Di QatarSudut kota Doha ★
Arab Saudi mengumumkan daftar teroris yang memiliki hubungan dengan Qatar, melalui sebuah pernyataan yang dikeluarkan bersama Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sebanyak 59 individu dan 12 kelompok masuk ke dalam daftar tersebut karena diduga mendapatkan aliran dana dari Qatar.
"Ini berkaitan dengan komitmen untuk memerangi terorisme, mengeringkan sumber pendanaan bagi terorisme, memerangi ideologi ekstrem dan instrumen yang menyebarkan dan mempublikasikannya, serta melalukan tindakan bersama untuk mengakhirinya dan memperkuat masyarakat," tulis pernyataan tersebut yang dikutip Aljazirah.
"Ini adalah akibat dari berlanjutnya pelanggaran yang dilakukan otoritas Doha mengenai komitmen dan kesepakatan yang telah ditandatangani, termasuk komitmen untuk tidak mendukung atau melindungi elemen atau kelompok yang mengancam keamanan negara," ujar pernyataan itu.
Daftar yang dirilis pada Kamis (8/6) itu juga memasukkan pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin, Yousuf al-Qaradawi. Sementara 18 warga Qatar yang tercantum dalam daftar tersebut mencakup pengusaha, politisi, dan anggota senior keluarga dari pemerintah yang berkuasa, termasuk mantan Menteri Dalam Negeri Qatar.
Arab Saudi dan sekutunya, termasuk UEA, Bahrain dan Mesir, yang bukan anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), telah memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Arab Saudi mengklaim, negara anggota GCC itu telah mendukung terorisme dan ekstrimisme. Namun Qatar membantah keras tuduhan tersebut.
"Kami belum siap untuk menyerah dan tidak akan pernah siap untuk menyerahkan kemerdekaan kebijakan luar negeri kami," kata Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, kepada Aljazirah.
Dia juga mengatakan bahwa Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, tidak akan meninggalkan negaranya setelah diboikot. Oleh karena itu, ia tidak dapat menghadiri mediasi yang ditawarkan oleh Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih.
Qatar Tolak Tuduhan Sejumlah Negara Arab Soal Terorisme
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani saat berada di Beograd, Serbia. [AP]
Pemerintah Qatar berulang kali membantah tuduhan beberapa negara Arab yang menudingnya mendukung organisasi dan individu terkait dengan terorisme.
Bahkan Qatar menegaskan, negaranya telah memberantas akar terorisme lebih kuat ketimbang banyak penandatanganan pernyataan bersama melawan terorisme.
Hal itu disampaikan Pemerintah Qatar dalam pernyataannya yang dikutip Aljazirah, Jumat (9/6) “Posisi kami dalam melawan terorisme lebih kuat daripada banyak penandatanganan pernyataan bersama, sebuah fakta yang telah diabaikan oleh para penulis,” menurut pernyataan resmi dari pemerintah Qatar.
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani pada Jumat (9/6) menyebut blokade tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional. Ia juga meyakini bahwa ada upaya untuk memobilisasi opini internasional terhadap Qaatar.
“Prosedur yang diambil ini memiliki pelanggaran hukum internasional dan hukum humaniter internasional yang jelas. Itu tidak akan memiliki dampak positif terhadap wilayah tersebut namun negatif,” katanya dalam sebuah konferensi pers saat berkunjung ke Jerman.
Dalam sebuah wawancara dengan Aljazirah, Kamis (8/6), Menlu Qatar mengatakan, negaranya tidak akan tunduk pada tekanan yang diterapkan oleh Arab Saudi, UEA dan sekutunya untuk mengubah kebijakan luar negerinya. Menurut Qatar, langkah tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya.
