Surabaya ♼ Sebanyak 17 anggota TNI Angkatan Laut anak buah kapal (ABK) KRI Fatahilah divonis tiga hingga sembilan bulan penjara karena menganiaya ABK baru hingga tewas saat masa orientasi di kapal.
Vonis tersebut dijatuhkan oleh ketua majelis hakim Pengadilan Militer Surabaya Mayor Chk Suyanto di Jalan Raya Juanda, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/11). Vonis terhadap 17 anggota TNI AL itu dilakukan dalam dua kali persidangan. Sidang pertama menghadirkan delapan terdakwa dan sidang kedua dengan sembilan terdakwa.
Korban tewas akibat penganiayaan 17 anggota TNI AL lulusan tamtama dan bintara tersebut adalah Kelasi Dua Iskandar yang saat itu menjadi anggota baru ABK KRI Fatahilah. Korban meninggal pada awal Juni 2012.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim dipotong masa tahanan, karena sebelumnya para terdakwa mendekam di tahanan rata-rata 80 hari. Atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Militer, ke-17 terdakwa anggota TNI AL Armatim Surabaya itu melalui tim penasehat hukum mereka menyatakan akan berpikir, apakah akan menerima putusan itu atau mengajukan banding.
"Tinggi rendahnya hukuman itu dijatuhkan sesuai dengan peran para terdakwa dalam melakukan penganiayaan," kata Humas Pengadilan Militer Surabaya Kapten Chk Arief Sudibya.
Menganiaya Teman, 17 ABK KRI Fatahillah Dihukum 3 hingga 9 Bulan Penjara
Sidang vonis penganiayaan anak buah kapal (ABK) Kelasi (Kls) Iskandar yang dilakukan 17 ABK KRI Fatahillah 361 digelar di Pengadilan Militer (Dilmil) III/12 Surabaya, Senin (18/11/2013). Dalam sidang itu, ke-17 ABK divonis bervariasi, antara tiga hingga sembilan bulan.
Sidang dibagi dua berkas, sesuai peran mereka atas penganiayaan korban hingga meregang nyawa. Sidang pertama menghadirkan delapan terdakwa Kopral Dua (Kopda) Edi Santoso dan Kls Rdl Dwi Setiawan, ABK paling senior.
Majelis hakim yang diketuai Letkol M Suyanto memutuskan bahwa mereka terbukti bersalah melakukan penganiayaan atas Iskandar.
"Dengan begitu, maka terdakwa Edi Santoso diganjar hukuman sembilan bulan penjara," kata Suyanto, Senin (18/11/2013).
Adapun ketujuh terdakwa lain masing-masing diganjar hukuman enam dan tiga bulan penjara.
Kemudian pada sidang berikutnya, menghadirkan sembilan terdakwa yang juga divonis bervariasi.
Terdakwa Kls Bah Tino Aris Prayudha dihukum pidana enam bulan. Sedangkan delapan terdakwa lain divonis lima bulan penjara.
Dalam amar putusan itu, majelis hakim melihat bahwa para terdakwa tak terbukti melakukan Pasal 170 KUHP atau kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Para terdakwa hanya dikenai dakwaan subsidair Pasal 351 Ayat 1 jo Pasal 55 Ayat jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau tentang penganiayaan.
"Hal yang meringankan terdakwa adalah belum pernah dipidana, masih muda, dan menyesali perbuatan. Sedangkan yang memberatkan adalah bertentangan dengan Sapta Marga," urainya.
Usai vonis dibacakan, hakim kemudian meminta para terdakwa berkonsultasi dengan penasehat hukum. Kemudian terdakwa menyatakan masih pikir-pikir. "Kami pilih pikir-pikir dulu," katanya.
Sedangkan PP Dilmil III/12 Surabaya, Kapten Arif Sudibya menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada akhir Mei-Juni 2012 lalu. Saat itu, penganiayaan pada korban Iskandar terjadi pada masa orientasi ABK baru ketika masuk kapal. "Memang ada tradisi tertentu ketika masuk kapal," kata Arif.
Dari dakwaan, korban ditemukan meninggal dengan luka memar pada bagian perut. Kejadian pada Sabtu 9 Juni 2012 pagi, Kld Christianto Hanggara diperintah Kls Tlg Eko Nur Hidayat (terdakwa) untuk mencari korban ke ruangan tapi tak ada.
Kemudian Hanggara menuju ruang bakes dan masuk ruang itu dan dia melihat ada bayangan putih seperti baju yang dipakai orang. Kemudian Kld Rjd Andreas Wijayanto (terdakwa) mengecek ke ruang bakes dan melihat korban gantung diri di ruang itu.
Selanjutnya Andreas memberitahu Hanggara mengenai korban yang tergantung dengan tali tampar biru.
Selanjutnya Hanggara bantu Andreas melepas ikatan tali dan menurunkan korban, dibawa ke atas ruangan loonge room bintara menunggu petugas Dinkes Armatim. Serda Rum Rachmat Benni Purwanto dan Kopda Apm Yayan (Anggota Dinkes Armatim) tiba di KRI Fatahillah datang dan melakukan pemeriksaan dan diketahui korban meninggal.
Mereka kemudian membawa korban ke RSAL Ramelan. Forensik simpulkan dari visum, ada tanda kekerasan benda tumpul di leher dan perut tengah korban dan meninggalnya korban bukan gantung diri.
