Mantan PM Australia ini memuji respons Barack Obama.
Mantan Perdana Menteri Australia Julia Gillard angkat suara mengenai skandal penyadapan yang dilakukan negaranya kepada sejumlah pejabat teras Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sebuah wawancara khusus dengan CNN, Julia mengakui, skandal ini membuat posisi Australia sulit.
Dikutip dari laman CNN edisi 21 November 2013, ini kali pertama Gillard diwawancarai setelah dipaksa turun dari kursi kekuasaan oleh partainya sendiri, awal tahun ini. Berbicara mengenai skandal penyadapan Australia, Gillard membandingkan reaksi suksesornya, PM Tony Abbott, dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Gillard memuji cara Obama mengatasi skandal penyadapan AS terhadap Kanselir Jerman Angela Merkel.
Dia mengakui, pejabat Australia memang tak selayaknya mengomentari urusan intelijen. Meski demikian, kata dia, Australia tetap bisa memberikan janji kepada Indonesia bahwa penyadapan itu tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. "Saya kira, itu adalah respons yang layak dari Australia kepada Indonesia di masa sulit ini," kata dia.
Saat diminta tanggapannya mengenai kemarahan Jakarta paska terkuaknya skandal penyadapan badan intelijen DSD, Gillard menyarankan Pemerintah Australia meninjau ulang sistem dan prosedur keamanan nasional. "Saya rasa, ini adalah isu yang sulit bagi Pemerintah, khususnya untuk mendapat keseimbangan yang benar. Keputusan sampai di mana batasannya (intelijen), itu sulit," kata dia.
Lebih jauh, Gillard yang juga Wakil PM Australia di masa Kevin Rudd ini menilai, Pemerintah sulit menyeimbangkan antara pengumpulan informasi dengan privasi, terutama dalam menghadapi serangan teroris. Saat serangan teroris muncul, imbuhnya, rakyat Australia ramai-ramai mempertanyakan Pemerintah. "Mengapa Anda (Pemerintah) tidak tahu? Mengapa Anda tidak mengumpulkan intelijen? Mengapa Anda tidak menghentikannya?" kata Gillard.
Namun, di sisi lain, masyarakat menginginkan privasi mereka. "Saya mau privasi dan saya tidak mau telepon saya disadap," imbuhnya. Masalahnya, kata Gillard, intelijen dan privasi sangat sulit berjalan secara beriringan.
“Apakah Pemerintah selalu benar? Well, pastinya tidak. Pemerintah dibuat oleh manusia biasa dan error pasti ada. Tapi, Anda butuh sistem sebuah sistem yang memiliki checks and balances yang cukup."
Mantan Perdana Menteri Australia Julia Gillard angkat suara mengenai skandal penyadapan yang dilakukan negaranya kepada sejumlah pejabat teras Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sebuah wawancara khusus dengan CNN, Julia mengakui, skandal ini membuat posisi Australia sulit.
Dikutip dari laman CNN edisi 21 November 2013, ini kali pertama Gillard diwawancarai setelah dipaksa turun dari kursi kekuasaan oleh partainya sendiri, awal tahun ini. Berbicara mengenai skandal penyadapan Australia, Gillard membandingkan reaksi suksesornya, PM Tony Abbott, dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Gillard memuji cara Obama mengatasi skandal penyadapan AS terhadap Kanselir Jerman Angela Merkel.
Dia mengakui, pejabat Australia memang tak selayaknya mengomentari urusan intelijen. Meski demikian, kata dia, Australia tetap bisa memberikan janji kepada Indonesia bahwa penyadapan itu tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. "Saya kira, itu adalah respons yang layak dari Australia kepada Indonesia di masa sulit ini," kata dia.
Saat diminta tanggapannya mengenai kemarahan Jakarta paska terkuaknya skandal penyadapan badan intelijen DSD, Gillard menyarankan Pemerintah Australia meninjau ulang sistem dan prosedur keamanan nasional. "Saya rasa, ini adalah isu yang sulit bagi Pemerintah, khususnya untuk mendapat keseimbangan yang benar. Keputusan sampai di mana batasannya (intelijen), itu sulit," kata dia.
Lebih jauh, Gillard yang juga Wakil PM Australia di masa Kevin Rudd ini menilai, Pemerintah sulit menyeimbangkan antara pengumpulan informasi dengan privasi, terutama dalam menghadapi serangan teroris. Saat serangan teroris muncul, imbuhnya, rakyat Australia ramai-ramai mempertanyakan Pemerintah. "Mengapa Anda (Pemerintah) tidak tahu? Mengapa Anda tidak mengumpulkan intelijen? Mengapa Anda tidak menghentikannya?" kata Gillard.
Namun, di sisi lain, masyarakat menginginkan privasi mereka. "Saya mau privasi dan saya tidak mau telepon saya disadap," imbuhnya. Masalahnya, kata Gillard, intelijen dan privasi sangat sulit berjalan secara beriringan.
“Apakah Pemerintah selalu benar? Well, pastinya tidak. Pemerintah dibuat oleh manusia biasa dan error pasti ada. Tapi, Anda butuh sistem sebuah sistem yang memiliki checks and balances yang cukup."
♞ Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.