Pabrik Senjata di Bandung
Bandung • Indonesia sudah punya pabrik pembuatan senjata dan amunisi sejak zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1983, di bawah pengelolaan dan penugasan BJ Habibie kala itu, PT Pindad menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Akhirnya, Pindad menjelma menjadi prosuden senjata dan amunisi kelas internasional yang berkiblat ke Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization). detikFinance memperoleh kesempatan untuk melaksanakan wawancara khusus terhadap Direktur Utama Pindad, Adik Soedarsono serta berkunjung dan berkeliling untuk melihat proses produksi produk-produk unggulan di pabriknya yang terletak di tengah-tengah kota Bandung, Jawa Barat.
Saat ini, Pindad memiliki 2 lokasi pabrik yakni di Turen, Malang, Jawa Timur seluas 160 hektar yang memproduksi berbagai macam amunisi atau eksplosif, serta di Bandung seluas 66 hektar yang fokus di bidang mekanik.
Di Bandung, detikFinance memperoleh penjelasan dan melihat proses pembuatan berbagai jenis produk senjata dan kendaraan tempur unggulan Pindad seperti Panser ANOA 6X6, Mobil Tempur Komodo terbaru hingga berbagai jenis senapan serbu.
Namun untuk masuk ke area pabrik, prosedur ketat harus dilalui, yakni didampingi oleh seorang petugas keamanan dan dilarang mengambil gambar pada area tertentu. Hal ini disampaikan oleh Humas Pindad yang mendapingi berkeliling pabrik.
“Mas, di sini (proses perakitan) nggak boleh foto ya, nanti ambilnya waktu produknya sudah jadi dan mohon izin sama penanggung jawab bengkel dulu,” tutur Ami kepada detikFinance, di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Saat masuk di area Divisi Kendaraan Khusus/KFK, tampak para pekerja sedang sibuk merakit kerangka Panser ANOA dari lempengan baja untuk dirangkai menjadi bodi utuh. Ketika berpindah ke gedung tempat ANOA diselesaikan, staf Divisi Kendaraan Khusus, Sena Maulana memaparkan tentang asal muasal produksi ANOA hingga produk terbaru dari divisinya yakni kendaraan tempur bernama Komodo atau Humvee versi Indonesia.
Dengan rinci dan tenang, pegawai muda Pindad ini, menjelaskan proses awal dari ide hingga produk kendaraan berhasil diproduksi di Pindad. Bahkan ia mengaku ada rencana Pindad untuk meluncurkan tank tempur pertama Indonesia.
“Kita akan luncurkan prototype tank jenis light (ringan), yakni pengembangan panser dengan roda rantai,” tambahnya.
Usai memperoleh penjelasan cukup panjang dari Sena, detikFinance dan staff Pindad yang mengiringi berkeliling pabrik, menggunakan mobil kemudian berlanjut ke gedung produksi dan ruang pamer senjata.
Setelah sampai di area Divisi Sejata, meskipun didampingi oleh pegawai Pindad dan petugas keamanan, kami harus melewati beberapa gerbang khusus berlapis dan pengecekan keamanan super ketat. Bahkan tidak sembarangan pegawai Pindad bisa leluasa lalu lalang memasuki area ini.
Pengamanan tertinggi memang berada di area Divisi Senjata. Namun prosedur tetap harus dilewati. Sesampainya di area Divisi Senjata, Kepala Departemen Produksi I, Diding Sumardi bertugas memberikan penjelasan dan mendampingi detikFinance melihat proses produksi.
Di bagian produksi senjata ini, Diding menjelaskan pegawai bekerja hampir 24 jam karena banyaknya pesanan. Hal ini terjadi juga, pada Divisi Amunisi yang terletak di Turen Malang. Pria paruh baya ini bertutur, Pindad telah mampu memproduksi puluhan jenis senjata mulai senjata serbu versi terbaru hingga senjata mesin berat, meriam dan sniper jarak jauh.
Dengan kemampuan mesin dan produksi terbaru dari dana suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 300 miliar, Pindad telah mampu memproduksi hingga 40.000 senjata per tahun.
“Kita bisa produksi senjata ekuvalen 40.000 SS2 per tahun. Itu bukan berarti SS2 saja, “ tambahnya.
Dirut Pindad menuturkan, saat ini, dengan 4.000 karyawan, Pindad telah memperoleh banyak pesanan dari TNI meskipun potensi dan kapasitas Pindad belum tergarap maksimal. Bahkan, secara bisnis dan keuangan, Pindad dipandang telah bankable oleh perbankan.
