Ⓚesulitan menangkal
penyusupan pasukan lawan tidak hanya menimpa ABRI. Diseberang
perbatasan Inggris juga mengalami hal serupa. Situasi tersebut
menyebabkan pihak Inggris mendatangkan bantuan pasukan Gurkha dan
tambahan pasukan dari Australia dan Selandia baru. Inggris tidak mungkin
membangun pagar betis di sepanjang perbatasan yang panjangnya 1000 km.
Mereka juga tak mampu menyebar pasukan hanya untuk menjaga wilayah
berhutan lebat, penuh bukit dan lembah curam. Untuk mengatasi kesulitan
alam tersebut kemudian dihadirkan satu skadron pasukan komando SAS !
Benny Moerdani (Alm) |
Dalam posisi sama - sama menentang Malaysia, Indonesia mendukung
gerilyawan TNKU (Tentara Nasional Kalimantan Utara). Pasukan untuk membantu TNKU memakai nama Detasemen
Sukarelawan Malaya. Nantinya, mereka merupakan bagian Brigade
Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora. Keanggotannya berbaur antara warga
Malaya, sukarelawan Indonesia serta berbagai kesatuan ABRI. Pada
bula - bulan pertama konfrontasi, keterlibatan ABRI masih selalu di
samarkan. Tetapi ketika konflik semakin meningkat, tak ada lagi alasan
untuk bersembunyi. Secara terbuka ABRI mulai melatih, membekali dan ikut
menyeberang perbatasan.
Menghadap pasukan Inggris yang profesional dan terlatih baik, Indonesia mulai mengalami banyak korban, Buku Sejarah Operasi Operasi Gabungan dalam Rangka Dwikora
menyebutkan: “Untuk mengurangi jumlah korban, Indonesia mulai
memasukkan pasukan ABRI, sebab mereka lebih berpengalaman dalam
bertempur. Sehingga pada pertempuran 10 Juli 1964 di kampung Sakilkilo
dan Batugar di Sabah, TNKU meraih kemenangan pertama. Dalam pertempuran
satu peleton TNKU melawan dua peleton tentara patroli Inggris dan
Gurkha, TNKU berhasil menewaskan musuh 20 orang tanpa pihaknya menderita
korban”.
Selama bertugas di perbatasan Kalimantan Utara, Benny harus menyamar.
Dia bukan prajurit ABRI. Dia mendapat identitias baru sebagai
sukarelawan. Seragammnya di ganti seragam TNKU yang berbeda warna dan
modelnya dengan pakaian seragam ABRI. Dalam posisi sebagai anggota TNKU,
namanya masih tetap Moerdani namun disamarkan sebagai warga Kalimantan
Selatan, kelahiran Muarateweh, kota kecil ditepi Kapuas. Dengan jatidiri
ini Benny memimpin pasukan gerilya menganggu pertahanan Inggris.
Pada saat melakukan penyusupan ke seberang perbatasan, Benny nyaris
tewas. Peristiwanya di catat rinci dalam laporan SAS. Laporan tersebut
nantinya diketahui Benny, ketika tahun 1976 berkunjung ke Inggris.
Disana dia sempat bertemu muka dengan kedua orang prajurit Inggris yang
nyaris menembaknya dirinya.
Insiden di atas terjadi pada sebuah sungai kecil di perbatasan
Kalimantan Timur. Iring - iringan perahu gerilyawan Indonesia menyusuri
sungai sementara anggota SAS telah siap menghadang. Benny, yang sedang
berada di sampan paling depan, sudah muncul dalam sasaran tembak.
Senapan telah diangkat, siap dibidikkan. Tetapi…. picu tidak jadi
ditarik.
“Apa betul kamu bertugas disana waktu itu??” tanya Benny kepada kedua prajurit Inggris tersebut dalam pertemuan pribadi.
“Yes Sir,” jawab mereka serentak.
“Why didn't you pull the trigger??” desak Benny ingin tahu.
“Yes Sir,” jawab mereka serentak.
“Why didn't you pull the trigger??” desak Benny ingin tahu.
Salah seorang prajurit segera mengamit rekannya, yang langsung memberi jawaban, “He told me to wait for the Queen Elizabeth, Sir”.
Queen Elizabeth nama kapal penumpang terbesar milik Inggris. Maksud
prajurit Inggris tersebut, mereka belum jadi menembak karena merasa,
masih harus menunggu dulu kapal besar lain, yang mungkin mengikuti iring iringan sampan.
Ternyata, tidak pernah ada perahu besar lewat. Dengan demikian, Benny justru bisa luput dari tembakan.
Ternyata, tidak pernah ada perahu besar lewat. Dengan demikian, Benny justru bisa luput dari tembakan.
Mendengar pernyataan bekas lawannya, Benny berkomentar, "If you had pulled the trigger, you know, you would’ve caused the highest ranking casualty on our side….(Kau
tahu, andaikan kau jadi menarik picu, waktu itu kamu akan berhasil
membikin korban dengan pangkat tertinggi pada pasukan kami..)”.
Dan dalam sebuah operasi penyergapan di pedalaman Kalimantan Timur,
para gerilyawan TNKU pernah mencegat pasukan SAS. Dalam pertempuran
sengit, seorang pasukan SAS tertawan, satu tertembak mati dan dua
lainnya lari ke wilayah Sabah. Keberhasilan meringkus anggota SAS oleh
Benny segera disampaikan kepada Achmad Yani.
Peristiwa tersebut sangat penting, sebab Indonesia kemudian akan
punya bukti, pasukan Inggris melakukan penyusupan ke wilayah Indonesia.
Bukti hidup tersebut akan dipakai sebagai bahan propaganda. Sayang,
jalur transportasi menuju lokasi tempat tawanan berliku liku. ketika
pasukan penjemput tiba, anggota SAS tersebut telah terlanjur tewas,
akibat luka luka yang dia derita. Insiden tersebut dicatat Thomas
Geraghty dalam buku Who dares Wins, The Story of the SAS 1950-1980 :”
Hanya seorang prajurit SAS pernah ditawan musuh. Seorang prajurit luka
parah sesudah disergap dan tak pernah diketemukan. Tetapi, pimpinan
resimen mengetahui, berdasar pengakuan masyarakat suku terasing, dia
akhirnya meninggal, sebelum berhasil dikorek pengakuannya”.
Mayat anggota SAS yang tertawan akhirnya dikuburkan di tengah hutan Kalimantan, hanya dog-tags tali leher berisi nama dan nomor induk pemilik, berikut senjatanya di kirim ke Jakarta sebagai tanda bukti….
Sumber :
- Disadur dari Buku Benny, Tragedi Seorang Loyalis, Julius Pour
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.