Pertemuan puncak ASEAN dimanfaatkan Tokyo untuk menggalang dukungan dalam konflik teritorial dengan Cina. Sebaliknya negara-negara Asia Tenggara khawatir harus memilih antara dua kekuatan regional tersebut.
Ketika Jepang menggawangi pertemuan puncak ASEAN di Tokyo akhir pekan ini, agenda utama pembicaraan didominasi oleh negara yang justru tidak diundang, yaitu Cina.
Konflik yang merebak antara Beijing dan Tokyo seputar Laut Cina Timur menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara ASEAN. "Hubungan baik antara kedua negara berperan sangat kritis bagi masa depan kawasan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sela-sela pertemuan.
Yudhoyono mendesak agar kedua negara menggunakan "jalur komunikasi terbuka" guna menghindari "kesalahpahaman". Jepang melalui PM Shinzo Abe sudah menyatakan kesediaan "berdialog", kendati meminta "sikap yang sama" dari negeri jiran tersebut.
Kampanye dukungan Jepang dan AS
Pertemuan di Tokyo digelar untuk memperingati 40 tahun hubungan antara Jepang dan negara-negara ASEAN. Seusai pertemuan kepala negara dan pemerintahan diharapkan mengeluarkan komunike berisikan tuntutan agar pihak-pihak yang bertikai "menyelesaikan konflik teritorial dengan cara damai dan menjamin kebebasan penerbangan di wilayah tersebut," kata Presiden Filipina, Benigno Aquino.
ASEAN terkesan bersikap hati-hati dan menghindari pernyataan tajam ke arah Cina terkait konflik di Laut Cina Timur. Asia Tenggara saat ini menjadi kawasan kunci buat dua negara yang bertikai.
Cina, kendati merupakan mitra dagang terbesar ASEAN, tidak cuma berseteru dengan Jepang terkait kepulauan Diayou atau Senkaku, melainkan juga terlibat dalam konflik teritorial di kawasan Laut Cina Selatan dengan Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia.
Konferensi di Jepang, dipadu dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry ke Vietnam dan Filipina mulai Jumat (14/12), menandai upaya kedua negara menggalang dukungan di kawasan yang diperebutkan oleh ketiga kekuatan ekonomi dunia itu.
ASEAN terjebak antara dua raksasa
Menjelang pertemuan puncak akhir pekan, Jepang Rabu (12/12) silam menyepakati perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN. Kesepakatan yang masih digodok itu menyasar pembebasan biaya bea cukai dalam sepuluh tahun kedepan.
Selain itu Tokyo juga membuat perjanjian bilateral, antara lain memperluas perjanjian nilai mata uang alias Bilateral Swap Agreement (BSA) dengan Indonesia, Filipina dan Singapura, serta perjanjian maritim dengan Malaysia yang juga mencakup bidang militer.
Sebaliknya Cina juga getol meningkatkan hubungan dagang dengan ASEAN melalui serangkaian perjanjian yang dibuat beberapa waktu lalu. "Kalau negara kekuatan ekonomi dunia tertarik pada anda, itu bisa menciptakan peluang. Negara-negara Asia Tenggara khawatir harus membuat pilihan antara Cina dan Jepang bersama sekutunya Amerika Serikat," kata Malcolm Cook, pakar hubungan internasional di Flinders University, Australia, seperti diliansir Business Week.
Ketika Jepang menggawangi pertemuan puncak ASEAN di Tokyo akhir pekan ini, agenda utama pembicaraan didominasi oleh negara yang justru tidak diundang, yaitu Cina.
Konflik yang merebak antara Beijing dan Tokyo seputar Laut Cina Timur menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara ASEAN. "Hubungan baik antara kedua negara berperan sangat kritis bagi masa depan kawasan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sela-sela pertemuan.
Yudhoyono mendesak agar kedua negara menggunakan "jalur komunikasi terbuka" guna menghindari "kesalahpahaman". Jepang melalui PM Shinzo Abe sudah menyatakan kesediaan "berdialog", kendati meminta "sikap yang sama" dari negeri jiran tersebut.
Kampanye dukungan Jepang dan AS
Pertemuan di Tokyo digelar untuk memperingati 40 tahun hubungan antara Jepang dan negara-negara ASEAN. Seusai pertemuan kepala negara dan pemerintahan diharapkan mengeluarkan komunike berisikan tuntutan agar pihak-pihak yang bertikai "menyelesaikan konflik teritorial dengan cara damai dan menjamin kebebasan penerbangan di wilayah tersebut," kata Presiden Filipina, Benigno Aquino.
ASEAN terkesan bersikap hati-hati dan menghindari pernyataan tajam ke arah Cina terkait konflik di Laut Cina Timur. Asia Tenggara saat ini menjadi kawasan kunci buat dua negara yang bertikai.
Cina, kendati merupakan mitra dagang terbesar ASEAN, tidak cuma berseteru dengan Jepang terkait kepulauan Diayou atau Senkaku, melainkan juga terlibat dalam konflik teritorial di kawasan Laut Cina Selatan dengan Filipina, Vietnam, Brunei dan Malaysia.
Konferensi di Jepang, dipadu dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry ke Vietnam dan Filipina mulai Jumat (14/12), menandai upaya kedua negara menggalang dukungan di kawasan yang diperebutkan oleh ketiga kekuatan ekonomi dunia itu.
ASEAN terjebak antara dua raksasa
Menjelang pertemuan puncak akhir pekan, Jepang Rabu (12/12) silam menyepakati perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN. Kesepakatan yang masih digodok itu menyasar pembebasan biaya bea cukai dalam sepuluh tahun kedepan.
Selain itu Tokyo juga membuat perjanjian bilateral, antara lain memperluas perjanjian nilai mata uang alias Bilateral Swap Agreement (BSA) dengan Indonesia, Filipina dan Singapura, serta perjanjian maritim dengan Malaysia yang juga mencakup bidang militer.
Sebaliknya Cina juga getol meningkatkan hubungan dagang dengan ASEAN melalui serangkaian perjanjian yang dibuat beberapa waktu lalu. "Kalau negara kekuatan ekonomi dunia tertarik pada anda, itu bisa menciptakan peluang. Negara-negara Asia Tenggara khawatir harus membuat pilihan antara Cina dan Jepang bersama sekutunya Amerika Serikat," kata Malcolm Cook, pakar hubungan internasional di Flinders University, Australia, seperti diliansir Business Week.
♞ dw.de
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.