Terkait prosedur keamanan yang sangat ketat dan berlapis, Adik mengaku, prosedur ini ditempuh karena pihaknya belajar dari kasus pencurian senjata yang pernah dilakukan oleh oknum pegawai Pindad. Sehingga ini merupakan bentuk pencegahan.
“Habis itu, kita perketat. Ada orang yang bisa masuk ke darah mana dan ada yang nggak bisa. Dari pagar bikin berlapis-lapis. Pasang CCTV. Sekarang kunci dipegang beberapa orang. Kita pisahkan sekarang mana, spare part dan barang siap jual. Dulu kita samakan. Sekarang kita pisahkan. Peti kita segel. Dulu kita yang belum jelas, peti dibuka. Sekarang ada preventive,” tegasnya.
Kebangkitan pabrik senjata dan kendaraan tempur pelat merah, PT Pindad (Persero) tidak lepas dari pengaruh dua orang. Keduanya adalah mantan Presiden Republik Indonesia (RI) BJ Habibie dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK).
Pada 1983, Habibie membangun dan meletakkan konsep pengembangan industri senjata dan produk non senjata. Hingga kemampuan Pindad lebih banyak berkiblat pada Eropa. Hal ini diakui oleh Direktur Utama Pindad Adik Soedarsono.
“Waktu kita dikembangkan oleh Pak Habibie tahun 1983, selain diberikan teknologi militer, kita juga diberikan teknologi komersial. Pak Habibie, itu pandangannya panjang, orang belum mikir ke sana dia sudah mikir. Nah, akhirnya, setelah kita rasakan sekarang, yang mampu hanya kita pak,” tutur Adik kepada detikFinance di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Kemampuan merancang produk non militer atau senjata seperti peralatan kereta api dan generator listrik yang dipersiapkan oleh Habibie kala itu. Sekarang terbukti manfaatnya bagi Pindad.
Untuk komponen khusus seperti Brake Coupling untuk kereta atau generator listrik, di Indonesia hanya Pindad yang mampu memproduksinya. Di samping Pindad tetap unggul dalam memproduksi peralatan militer seperti kendaraan tempur, senapan ringan hingga berat dan amunisi.
“Teknologi kereta api juga, di kereta ada air brake, ada lintasan. Gerbong kereta api ada sisi remnya, itu hanya Pindad yang bisa bikin terus ada juga motor traksi di KRL. Itu yang bisa, kita juga,” tambahnya.
Selain Habibie, ada satu sosok satu lagi yang merupakan titik balik penyelematan dan pengembangan Pindad dari masa susah pasca krisis ekonomi 1998. Pasca krisis, selama kurang lebih hampir 10 tahun, kemampuan Pindad kurang diberdayakan padahal potensi sumber daya manusia dan kapasitas produksi Pindad sangat mumpuni.
Ketika Jusuf Kalla tahun 2007 masih menjadi Wakil Presiden Indonesia, datang ke kantor Pindad di Bandung. Di sana, JK melihat potensi Pindad yang besar namun kemampuannya tidak digunakan secara maksimal.
Akhirnya, JK kala itu, memberi order senilai Rp 1 triliun lebih untuk membuat Panser ANOA 6x6 bagi TNI. Disitulah titik awal kebangkitan Pindad pasca krisis ekonomi 1998.
“Di jaman susahnya, Pak JK datang ke sini tahun 2007. Memberikan pekerjaan ke kita yang mana TNI kala itu tidak memberikan. Itu proyeknya senilai Rp 1,129 triliun. Beliau ke sini lihat kemampuan kami, lihat ada satu peluang. TNI butuh produk (panser). TNI bilang butuh barang itu, tapi (JK) nggak bilang beli dari Pindad. Oke, saya beli kasihin ke TNI. Jadi waktu TNI dikasih perintah itu, TNI berpikir barangnya bagus atau jelek. Dia nggak tahu dan dia dikasih barang itu (Panser ANOA),” katanya.
Berawal dari pesanan sekala besar melalui perantara JK saat itu, dari awalnya TNI kurang percaya terhadap Panser ANOA, kemudian berujung pada kepuasan terhadap Panser ANOA.
“Ternyata setelah pakai itu suka. Sekarang sudah dipakai 150, serta total sudah 280 (pesan). Tapi sudah deliver 230 ANOA,” tegasnya.
Dulu Diragukan, Pindad Kini Hasilkan Senapan Standar NATO
Pasca begulirnya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2010, industri pertahanan tanah air seperti memperoleh angin segar. Salah satunya PT Pindad (Persero).
