Yonif 600 / Raider |
☆ Raider Bersumpit ☆
"Senjata sumpit ini memang hebat dan tidak kalah dengan senjata api, pistol ataupun
senapan. Oleh karenanya, satuan ini menjadi tertarik mengadopsinya
menjadi salah satu peralatan tempur prajurit dan mengkombinasikannya
dengan senjata organik militer mereka, Untuk dipergunakan bagi
kepentingan tugas.”
Sebagai satuan tempur yang memang dalam
kehidupan kesehariannya bergaul dengan senjata mematikan untuk membunuh
musuh, maka Yonif 600/Raider yang bermarkas di Kalimantan ini
terinspirasi oleh senjata yang biasa dipergunakan oleh Suku Dayak di
pedalaman Kalimantan. Senjata Sumpit yang biasa digunakan oleh Suku
Dayak ini untuk berburu binatang, dengan menggunakan anak sumpit yang
ujungnya diberi racun dari ramuan getah tumbuh-tumbuhan dan bisa
binatang buas, dapat menimbulkan efek kematian yang relatif singkat
pada sasaran yang disumpitnya.
Realisasinya, pada Pebruari 2003 satuan ini membentuk “Tim Sumpit”, yang personelnya diambil dari para prajurit batalyon keturunan asli Dayak.
Sebulan kemudian, Yonif 600/Raider mendatangkan pelatih dari tokoh Dayak
Pedalaman yang terkenal dengan sumpit beracunnya untuk melatih 25
orang prajurit tentang cara penggunaan sumpit dan pembuatan racun yang
dipakai untuk anak sumpit.
Memang, sebelum masuk menjadi tentara, kedua puluh lima orang
prajurit itu sudah terbiasa menggunakan sumpit dalam kehidupan
sehari-harinya untuk berburu hewan di hutan. Namun didalam penggunaan
ramuan yang dipakai untuk anak sumpit berbeda-beda, karena mereka
berasal dari bermacam-macam Suku Dayak. Agar terdapat kesamaan dalam
penggunaan ramuan racun anak sumpit, yang menghasilkan racun yang
sangat bagus, mematikan dan cepat reaksinya, maka mereka dibimbing
selama tiga bulan oleh para tokoh Suku Dayak pedalaman Kalimantan itu.
Selain itu, mereka juga mendapat pelatihan tentang bagaimana cara
membawa dan teknik menggunakan senjata sumpit di medan pertempuran,
mengingat mereka juga harus tetap membawa perlengkapan perorangan,
termasuk ransel dan sejata api.
Setelah latihan selesai, lalu kedua puluh lima orang prajurit itu disebar
ke kompi-kompi dan pada setiap seminggu sekali, mereka memberikan
pelatihan kepada rekan-rekannya yang lain, agar seluruh anggola Yonif
600/ Raider mampu menggunakan sumpit.
Inisiatif dan upaya keras untuk
menjadikan Sumpit sebagai senjata prajurit ini ternyata tidaklah
sia-sia. Terbukti saat Yonif 600/ Raider bertugas ke Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) 2004¬2005, personel Tim Sumpit yang disebar ke
dalam tiap-tiap tim, dengan pembagian di setiap tim terdapat tiga
hingga empat orang prajurit berkemampuan menggunakan senjata Sumpit,
berhasil membunuh empat orang. pemberontak GAM, sekaligus menyita empat
pucuk senjata AK-47 yang mereka pakai.
