JAKARTA -- DPR meminta Pemerintah Indonesia mewaspadai kemungkinan
gerakan intelijen Amerika Serikat (AS) di Tanah Air. Permintaan DPR tak
terlepas kasus pelanggaran izin terbang yang dilakukan militer AS di
wilayah udara Indonesia.
Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, meminta pemerintah tidak memandang remeh aksi militer AS tersebut. Boleh jadi, pesawat militer AS itu sedang melakukan aktivitas intelijen di wilayah Indonesia.
Menurutnya, kemungkinan aktivitas intelijen AS di wilayah Indonesia sangat besar dan patut diwaspadai. Sebab, ini bukan pertama kali militer AS melanggar zona wilayah Indonesia. "Segala kemungkinan dalam giat intelijen kita harus diwaspadai. Probabilitasnya pun besar sekali," kata wanita yang akrab dipanggil Nuning ini ketika dihubungi Republika, Selasa (21/5).
Dia memandang, terbangnya pesawat militer AS di atas langit Kota Aceh bukan sebuah kebetulan. Pandangan itu tak terlepas kenyataan bahwa peralatan militer AS sudah sangat canggih, sehingga kesalahan mengudara nyaris menjadi sebuah kemustahilan.
Menurutnya, sulit dipercaya jika pilot negara sebesar AS terbang tanpa tujuan jelas. Apalagi, jarak yang ditempuh terbilang jauh. Karena itu, dia meminta pemerintah tidak begitu saja percaya dengan alasan pihak AS. "Kita harus hati-hati dengan giat deception (pengelabuan) siapa pun," ujarnya.
Nuning pun mendesak pemerintah meningkatkan aktivitas intelijen dan infrastruktur TNI. Hal itu untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman militer dari negara asing. "Intelijen negara dimajukan fungsinya. Kita harus waspada terhadap ancaman laut, darat, dan udara," katanya.
Nuning berharap, TNI Angkatan Udara segera mencari tahu motif di balik penerbangan pesawat tersebut. Pun halnya Kementerian Luar Negeri, dimintanya bersikap tegas dengan berpedoman pada azas politik bebas aktif. "Langsung tanyakan ke Kedubes AS. Saya yakin, pesawat itu tidak kebetulan kesasar ke Aceh," kata politikus Partai Hanura tersebut.
Senada dengan Nuning, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengkritik keras pelanggaran zona terbang yang dilakukan pesawat militer AS. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan pemerintah agar waspada. "Ini betuk pelanggaran," kata Mahfudz.
Mahfudz menyatakan, tidak ada alasan bagi otoritas militer AS memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Menurutnya, meski pilot pesawat mengaku memasuki wilayah Indonesia karena alasan darurat, hal itu tetap bentuk pelanggaran kedaulatan. "Ini bentuk pelanggaran yang dilakukan pihak AS meski pendaratannya bersifat darurat," ujar Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, militer AS semestinya memiliki persiapan yang matang ketika hendak melakukan penerbangn jarak jauh. Hal ini agar tidak terjadi kendala teknis yang sepele. "Rencana penerbangan (mereka) ke Singapura mestinya sudah dipersiapkan tanpa mengalami kasus kehabisan bahan bakar," katanya.
Saat ini, pihak TNI Angkatan Udara, ungkap Mahfudz, sedang mencari berbagai kemungkinan di balik pelanggaran zona wilayah terbang oleh pesawat militer AS. Biasanya, imbuh Mahfudz, ada standar operasional prosedur dalam menangani kasus semacam ini. "Klarifikasi dan bahkan investigasi bisa dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, pesawat militer Amerika Serikat ditahan TNI Angkatan Udara di Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar, Senin (20/5). Pesawat jenis Dornier 328 tujuan Singapura mendarat sekitar pukul 15.00 WIB dengan membawa lima awak militer AS. Kelima awak pesawat, yakni Tutle Colton Timothy (pilot), Priest Chyntia Ellizabeth (kopilot), Faire Loren Mattjew, Moreno David Antonio, dan Sanchez Gaona Diego.
Pesawat bernomor registrasi US 305 ini tertangkap radar dan mendarat sekitar pukul 14.00 di Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh untuk mengisi bahan bakar. Pihak militer AS mengaku kepada TNI Angkatan Udara bahwa mereka terpaksa mendarat di Aceh.