Dari produsen senjata dan amunisi yang kurang dipercaya kemampuannya selama puluhan tahun, serta di dalam negeri produknya dipandang sebelah mata, Pindad kemudian mampu menjelma menjadi produsen produk militer kelas dunia.
“Kalau dulu yang terkenal amunisi dan senjata tapi dia (TNI) nggak mau lihat lagi, Pindad bisa bisa bikin lebih dari itu,” tutur Direktur Utama Pindad, Adik Soedarsono kepada detikFinance di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Dengan visi ingin melayani TNI dan Polri, Pindad mampu memproduksi senjata,amunisi hingga kendaraan tempur kelas ringan dan berat yang mengadopsi dan berkiblat ke industri militer Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization).
“Kita kualitas Eropa dan Standar NATO. Kita mengkualifikasikan dan mengikuti kaidah NATO. Tapi kita nggak disertifikasi nanti produknya mahal jadi kita nggak diujikan. Standar seperti itu, karena yang ngajarin kita itu orang NATO,” ujarnya.
Berkat kualitas dan standar tinggi yang dipakai Pindad, dampaknya pada pesanan yang diperoleh. Pindad sampai harus menolak berbagai order untuk produk tertentu.
Bahkan divisi senjata dan amunisi harus bekerja selama 24 jam setiap harinya untuk memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Karena kemampuannya ini, produk senjata dan amunisi Pindad diakui hingga negara ASEAN dan Amerika Serikat (AS).
“Tahun 2012 kemarin sudah ke Australia dan Amerika tahun 2011 (Amunisi). Itu untuk kaliber yang kecil-kecil saja. Setidaknya dia mengakui kualitas kita,” tambahnya.
Bahkan panser asli buatan Pindad ANOA 6x6 yang kini menjadi salah satu pilihan dan andalan TNI, mengadopsi teknologi dan konsep panser VAB buatan Prancis.
Sementara, senapan serbu SS2 buatan Pindad mengacu pada senapan M16 buatan Amerika Serikat dan AK 47 buatan Rusia. Serta PM2 versi Pindad mengadopsi senapan anti teror MP5, pasukan SWAT.
Bandung • Indonesia sudah punya pabrik pembuatan senjata dan amunisi sejak zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1983, di bawah pengelolaan dan penugasan BJ Habibie kala itu, PT Pindad menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Akhirnya, Pindad menjelma menjadi prosuden senjata dan amunisi kelas internasional yang berkiblat ke Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization). detikFinance memperoleh kesempatan untuk melaksanakan wawancara khusus terhadap Direktur Utama Pindad, Adik Soedarsono serta berkunjung dan berkeliling untuk melihat proses produksi produk-produk unggulan di pabriknya yang terletak di tengah-tengah kota Bandung, Jawa Barat.
Saat ini, Pindad memiliki 2 lokasi pabrik yakni di Turen, Malang, Jawa Timur seluas 160 hektar yang memproduksi berbagai macam amunisi atau eksplosif, serta di Bandung seluas 66 hektar yang fokus di bidang mekanik.
Di Bandung, detikFinance memperoleh penjelasan dan melihat proses pembuatan berbagai jenis produk senjata dan kendaraan tempur unggulan Pindad seperti Panser ANOA 6X6, Mobil Tempur Komodo terbaru hingga berbagai jenis senapan serbu.
Namun untuk masuk ke area pabrik, prosedur ketat harus dilalui, yakni didampingi oleh seorang petugas keamanan dan dilarang mengambil gambar pada area tertentu. Hal ini disampaikan oleh Humas Pindad yang mendapingi berkeliling pabrik.
“Mas, di sini (proses perakitan) nggak boleh foto ya, nanti ambilnya waktu produknya sudah jadi dan mohon izin sama penanggung jawab bengkel dulu,” tutur Ami kepada detikFinance, di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Saat masuk di area Divisi Kendaraan Khusus/KFK, tampak para pekerja sedang sibuk merakit kerangka Panser ANOA dari lempengan baja untuk dirangkai menjadi bodi utuh. Ketika berpindah ke gedung tempat ANOA diselesaikan, staf Divisi Kendaraan Khusus, Sena Maulana memaparkan tentang asal muasal produksi ANOA hingga produk terbaru dari divisinya yakni kendaraan tempur bernama Komodo atau Humvee versi Indonesia.