Qatar Bela Kehadiran Hamas
Hamas
Menteri Luar Negeri Qatar, Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani membela kelompok Hamas. Ia mengatakan, kehadiran Hamas di Doha bertujuan untuk mengupayakan persatuan Palestina. Selain itu, kelompok politik yang berbasis di Gaza itu juga telah mengkoordinasikan kehadirannya di Doha dengan Amerika Serkat (AS).
"Kehadiran Hamas di Doha berada di bawah koordinasi dengan AS dan negara-negara di kawasan ini, dan ini adalah bagian dari upaya kita untuk menengahi faksi Palestina untuk mencapai rekonsiliasi," ujar Syeikh Mohammed bin Abdulrahman kepada Aljazirah.
Pernyataan tersebut disampaikan empat hari setelah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan transportasi dengan Qatar. Pemblokiran itu membawa negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) ke dalam krisis terbesar mereka selama bertahun-tahun.
Keempat negara itu menuduh Qatar mendukung kelompok bersenjata, termasuk Hamas, dan mendukung saingan regional mereka, yaitu Iran. Qatar mengatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
Jalur Gaza telah menghadapi blokade Israel selama satu dekade. Tiga serangan Israel yang dilakukan secara besar-besaran juga telah merusak infrastrukturnya.
Sejumlah pengamat mengatakan, peran Qatar di Palestina adalah mengakomodasi dan mendukung kedua pemain politik utama Palestina, yaitu Hamas dan Otoritas Palestina, badan semi pemerintah yang mengelola Tepi Barat.
Qatar telah berkali-kali menyatakan dukungannya terhadap solusi dua negara atas konflik Palestina-Israel. Meskipun mendukung Hamas, visi Qatar terkait perdamaian bertentangan langsung dengan Hamas.
Pada 2006, Qatar berusaha menjembatani perpecahan antara Fatah, partai penguasa Otoritas Palestina, dan Hamas. Qatar meminta Hamas untuk menerima negara Israel dan berhenti melakukan kekerasan sebagai bentuk perlawanan, yang kemudian ditolak Hamas.
Arab Saudi mengumumkan daftar teroris yang memiliki hubungan dengan Qatar, melalui sebuah pernyataan yang dikeluarkan bersama Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA). Sebanyak 59 individu dan 12 kelompok masuk ke dalam daftar tersebut karena diduga mendapatkan aliran dana dari Qatar.
"Ini berkaitan dengan komitmen untuk memerangi terorisme, mengeringkan sumber pendanaan bagi terorisme, memerangi ideologi ekstrem dan instrumen yang menyebarkan dan mempublikasikannya, serta melalukan tindakan bersama untuk mengakhirinya dan memperkuat masyarakat," tulis pernyataan tersebut yang dikutip Aljazirah.
"Ini adalah akibat dari berlanjutnya pelanggaran yang dilakukan otoritas Doha mengenai komitmen dan kesepakatan yang telah ditandatangani, termasuk komitmen untuk tidak mendukung atau melindungi elemen atau kelompok yang mengancam keamanan negara," ujar pernyataan itu.
Daftar yang dirilis pada Kamis (8/6) itu juga memasukkan pemimpin spiritual Ikhwanul Muslimin, Yousuf al-Qaradawi. Sementara 18 warga Qatar yang tercantum dalam daftar tersebut mencakup pengusaha, politisi, dan anggota senior keluarga dari pemerintah yang berkuasa, termasuk mantan Menteri Dalam Negeri Qatar.
Arab Saudi dan sekutunya, termasuk UEA, Bahrain dan Mesir, yang bukan anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), telah memutus hubungan diplomatik dengan Qatar. Arab Saudi mengklaim, negara anggota GCC itu telah mendukung terorisme dan ekstrimisme. Namun Qatar membantah keras tuduhan tersebut.
"Kami belum siap untuk menyerah dan tidak akan pernah siap untuk menyerahkan kemerdekaan kebijakan luar negeri kami," kata Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, kepada Aljazirah.