Danlanud Sultan Iskandar Muda, Kolonel Supriabu, mengatakan, pesawat militer AS terpaksa mendarat karena kehabisan bahan bakar. TNI AU telah mebebaskan peswat AS itu beserta kelima awaknya.[n muhammad akbar wijaya ed: abdullah sammy]
Anggota Komisi I DPR bidang pertahanan, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, meminta pemerintah tidak memandang remeh aksi militer AS tersebut. Boleh jadi, pesawat militer AS itu sedang melakukan aktivitas intelijen di wilayah Indonesia.
Menurutnya, kemungkinan aktivitas intelijen AS di wilayah Indonesia sangat besar dan patut diwaspadai. Sebab, ini bukan pertama kali militer AS melanggar zona wilayah Indonesia. "Segala kemungkinan dalam giat intelijen kita harus diwaspadai. Probabilitasnya pun besar sekali," kata wanita yang akrab dipanggil Nuning ini ketika dihubungi Republika, Selasa (21/5).
Dia memandang, terbangnya pesawat militer AS di atas langit Kota Aceh bukan sebuah kebetulan. Pandangan itu tak terlepas kenyataan bahwa peralatan militer AS sudah sangat canggih, sehingga kesalahan mengudara nyaris menjadi sebuah kemustahilan.
Menurutnya, sulit dipercaya jika pilot negara sebesar AS terbang tanpa tujuan jelas. Apalagi, jarak yang ditempuh terbilang jauh. Karena itu, dia meminta pemerintah tidak begitu saja percaya dengan alasan pihak AS. "Kita harus hati-hati dengan giat deception (pengelabuan) siapa pun," ujarnya.
Nuning pun mendesak pemerintah meningkatkan aktivitas intelijen dan infrastruktur TNI. Hal itu untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman militer dari negara asing. "Intelijen negara dimajukan fungsinya. Kita harus waspada terhadap ancaman laut, darat, dan udara," katanya.
Nuning berharap, TNI Angkatan Udara segera mencari tahu motif di balik penerbangan pesawat tersebut. Pun halnya Kementerian Luar Negeri, dimintanya bersikap tegas dengan berpedoman pada azas politik bebas aktif. "Langsung tanyakan ke Kedubes AS. Saya yakin, pesawat itu tidak kebetulan kesasar ke Aceh," kata politikus Partai Hanura tersebut.
Senada dengan Nuning, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengkritik keras pelanggaran zona terbang yang dilakukan pesawat militer AS. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengingatkan pemerintah agar waspada. "Ini betuk pelanggaran," kata Mahfudz.
Mahfudz menyatakan, tidak ada alasan bagi otoritas militer AS memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Menurutnya, meski pilot pesawat mengaku memasuki wilayah Indonesia karena alasan darurat, hal itu tetap bentuk pelanggaran kedaulatan. "Ini bentuk pelanggaran yang dilakukan pihak AS meski pendaratannya bersifat darurat," ujar Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, militer AS semestinya memiliki persiapan yang matang ketika hendak melakukan penerbangn jarak jauh. Hal ini agar tidak terjadi kendala teknis yang sepele. "Rencana penerbangan (mereka) ke Singapura mestinya sudah dipersiapkan tanpa mengalami kasus kehabisan bahan bakar," katanya.
Saat ini, pihak TNI Angkatan Udara, ungkap Mahfudz, sedang mencari berbagai kemungkinan di balik pelanggaran zona wilayah terbang oleh pesawat militer AS. Biasanya, imbuh Mahfudz, ada standar operasional prosedur dalam menangani kasus semacam ini. "Klarifikasi dan bahkan investigasi bisa dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, pesawat militer Amerika Serikat ditahan TNI Angkatan Udara di Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar, Senin (20/5). Pesawat jenis Dornier 328 tujuan Singapura mendarat sekitar pukul 15.00 WIB dengan membawa lima awak militer AS. Kelima awak pesawat, yakni Tutle Colton Timothy (pilot), Priest Chyntia Ellizabeth (kopilot), Faire Loren Mattjew, Moreno David Antonio, dan Sanchez Gaona Diego.