Dengan rinci dan tenang, pegawai muda Pindad ini, menjelaskan proses awal dari ide hingga produk kendaraan berhasil diproduksi di Pindad. Bahkan ia mengaku ada rencana Pindad untuk meluncurkan tank tempur pertama Indonesia.
“Kita akan luncurkan prototype tank jenis light (ringan), yakni pengembangan panser dengan roda rantai,” tambahnya.
Usai memperoleh penjelasan cukup panjang dari Sena, detikFinance dan staff Pindad yang mengiringi berkeliling pabrik, menggunakan mobil kemudian berlanjut ke gedung produksi dan ruang pamer senjata.
Setelah sampai di area Divisi Sejata, meskipun didampingi oleh pegawai Pindad dan petugas keamanan, kami harus melewati beberapa gerbang khusus berlapis dan pengecekan keamanan super ketat. Bahkan tidak sembarangan pegawai Pindad bisa leluasa lalu lalang memasuki area ini.
Pengamanan tertinggi memang berada di area Divisi Senjata. Namun prosedur tetap harus dilewati. Sesampainya di area Divisi Senjata, Kepala Departemen Produksi I, Diding Sumardi bertugas memberikan penjelasan dan mendampingi detikFinance melihat proses produksi.
Di bagian produksi senjata ini, Diding menjelaskan pegawai bekerja hampir 24 jam karena banyaknya pesanan. Hal ini terjadi juga, pada Divisi Amunisi yang terletak di Turen Malang. Pria paruh baya ini bertutur, Pindad telah mampu memproduksi puluhan jenis senjata mulai senjata serbu versi terbaru hingga senjata mesin berat, meriam dan sniper jarak jauh.
Dengan kemampuan mesin dan produksi terbaru dari dana suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 300 miliar, Pindad telah mampu memproduksi hingga 40.000 senjata per tahun.
“Kita bisa produksi senjata ekuvalen 40.000 SS2 per tahun. Itu bukan berarti SS2 saja, “ tambahnya.
Dirut Pindad menuturkan, saat ini, dengan 4.000 karyawan, Pindad telah memperoleh banyak pesanan dari TNI meskipun potensi dan kapasitas Pindad belum tergarap maksimal. Bahkan, secara bisnis dan keuangan, Pindad dipandang telah bankable oleh perbankan.
Terkait prosedur keamanan yang sangat ketat dan berlapis, Adik mengaku, prosedur ini ditempuh karena pihaknya belajar dari kasus pencurian senjata yang pernah dilakukan oleh oknum pegawai Pindad. Sehingga ini merupakan bentuk pencegahan.
“Habis itu, kita perketat. Ada orang yang bisa masuk ke darah mana dan ada yang nggak bisa. Dari pagar bikin berlapis-lapis. Pasang CCTV. Sekarang kunci dipegang beberapa orang. Kita pisahkan sekarang mana, spare part dan barang siap jual. Dulu kita samakan. Sekarang kita pisahkan. Peti kita segel. Dulu kita yang belum jelas, peti dibuka. Sekarang ada preventive,” tegasnya.
Peran Besar Habibie & JK Bangkitkan Pabrik Senjata RI
Kebangkitan pabrik senjata dan kendaraan tempur pelat merah, PT Pindad (Persero) tidak lepas dari pengaruh dua orang. Keduanya adalah mantan Presiden Republik Indonesia (RI) BJ Habibie dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK).
Pada 1983, Habibie membangun dan meletakkan konsep pengembangan industri senjata dan produk non senjata. Hingga kemampuan Pindad lebih banyak berkiblat pada Eropa. Hal ini diakui oleh Direktur Utama Pindad Adik Soedarsono.
“Waktu kita dikembangkan oleh Pak Habibie tahun 1983, selain diberikan teknologi militer, kita juga diberikan teknologi komersial. Pak Habibie, itu pandangannya panjang, orang belum mikir ke sana dia sudah mikir. Nah, akhirnya, setelah kita rasakan sekarang, yang mampu hanya kita pak,” tutur Adik kepada detikFinance di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Kemampuan merancang produk non militer atau senjata seperti peralatan kereta api dan generator listrik yang dipersiapkan oleh Habibie kala itu. Sekarang terbukti manfaatnya bagi Pindad.
Untuk komponen khusus seperti Brake Coupling untuk kereta atau generator listrik, di Indonesia hanya Pindad yang mampu memproduksinya. Di samping Pindad tetap unggul dalam memproduksi peralatan militer seperti kendaraan tempur, senapan ringan hingga berat dan amunisi.