Ceritanya, pada Februari 2004 saat Tim Anas-1 Kipan A Yonif
600/Raider yang dipirnpin Lettu Inf Mulyadi melaksanakan penyergapan di
Kampung Blang Sukun, Pidie. Ketika itu, tim dibagi menjadi empat
kelompok, salah satu tim dipimpin Oleh Kopda Impung Upai, salah satu
personel “Tim Sumpit, yang jabatan sehari-harinya di satuan adalah
sebagai Tamtama Penembak SMR (Senapan Mesin Ringan). Sebelum kelompok
lain masuk kedudukan, Kelompok-4 yang dipinpin Kopda Impung Upai, putra
asli Dayak kelahiran Datah Bilang, Tenggarong 6 Juli 1977 ini adalah
kelompok yang pertama kali masuk kedudukan. Saat akan masuk, terlihat
satu orang pos tinjau GAM lengkap dengan senjata AK 47 sedang
berjaga-jaga. Agar gerakan tetap rahasia dan kehadiran pasukan tidak
diketahui musuh, Kopda Impung Upai lalu melumpuhkan pos tinjau tersebut
dengan menggunakan sumpit. Anak sumpit tepat mengenai leher bagian
belakang anggota GAM itu. Tidak lebih dari 10 detik, orang itu roboh
dengan tidak menimbulkan suara berisik.
Senjata lain mereka ambil.
Dengan tewasnya pos tinjau GAM tersebut, kelompok lain dari pasukan
Yonif 600/Raider dapat masuk kedudukan dengan aman tanpa diketahui GAM
dan penyergapanpun dapat dilaksanakan dengan sukses tanpa ada korban
dari pihak kawan.
"Raider menggunakan sumpit sebagai senjata mematikan untuk menghadapi
musuh di dalam penugasan inilah, yang merupakan ciri khas Yonif
600/Raider dan membedakan satuan kami dengan satuan Raider lainnya di
Indonesia" ujar Danyonif 600/Raider Letkol Inf R. Haryono.
Penggunaan sumpit
memang sangat cocok untuk pasukan Raider, yang salah satu semboyannya
adalah “senyap dalam bergerak”. Selain untuk menjaga kerahasiaan gerak
pasukan, juga untuk “bunuh senyap”. Keberadaan senjata sumpit terasa
tepat menggantikan fungsi senjata berperedam, yang Iebih diperuntukkan
bagi aksi pertempuran kota atau Pertempuran Jarak Dekat (PJD) dan
tidak dipergunakan untuk medan-medan penugasan berupa hutan.
Dengan mempelajari kesuksesan penggunaan sumpit di medan tugas, maka
sampai sekarang Yonif 600/Raider tetap memelihara kemampuan personelnya
dalam menggunakan sumpit dan menjadikan penggunaan sumpit sebagai
kualifikasi seluruh personel Yonif 600/Raider, sekaligus melakukan
regenerasi personel Tim Sumpit dengan merekrut para prajuril batalyon
yang berasal dari etnis Dayak. Suku Dayak mengenal berbagai macam
senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada zaman
dahulu atau untuk kegunaan sehari-hari, seperti di ladang. Misalnya
sumpitan (sipet), mandau, lonjo (tombak), perisai (telawang), dan taji.
Senjata sumpit berupa buluh dari batang
kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat
dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berangbungkan,
rasak, atau kayu plepek. Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter
yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu
sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek.
Secara tradisional, kalau ingin tepat sasaran dan kuat bernapas, panjang
sumpit harus sesuai dengan tinggi badan orang yang menggunakannya,
Bagian yang paling penting dari sumpitan, selain batang sumpit, yaitu
pelurunya atau anak sumpitnya yang disebut damek. Ujung anak sumpit
runcing, sedang bagian pangkal belakang ada semacam gabus dan sejenis
dahan pohon agar anak sumpit melayang saat menuju sasaran.
Racun damek
oleh etnis Dayak Lundayeh disebut parir. Racun yang sangat mematikan ini
merupakan campuran dari berbagai getah pohon, ramuan tumbuhan serta
bisa binatang seperti ular dan kalajengking. Selain beracun, kelebihan
yang dimiliki senjata ini dibandingkan dengan senjata khas Dayak
lainnya, yakni kemampuan mengenai sasaran dalam jarak yang relatif
jauh. Jarak efektif bisa mencapai puluhan meter, tergantung kemampuan
si penyumpit. Selain itu, senjata ini juga tidak menimbulkan bunyi.
Unsur senyap ini sangat penting saat mengincar musuh maupun binatang
buruan yang sedang lengah.
☆ Sumber dari Majalah Defender ☆
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.