Pesawat bernomor registrasi US 305 ini tertangkap radar dan mendarat sekitar pukul 14.00 di Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh untuk mengisi bahan bakar. Pihak militer AS mengaku kepada TNI Angkatan Udara bahwa mereka terpaksa mendarat di Aceh.
Danlanud Sultan Iskandar Muda, Kolonel Supriabu, mengatakan, pesawat militer AS terpaksa mendarat karena kehabisan bahan bakar. TNI AU telah mebebaskan peswat AS itu beserta kelima awaknya.[n muhammad akbar wijaya ed: abdullah sammy]
Aceh Memang Jadi Intaian AS
Polemik pendaratan tanpa izin pesawat militer Amerika Serikat (AS) ke Indonesia pada Senin (20/5) lalu memang telah berakhir.
Kepergian pesawat jenis Dornier-328 itu pada Selasa (21/5) dari Indonesia pun diiringi penjelasan mengenai sebab pendaratan itu terjadi oleh Kedutaan Besar AS untuk Indonesia.
Di Jakarta, Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia, Scott Marciel menjelaskan pesawat berangkat dari Maladewa menuju Singapura. Hanya saja pesawat terpaksa mendarat di Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.
Pernyataan dari Dubes AS ini justru mengundang tanya di benak pengamat intelijen sekaligus militer Negara, Wawan Purwanto. Menurut Wawan, ada sesuatu yang wajib digaris bawahi dari insiden tersebut.
Titik beratnya yakni faktor yang terlibat dalam kejadian ini, AS, Negara adikuasa yang memiliki banyak agenda dan kepentingan di dunia, termasuk Indonesia.
“Pergerakan mereka perlu diwaspadai, apalagi pihak militer yang melakukan pendaratan dadakan itu,” kata dia ketika dihubungi dari Jakarta Rabu (22/5).
Wawan menambahkan, lokasi pendaratan pesawat tersebut di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh juga bisa menambah kuat indikasi adanya upaya mata-mata dari AS.
Dia mengatakan, Aceh dalam beberapa tahun belakangan ini masuk dalam radar bidikan AS untuk dijadikan wilayah perbantuan perang mereka.
“Sabang (wilayah di Aceh) kan sempat diisukan mau jadi lokasi pembangunan pangkalan militer AS, jadi ya wajar kalau mereka mau lihat-lihat wilayahnya dulu lebih dalam,” ujar Wawan.
Maka dari itu, dia pun meminta agar pemerintah mengetatkan pertahanan di wilayah paling barat Indonesia itu. Pasalnya menurut dia, akan menjadi sebuah penodaan martabat bila AS terus menerus melakukan pencurian informasi di wilayah kedaulatan Indonesia.
Intelijen Asing Bidik Aceh dan Papua
Intelijen asing dinilai membidik wilayah Aceh dan Papua. Sebab, dua wilayah itu merupakan wilayah perbatasan negara yang potensial akan sumber daya alam.
Karena itu, keberadaan pesawat militer Amerika Serikat (AS) di langit Kota Aceh, Senin (20/5) lalu, perlu mendapat perhatian serius. Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid menilai, pemerintah harus lebih serius menjaga wilayah terdepan Indonesia, dalam hal ini Papua dan Aceh. “Karena di wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah yang banyak intelijen asing,” kata Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (22/5).
Selain membidik kekayaan alam Indonesia, intelijen asing juga disebut Hidayat kerap mencampuri politik dalam negeri. Tak heran maka Papua dan Aceh kerap dilanda gesekan politik dan separatisme.
“Ada dua motif asing di Indonesia ekonomi yakni mengeruk sumber daya alam. Selain itu ada motif politik,” ujarnya.
Menurut Hidayat, motif politik bisa saja dibawa agen asing untuk menghancurkan Indonesia. Sejumlah isu pun dijadikan kedok untuk merongrong kedaulatan bangsa, di antaranya soal HAM. “Mereka ini bisa saja memiliki motif politik yang berniat membuat kekisruhan di Indonesia,” ujar politikus PKS ini.
Terkait dengan peristiwa pesawat militer AS yang memasuki wilayah Indonesia, Hidayat pun angkat suara, “Bisa saja itu adalah intelijen.”