“Teknologi kereta api juga, di kereta ada air brake, ada lintasan. Gerbong kereta api ada sisi remnya, itu hanya Pindad yang bisa bikin terus ada juga motor traksi di KRL. Itu yang bisa, kita juga,” tambahnya.
Selain Habibie, ada satu sosok satu lagi yang merupakan titik balik penyelematan dan pengembangan Pindad dari masa susah pasca krisis ekonomi 1998. Pasca krisis, selama kurang lebih hampir 10 tahun, kemampuan Pindad kurang diberdayakan padahal potensi sumber daya manusia dan kapasitas produksi Pindad sangat mumpuni.
Ketika Jusuf Kalla tahun 2007 masih menjadi Wakil Presiden Indonesia, datang ke kantor Pindad di Bandung. Di sana, JK melihat potensi Pindad yang besar namun kemampuannya tidak digunakan secara maksimal.
Akhirnya, JK kala itu, memberi order senilai Rp 1 triliun lebih untuk membuat Panser ANOA 6x6 bagi TNI. Disitulah titik awal kebangkitan Pindad pasca krisis ekonomi 1998.
“Di jaman susahnya, Pak JK datang ke sini tahun 2007. Memberikan pekerjaan ke kita yang mana TNI kala itu tidak memberikan. Itu proyeknya senilai Rp 1,129 triliun. Beliau ke sini lihat kemampuan kami, lihat ada satu peluang. TNI butuh produk (panser). TNI bilang butuh barang itu, tapi (JK) nggak bilang beli dari Pindad. Oke, saya beli kasihin ke TNI. Jadi waktu TNI dikasih perintah itu, TNI berpikir barangnya bagus atau jelek. Dia nggak tahu dan dia dikasih barang itu (Panser ANOA),” katanya.
Berawal dari pesanan sekala besar melalui perantara JK saat itu, dari awalnya TNI kurang percaya terhadap Panser ANOA, kemudian berujung pada kepuasan terhadap Panser ANOA.
“Ternyata setelah pakai itu suka. Sekarang sudah dipakai 150, serta total sudah 280 (pesan). Tapi sudah deliver 230 ANOA,” tegasnya.
Dulu Diragukan, Pindad Kini Hasilkan Senapan Standar NATO
Pasca begulirnya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2010, industri pertahanan tanah air seperti memperoleh angin segar. Salah satunya PT Pindad (Persero).
Dari produsen senjata dan amunisi yang kurang dipercaya kemampuannya selama puluhan tahun, serta di dalam negeri produknya dipandang sebelah mata, Pindad kemudian mampu menjelma menjadi produsen produk militer kelas dunia.
“Kalau dulu yang terkenal amunisi dan senjata tapi dia (TNI) nggak mau lihat lagi, Pindad bisa bisa bikin lebih dari itu,” tutur Direktur Utama Pindad, Adik Soedarsono kepada detikFinance di Kantor Pusat Pindad, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/4/2013).
Dengan visi ingin melayani TNI dan Polri, Pindad mampu memproduksi senjata,amunisi hingga kendaraan tempur kelas ringan dan berat yang mengadopsi dan berkiblat ke industri militer Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization).
“Kita kualitas Eropa dan Standar NATO. Kita mengkualifikasikan dan mengikuti kaidah NATO. Tapi kita nggak disertifikasi nanti produknya mahal jadi kita nggak diujikan. Standar seperti itu, karena yang ngajarin kita itu orang NATO,” ujarnya.
Berkat kualitas dan standar tinggi yang dipakai Pindad, dampaknya pada pesanan yang diperoleh. Pindad sampai harus menolak berbagai order untuk produk tertentu.
Bahkan divisi senjata dan amunisi harus bekerja selama 24 jam setiap harinya untuk memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Karena kemampuannya ini, produk senjata dan amunisi Pindad diakui hingga negara ASEAN dan Amerika Serikat (AS).
“Tahun 2012 kemarin sudah ke Australia dan Amerika tahun 2011 (Amunisi). Itu untuk kaliber yang kecil-kecil saja. Setidaknya dia mengakui kualitas kita,” tambahnya.
Bahkan panser asli buatan Pindad ANOA 6x6 yang kini menjadi salah satu pilihan dan andalan TNI, mengadopsi teknologi dan konsep panser VAB buatan Prancis.
Sementara, senapan serbu SS2 buatan Pindad mengacu pada senapan M16 buatan Amerika Serikat dan AK 47 buatan Rusia. Serta PM2 versi Pindad mengadopsi senapan anti teror MP5, pasukan SWAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.