Dia juga mengatakan bahwa Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, tidak akan meninggalkan negaranya setelah diboikot. Oleh karena itu, ia tidak dapat menghadiri mediasi yang ditawarkan oleh Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih.
Qatar Tolak Tuduhan Sejumlah Negara Arab Soal Terorisme
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani saat berada di Beograd, Serbia. [AP]
Pemerintah Qatar berulang kali membantah tuduhan beberapa negara Arab yang menudingnya mendukung organisasi dan individu terkait dengan terorisme.
Bahkan Qatar menegaskan, negaranya telah memberantas akar terorisme lebih kuat ketimbang banyak penandatanganan pernyataan bersama melawan terorisme.
Hal itu disampaikan Pemerintah Qatar dalam pernyataannya yang dikutip Aljazirah, Jumat (9/6) “Posisi kami dalam melawan terorisme lebih kuat daripada banyak penandatanganan pernyataan bersama, sebuah fakta yang telah diabaikan oleh para penulis,” menurut pernyataan resmi dari pemerintah Qatar.
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani pada Jumat (9/6) menyebut blokade tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional. Ia juga meyakini bahwa ada upaya untuk memobilisasi opini internasional terhadap Qaatar.
“Prosedur yang diambil ini memiliki pelanggaran hukum internasional dan hukum humaniter internasional yang jelas. Itu tidak akan memiliki dampak positif terhadap wilayah tersebut namun negatif,” katanya dalam sebuah konferensi pers saat berkunjung ke Jerman.
Dalam sebuah wawancara dengan Aljazirah, Kamis (8/6), Menlu Qatar mengatakan, negaranya tidak akan tunduk pada tekanan yang diterapkan oleh Arab Saudi, UEA dan sekutunya untuk mengubah kebijakan luar negerinya. Menurut Qatar, langkah tersebut merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negaranya.
Qatar Bela Kehadiran Hamas
Hamas
Menteri Luar Negeri Qatar, Syeikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani membela kelompok Hamas. Ia mengatakan, kehadiran Hamas di Doha bertujuan untuk mengupayakan persatuan Palestina. Selain itu, kelompok politik yang berbasis di Gaza itu juga telah mengkoordinasikan kehadirannya di Doha dengan Amerika Serkat (AS).
"Kehadiran Hamas di Doha berada di bawah koordinasi dengan AS dan negara-negara di kawasan ini, dan ini adalah bagian dari upaya kita untuk menengahi faksi Palestina untuk mencapai rekonsiliasi," ujar Syeikh Mohammed bin Abdulrahman kepada Aljazirah.
Pernyataan tersebut disampaikan empat hari setelah Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan hubungan transportasi dengan Qatar. Pemblokiran itu membawa negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) ke dalam krisis terbesar mereka selama bertahun-tahun.
Keempat negara itu menuduh Qatar mendukung kelompok bersenjata, termasuk Hamas, dan mendukung saingan regional mereka, yaitu Iran. Qatar mengatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
Jalur Gaza telah menghadapi blokade Israel selama satu dekade. Tiga serangan Israel yang dilakukan secara besar-besaran juga telah merusak infrastrukturnya.
Sejumlah pengamat mengatakan, peran Qatar di Palestina adalah mengakomodasi dan mendukung kedua pemain politik utama Palestina, yaitu Hamas dan Otoritas Palestina, badan semi pemerintah yang mengelola Tepi Barat.
Qatar telah berkali-kali menyatakan dukungannya terhadap solusi dua negara atas konflik Palestina-Israel. Meskipun mendukung Hamas, visi Qatar terkait perdamaian bertentangan langsung dengan Hamas.
Pada 2006, Qatar berusaha menjembatani perpecahan antara Fatah, partai penguasa Otoritas Palestina, dan Hamas. Qatar meminta Hamas untuk menerima negara Israel dan berhenti melakukan kekerasan sebagai bentuk perlawanan, yang kemudian ditolak Hamas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.