Menyusul aksi pesawat AS di Aceh, Pengamat intelejen Wawan Purwanto meminta pemerintah meminta penjelasan ke negara Paman Sam. “Tentu saja harus ada penjelasan yang kongkret (dari AS). Karena kalau alasannya habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang bisa dicerna,” ujar dia ketika dihubungi, Rabu (22/5).
Wawan mengatakan, awak militer AS memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk soal persediaan bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan rahasia lagi sudah dilengkapi dengan ragam fitur teknologi super canggih. Sehingga, kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir zero probability alias mustahil.
“Jadi besar kemungkinan ada yang dilanggar secara sengaja oleh pihak AS dalam aturan zona terbang di Negara kita,” ujarnya.
Wawan menambahkan, insiden soal pelanggaran zona terbang, seperti oleh AS, sebenarnya bukan kejadian pertama. Tahun 2009 lalu, pesawat militer Indonesia jenis Sukhoi sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar. Tiba-tiba ada benda asing yang dipastikan merupakan pesawat militer luar negeri, menjadikan Sukhoi itu sebagai sasaran tembak.
Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian menghilang. Hal itu menjadi bukti bahwa wilayah udara Indonesia rentan ditembus kekuatan asing.
“Dulu pesawat kita di-lock (dibidik) oleh armada asing. Ya itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit Indonesia,” jelas dia.
AS sendiri telah mengakui kesalahan karena pesawat militer Dornier seri 328 miliknya melintasi wilayah Indonesia. Pihak AS mengaku terpaksa mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.
"Kesalahan mendaratnya pesawat itu ada di pihak kami," kata Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel saat mendampingi Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman.
Pesawat militer AS sebelumnya berangkat dari Maladewa menuju Singapura, Senin (20/5). Namun pesawat itu terpaksa mendarat di kawasan Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.
Marciel menerangkan awak pesawat Dornier 328 semula menduga izin terbang di kawasan Indonesia masih berlaku. Namun ternyata izin terbangnya telah kadaluwarsa.
Aktivitas rahasia pihak asing, khususnya AS, memang pernah diungkapkan oleh laman Wikileaks. Pada tahyn 2010, Wikileaks pernah merilis 3.059 dokumen rahasia Amerika Serikat yang terkait Indonesia.
Dari dokumem itu terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).[n dyah meta novia/gilang akbar prambadi ed: abdullah sammy]
Pemerintah Semakin Waspadai Intelijen Asing
Pendaratan darurat pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) di Aceh beberapa waktu lalu, menyedot perhatian sejumlah kalangan. Tak pelak, kejadian ini kemudian menimbulkan kecurigaan tentang adanya upaya intelijen asing yang berusaha masuk ke Indonesia.
"Kegiatan (intelijen asing) ini patut diwaspadai semua pihak," kata Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan, Mayjen Hartind Asrin, kepada Republika, Kamis (23/5).
Ia mengungkapkan, sejak kejadian tersebut, pemerintah semakin meningkatkan kualitas pengawalan di daerah-daerah perbatasan. Termasuk berbagai pintu masuk, seperti bandar udara dan pelabuhan.
Para aparat yang bertugas di tempat-tempat tersebut pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya.
Hartind tak menampik adanya agen-agen asing yang masuk ke Indonesia. Mereka biasanya memiliki cover story dan cover job yang beragam. Ada yang bekerja sebagai wartawan, aktivis LSM, buruh, dan lain sebagainya.
Tidak sampai di situ saja, lanjutnya, tidak terutup kemungkinan organisasi intelijen luar negeri juga merekrut WNI sebagai perpanjangan tangan mereka. "Merekrut orang-orang lokal adalah cara yang paling bagus buat mereka," ujarnya.
Sekitar satu dekade lalu, mantan pimpinan TNI Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 60 ribu agen asing yang berkeliaran di Indonesia. Terkait hal tersebut, Hartind mengaku pemerintah sampai saat ini belum lagi mengantongi data pasti soal jumlah agen asing yang masuk ke negara ini.
"Karena tugas pendataan itu ada pada BIN (Badan Intelijen Negara-red), sedangkan pemerintah (kemenhan) hanya membuat kebijakannya," tuturnya.
Menurutnya, isu yang berkembang sejauh ini umumnya masih sebatas opini publik saja.