"Sidang ini berjalan lama, karena sebagian saksi adalah pelaut yang berlayar dalam waktu cukup lama," katanya.
Vonis tersebut dijatuhkan oleh ketua majelis hakim Pengadilan Militer Surabaya Mayor Chk Suyanto di Jalan Raya Juanda, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (18/11). Vonis terhadap 17 anggota TNI AL itu dilakukan dalam dua kali persidangan. Sidang pertama menghadirkan delapan terdakwa dan sidang kedua dengan sembilan terdakwa.
Korban tewas akibat penganiayaan 17 anggota TNI AL lulusan tamtama dan bintara tersebut adalah Kelasi Dua Iskandar yang saat itu menjadi anggota baru ABK KRI Fatahilah. Korban meninggal pada awal Juni 2012.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim dipotong masa tahanan, karena sebelumnya para terdakwa mendekam di tahanan rata-rata 80 hari. Atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Militer, ke-17 terdakwa anggota TNI AL Armatim Surabaya itu melalui tim penasehat hukum mereka menyatakan akan berpikir, apakah akan menerima putusan itu atau mengajukan banding.
"Tinggi rendahnya hukuman itu dijatuhkan sesuai dengan peran para terdakwa dalam melakukan penganiayaan," kata Humas Pengadilan Militer Surabaya Kapten Chk Arief Sudibya.
Menganiaya Teman, 17 ABK KRI Fatahillah Dihukum 3 hingga 9 Bulan Penjara
Sidang vonis penganiayaan anak buah kapal (ABK) Kelasi (Kls) Iskandar yang dilakukan 17 ABK KRI Fatahillah 361 digelar di Pengadilan Militer (Dilmil) III/12 Surabaya, Senin (18/11/2013). Dalam sidang itu, ke-17 ABK divonis bervariasi, antara tiga hingga sembilan bulan.
Sidang dibagi dua berkas, sesuai peran mereka atas penganiayaan korban hingga meregang nyawa. Sidang pertama menghadirkan delapan terdakwa Kopral Dua (Kopda) Edi Santoso dan Kls Rdl Dwi Setiawan, ABK paling senior.
Majelis hakim yang diketuai Letkol M Suyanto memutuskan bahwa mereka terbukti bersalah melakukan penganiayaan atas Iskandar.
"Dengan begitu, maka terdakwa Edi Santoso diganjar hukuman sembilan bulan penjara," kata Suyanto, Senin (18/11/2013).
Adapun ketujuh terdakwa lain masing-masing diganjar hukuman enam dan tiga bulan penjara.
Kemudian pada sidang berikutnya, menghadirkan sembilan terdakwa yang juga divonis bervariasi.
Terdakwa Kls Bah Tino Aris Prayudha dihukum pidana enam bulan. Sedangkan delapan terdakwa lain divonis lima bulan penjara.
Dalam amar putusan itu, majelis hakim melihat bahwa para terdakwa tak terbukti melakukan Pasal 170 KUHP atau kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum. Para terdakwa hanya dikenai dakwaan subsidair Pasal 351 Ayat 1 jo Pasal 55 Ayat jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau tentang penganiayaan.
"Hal yang meringankan terdakwa adalah belum pernah dipidana, masih muda, dan menyesali perbuatan. Sedangkan yang memberatkan adalah bertentangan dengan Sapta Marga," urainya.
Usai vonis dibacakan, hakim kemudian meminta para terdakwa berkonsultasi dengan penasehat hukum. Kemudian terdakwa menyatakan masih pikir-pikir. "Kami pilih pikir-pikir dulu," katanya.
Sedangkan PP Dilmil III/12 Surabaya, Kapten Arif Sudibya menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada akhir Mei-Juni 2012 lalu. Saat itu, penganiayaan pada korban Iskandar terjadi pada masa orientasi ABK baru ketika masuk kapal. "Memang ada tradisi tertentu ketika masuk kapal," kata Arif.
Dari dakwaan, korban ditemukan meninggal dengan luka memar pada bagian perut. Kejadian pada Sabtu 9 Juni 2012 pagi, Kld Christianto Hanggara diperintah Kls Tlg Eko Nur Hidayat (terdakwa) untuk mencari korban ke ruangan tapi tak ada.
Kemudian Hanggara menuju ruang bakes dan masuk ruang itu dan dia melihat ada bayangan putih seperti baju yang dipakai orang. Kemudian Kld Rjd Andreas Wijayanto (terdakwa) mengecek ke ruang bakes dan melihat korban gantung diri di ruang itu.
Selanjutnya Andreas memberitahu Hanggara mengenai korban yang tergantung dengan tali tampar biru.
Selanjutnya Hanggara bantu Andreas melepas ikatan tali dan menurunkan korban, dibawa ke atas ruangan loonge room bintara menunggu petugas Dinkes Armatim. Serda Rum Rachmat Benni Purwanto dan Kopda Apm Yayan (Anggota Dinkes Armatim) tiba di KRI Fatahillah datang dan melakukan pemeriksaan dan diketahui korban meninggal.
Mereka kemudian membawa korban ke RSAL Ramelan. Forensik simpulkan dari visum, ada tanda kekerasan benda tumpul di leher dan perut tengah korban dan meninggalnya korban bukan gantung diri.
"Sidang ini berjalan lama, karena sebagian saksi adalah pelaut yang berlayar dalam waktu cukup lama," katanya.
♞ Metrotv | Tribunnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.