Antisipasi terulangnya insiden 2005 Pemerintah saat ini membangun kembali menara suar di Perairan Karang Unarang, Ambalat, Kabupaten Nunukan perbatasan Republik Indonesia- Malaysia.
Pembangunan menara suar yang sudah sepekan berjalan inipun mendapatkan pengawalan dari personel TNI Angkatan Laut.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Nunukan, Letkol Laut (P) Ary Aryono mengatakan, pengawalan ini untuk mengantisipasi gangguan Malaysia. Mengingat kawasan tersebut juga diklaim milik Malaysia.
Dia mengatakan, setiap harinya ada dua personel TNI Angkatan Laut yang mengawasi dan menjaga jalannya pembangunan tersebut.
“Perintah atasan juga seperti itu. Penempatan prajurit TNI AL ini sebagai salah satu counter attack bagi gangguan Malaysia yang pernah terjadi sebagaimana tahun 2005 lalu,” ujarnya, Selasa (6/6/2017).
Saat pembangunan pertama menara suar di Karang Unarang pada 2005, Kapal Perang Malaysia KD Kerambit, sempat memasuki Perairan Karang Unarang dan meminta para pekerja menghentikan pembangunan menara suar tersebut. Namun permintaan dibalas dengan pengusiran oleh Kapal Republik Indonesia Rencong (622).
“Kerambit sempat mengirim pesan selamat datang di Perairan Malaysia. Langsung dibalas KRI Rencong dengan kalimat selamat datang juga di Perairan Indonesia. Lalu KRI Rencong menghalau KD Kerambit untuk menjauh,” ujarnya.
Dengan pengawalan anggota TNI Angkatan Laut, dia memastikan saat ini pembangunan yang sedang berjalan belum mendapatkan gangguan dari pihak manapun.
“Hanya gangguan cuaca yang sesekali membuat kapal tongkang harus menjauh dari 8 tiang pancang sebagai dasar pondasi pembangunan menara laut perbatasan. Karena ditakutkan terjadi tabrakan yang membuat tiang bergeser,” ujarnya yang memperkirakan pembangunan menara suar dimaksud berjalan selama delapan bulan.
Malaysia masih beranggapan Karang Unarang termasuk wilayah mereka. Hal itu didasarkan pada peta tahun 1979 milik Malaysia. Sedangkan Indonesia merasa berdaulat di kawasan tersebut dengan sejumlah bukti yang ditinggalkan penjajah Belanda.
Jika merunut hukum laut internasional, zona teritorial sebuah negara yang diakui adalah 12 mil dari lepas pantai. Sehingga seharusnya zona teritorial Malaysia berada pada 70 mil dari garis pantai Sipadan dan Ligitan.
Terkait dengan klaim teritorial dimaksud, selain menegaskan kedaulatan Indonesia dengan pembangunan menara suar, TNI Angkatan Laut juga menambah armada laut untuk mengamankan teritorial Ambalat.
Saat ini ada sejumlah kapal Republik Indonesia yang disiagakan mengamankan kawasan tersebut masing-masing, KRI RCG di Perairan Tarakan, KRI SDT di Perairan Karang Unarang, KRI KDA sandar di Tarakan, KRI TSR lego jangkar di Perairan Tarakan, KRI PRP berlayar di Perairan Nunukan dan Pesud P-861 Round di Tarakan.
Dia mengatakan, kapal perang tersebut secara bergantian patroli di Ambalat.
“Kami diback-up juga sama KRI sampai selesai. Jadi kami melaksanakan tugas pengawasan dan pengamanan pembangunan menara suar sebagaimana instruksi pimpinan,” katanya.
Pembangunan menara suar yang sudah sepekan berjalan inipun mendapatkan pengawalan dari personel TNI Angkatan Laut.
Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Nunukan, Letkol Laut (P) Ary Aryono mengatakan, pengawalan ini untuk mengantisipasi gangguan Malaysia. Mengingat kawasan tersebut juga diklaim milik Malaysia.
Dia mengatakan, setiap harinya ada dua personel TNI Angkatan Laut yang mengawasi dan menjaga jalannya pembangunan tersebut.
“Perintah atasan juga seperti itu. Penempatan prajurit TNI AL ini sebagai salah satu counter attack bagi gangguan Malaysia yang pernah terjadi sebagaimana tahun 2005 lalu,” ujarnya, Selasa (6/6/2017).
Saat pembangunan pertama menara suar di Karang Unarang pada 2005, Kapal Perang Malaysia KD Kerambit, sempat memasuki Perairan Karang Unarang dan meminta para pekerja menghentikan pembangunan menara suar tersebut. Namun permintaan dibalas dengan pengusiran oleh Kapal Republik Indonesia Rencong (622).
“Kerambit sempat mengirim pesan selamat datang di Perairan Malaysia. Langsung dibalas KRI Rencong dengan kalimat selamat datang juga di Perairan Indonesia. Lalu KRI Rencong menghalau KD Kerambit untuk menjauh,” ujarnya.
Dengan pengawalan anggota TNI Angkatan Laut, dia memastikan saat ini pembangunan yang sedang berjalan belum mendapatkan gangguan dari pihak manapun.
“Hanya gangguan cuaca yang sesekali membuat kapal tongkang harus menjauh dari 8 tiang pancang sebagai dasar pondasi pembangunan menara laut perbatasan. Karena ditakutkan terjadi tabrakan yang membuat tiang bergeser,” ujarnya yang memperkirakan pembangunan menara suar dimaksud berjalan selama delapan bulan.
Malaysia masih beranggapan Karang Unarang termasuk wilayah mereka. Hal itu didasarkan pada peta tahun 1979 milik Malaysia. Sedangkan Indonesia merasa berdaulat di kawasan tersebut dengan sejumlah bukti yang ditinggalkan penjajah Belanda.
Jika merunut hukum laut internasional, zona teritorial sebuah negara yang diakui adalah 12 mil dari lepas pantai. Sehingga seharusnya zona teritorial Malaysia berada pada 70 mil dari garis pantai Sipadan dan Ligitan.
Terkait dengan klaim teritorial dimaksud, selain menegaskan kedaulatan Indonesia dengan pembangunan menara suar, TNI Angkatan Laut juga menambah armada laut untuk mengamankan teritorial Ambalat.
Saat ini ada sejumlah kapal Republik Indonesia yang disiagakan mengamankan kawasan tersebut masing-masing, KRI RCG di Perairan Tarakan, KRI SDT di Perairan Karang Unarang, KRI KDA sandar di Tarakan, KRI TSR lego jangkar di Perairan Tarakan, KRI PRP berlayar di Perairan Nunukan dan Pesud P-861 Round di Tarakan.
Dia mengatakan, kapal perang tersebut secara bergantian patroli di Ambalat.
“Kami diback-up juga sama KRI sampai selesai. Jadi kami melaksanakan tugas pengawasan dan pengamanan pembangunan menara suar sebagaimana instruksi pimpinan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.