Polemik pendaratan tanpa izin pesawat militer Amerika Serikat (AS) ke Indonesia pada Senin (20/5) lalu memang telah berakhir.
Kepergian pesawat jenis Dornier-328 itu pada Selasa (21/5) dari Indonesia pun diiringi penjelasan mengenai sebab pendaratan itu terjadi oleh Kedutaan Besar AS untuk Indonesia.
Di Jakarta, Duta Besar (Dubes) AS untuk Indonesia, Scott Marciel menjelaskan pesawat berangkat dari Maladewa menuju Singapura. Hanya saja pesawat terpaksa mendarat di Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.
Pernyataan dari Dubes AS ini justru mengundang tanya di benak pengamat intelijen sekaligus militer Negara, Wawan Purwanto. Menurut Wawan, ada sesuatu yang wajib digaris bawahi dari insiden tersebut.
Titik beratnya yakni faktor yang terlibat dalam kejadian ini, AS, Negara adikuasa yang memiliki banyak agenda dan kepentingan di dunia, termasuk Indonesia.
“Pergerakan mereka perlu diwaspadai, apalagi pihak militer yang melakukan pendaratan dadakan itu,” kata dia ketika dihubungi dari Jakarta Rabu (22/5).
Wawan menambahkan, lokasi pendaratan pesawat tersebut di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh juga bisa menambah kuat indikasi adanya upaya mata-mata dari AS.
Dia mengatakan, Aceh dalam beberapa tahun belakangan ini masuk dalam radar bidikan AS untuk dijadikan wilayah perbantuan perang mereka.
“Sabang (wilayah di Aceh) kan sempat diisukan mau jadi lokasi pembangunan pangkalan militer AS, jadi ya wajar kalau mereka mau lihat-lihat wilayahnya dulu lebih dalam,” ujar Wawan.
Maka dari itu, dia pun meminta agar pemerintah mengetatkan pertahanan di wilayah paling barat Indonesia itu. Pasalnya menurut dia, akan menjadi sebuah penodaan martabat bila AS terus menerus melakukan pencurian informasi di wilayah kedaulatan Indonesia.
Intelijen Asing Bidik Aceh dan Papua
Intelijen asing dinilai membidik wilayah Aceh dan Papua. Sebab, dua wilayah itu merupakan wilayah perbatasan negara yang potensial akan sumber daya alam.
Karena itu, keberadaan pesawat militer Amerika Serikat (AS) di langit Kota Aceh, Senin (20/5) lalu, perlu mendapat perhatian serius. Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid menilai, pemerintah harus lebih serius menjaga wilayah terdepan Indonesia, dalam hal ini Papua dan Aceh. “Karena di wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah yang banyak intelijen asing,” kata Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (22/5).
Selain membidik kekayaan alam Indonesia, intelijen asing juga disebut Hidayat kerap mencampuri politik dalam negeri. Tak heran maka Papua dan Aceh kerap dilanda gesekan politik dan separatisme.
“Ada dua motif asing di Indonesia ekonomi yakni mengeruk sumber daya alam. Selain itu ada motif politik,” ujarnya.
Menurut Hidayat, motif politik bisa saja dibawa agen asing untuk menghancurkan Indonesia. Sejumlah isu pun dijadikan kedok untuk merongrong kedaulatan bangsa, di antaranya soal HAM. “Mereka ini bisa saja memiliki motif politik yang berniat membuat kekisruhan di Indonesia,” ujar politikus PKS ini.
Terkait dengan peristiwa pesawat militer AS yang memasuki wilayah Indonesia, Hidayat pun angkat suara, “Bisa saja itu adalah intelijen.”
Menyusul aksi pesawat AS di Aceh, Pengamat intelejen Wawan Purwanto meminta pemerintah meminta penjelasan ke negara Paman Sam. “Tentu saja harus ada penjelasan yang kongkret (dari AS). Karena kalau alasannya habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang bisa dicerna,” ujar dia ketika dihubungi, Rabu (22/5).
Wawan mengatakan, awak militer AS memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk soal persediaan bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan rahasia lagi sudah dilengkapi dengan ragam fitur teknologi super canggih. Sehingga, kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir zero probability alias mustahil.
