat ini 9 KCR.
Dalam waktu dekat diniscayakan teknologi rudal surface to surface dan surface to air sudah dikuasai dan dimiliki oleh ilmuwan militer Indonesia. Maka sudah tentu sebagian besar gelar peluncur rudal, radar dan operatornya ada di wilayah perbatasan yang nota bene di luar Jawa. KSAD sudah mengisyaratkan akan ada penempatan batalyon roket / rudal di Kodam I Bukit Barisan termasuk gelar Helikpter serang di wilayah itu. Tentu ke depannya wilayah Kalimantan, Natuna, Riau, Sumut akan menjadi basis penempatan sejumlah rudal buatan anak negeri ini. Dan ini pasti akan memberi kesan gahar. Dengan kesan ini tentu negara-negara jahil tidak lagi meremehkan Indonesia. Kekuatan militer itu diyakini menjadi kekuatan “iron dome” atau “tembok Cina” payung pelindung NKRI. Dengan itu negara yang merasa “bermuka tembok” mulai tahu diri dan berkaca diri sehingga makin terlihat berwibawalah, bermartabatlah, berharkatlah wilayah teritori RI yang luas ini. Bukan mau ngajak perang, tetapi sebagai benteng penguat teritori dari segala ancaman luar.
Dengan militer yang kuat negara lain akan berhitung jika hendak mengganggu atau mengancam negara kita. Dengan kata lain kekuatan persenjataan militer itu diyakini menjadi “sekat penghalang” untuk terjadinya perang. Makanya alutsista militer kita minimal harus setara dengan negara tetangga, dan itu hukumnya wajib. Jika masih ada orang yang menganggap tidak perlu memperkuat alutsista TNI maka orang tersebut perlu diajak jalan-jalan melintasi perairan luas di tanah air ini lalu diinapkan seminggu saja di pulau terluar Indonesia. Dijamin begitu pulang langsung sadar diri alias insyaf.
Penempatan alutsista TNI di seluruh Indonesia secara proporsional adalah bagian dari upaya menghapus jargon masuk dulu baru gebuk. Secara bertahap kita akan mampu mengumandangkan slogan : mau coba masuk saya gebuk duluan. Maka pembentukan Kogabwilhan merupakan upaya strategis yang harus didukung dalam rangka mengamankan seluruh teritori NKRI. Kogabwilhan juga merupakan strategi pemerataan alutsista alias mengurai java centris. Kogabwilhan merupakan komando gabungan darat laut dan udara dari wilayah pertahanan Indonesia untuk merespons cepat setiap ancaman yang tak bisa diprediksi. Meski begitu jangan dilupakan, Jawa merupakan jantung Indonesia. Jadi memelihara dan merawat jantung juga sangat penting utamanya menjaga “serangan kolesterol” yang bisa mengakibatkan stroke. Maka Jawa harus diperkuat dengan sejumlah rudal anti serangan udara jarak sedang, sejumlah jet tempur jelajah seperti Sukhoi dan rudal anti kapal berbasis di pantai selatan Jawa dan selat Sunda. Siapa tahu serangan kolesterol itu berasal dari pantai selatan dan kita pasti sudah tahu siapa sih yang ada di selatan kita.
******
Jagvane / 16 Feb 2013
● Analisis
Fasilitas Markas TNI AD diluar pulau jawa, sangat berbeda jauh khususnya di batalyo2 dan Pak Pres hrs memperhatikan misalnya masalah penyedot air utk air mandi banyak yg mengalami kerusakan perlu diperbaiki.
BalasHapus