“Jadi besar kemungkinan ada yang dilanggar secara sengaja oleh pihak AS dalam aturan zona terbang di Negara kita,” ujarnya.
Wawan menambahkan, insiden soal pelanggaran zona terbang, seperti oleh AS, sebenarnya bukan kejadian pertama. Tahun 2009 lalu, pesawat militer Indonesia jenis Sukhoi sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar. Tiba-tiba ada benda asing yang dipastikan merupakan pesawat militer luar negeri, menjadikan Sukhoi itu sebagai sasaran tembak.
Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian menghilang. Hal itu menjadi bukti bahwa wilayah udara Indonesia rentan ditembus kekuatan asing.
“Dulu pesawat kita di-lock (dibidik) oleh armada asing. Ya itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit Indonesia,” jelas dia.
AS sendiri telah mengakui kesalahan karena pesawat militer Dornier seri 328 miliknya melintasi wilayah Indonesia. Pihak AS mengaku terpaksa mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.
"Kesalahan mendaratnya pesawat itu ada di pihak kami," kata Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel saat mendampingi Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman.
Pesawat militer AS sebelumnya berangkat dari Maladewa menuju Singapura, Senin (20/5). Namun pesawat itu terpaksa mendarat di kawasan Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.
Marciel menerangkan awak pesawat Dornier 328 semula menduga izin terbang di kawasan Indonesia masih berlaku. Namun ternyata izin terbangnya telah kadaluwarsa.
Aktivitas rahasia pihak asing, khususnya AS, memang pernah diungkapkan oleh laman Wikileaks. Pada tahyn 2010, Wikileaks pernah merilis 3.059 dokumen rahasia Amerika Serikat yang terkait Indonesia.
Dari dokumem itu terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).[n dyah meta novia/gilang akbar prambadi ed: abdullah sammy]
Pemerintah Semakin Waspadai Intelijen Asing
Pendaratan darurat pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) di Aceh beberapa waktu lalu, menyedot perhatian sejumlah kalangan. Tak pelak, kejadian ini kemudian menimbulkan kecurigaan tentang adanya upaya intelijen asing yang berusaha masuk ke Indonesia.
"Kegiatan (intelijen asing) ini patut diwaspadai semua pihak," kata Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan, Mayjen Hartind Asrin, kepada Republika, Kamis (23/5).
Ia mengungkapkan, sejak kejadian tersebut, pemerintah semakin meningkatkan kualitas pengawalan di daerah-daerah perbatasan. Termasuk berbagai pintu masuk, seperti bandar udara dan pelabuhan.
Para aparat yang bertugas di tempat-tempat tersebut pun diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya.
Hartind tak menampik adanya agen-agen asing yang masuk ke Indonesia. Mereka biasanya memiliki cover story dan cover job yang beragam. Ada yang bekerja sebagai wartawan, aktivis LSM, buruh, dan lain sebagainya.
Tidak sampai di situ saja, lanjutnya, tidak terutup kemungkinan organisasi intelijen luar negeri juga merekrut WNI sebagai perpanjangan tangan mereka. "Merekrut orang-orang lokal adalah cara yang paling bagus buat mereka," ujarnya.
Sekitar satu dekade lalu, mantan pimpinan TNI Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan, ada 60 ribu agen asing yang berkeliaran di Indonesia. Terkait hal tersebut, Hartind mengaku pemerintah sampai saat ini belum lagi mengantongi data pasti soal jumlah agen asing yang masuk ke negara ini.
"Karena tugas pendataan itu ada pada BIN (Badan Intelijen Negara-red), sedangkan pemerintah (kemenhan) hanya membuat kebijakannya," tuturnya.
Menurutnya, isu yang berkembang sejauh ini umumnya masih sebatas opini publik saja.
coba klo indo punya s-400 msh beranikah psawat asing msk tanpa izin
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNdak usah jauh2 masalah intelejen asing,diNKRI banyak intelejen AS sdh mendarah daging di warga negara Indonesia (oknum) dan mau diapakan pemerintah sdh tdk tegas lagi thd intelejen. Kalau memang melanggar sbg agen asing,hrs dimulai sekarang diadakan penindakan dan diadakan aturan yg baru utk intelejen NKRI......
BalasHapus