Ⓜengenang kembali Kisah Perjuangan dan Pengorbanan Usman dan Harun yang berasal di KKo AL kala itu yang kini menjadi Korps Marinir.
Mereka berdua adalah legenda yang gugur menjalankan Tugas Negara.
JANATIN alias USMAN
Mereka berdua adalah legenda yang gugur menjalankan Tugas Negara.
JANATIN alias USMAN
Pada masa penjajahan Jepang, di desa Tawangsari Kelurahan Jatisaba KabupatenPurbalingga, lahirlah seorang bayi bernama Janatin, tepatnya pada hari Minggu Kliwon tanggal 18 Maret 1943 pukul 10.00 pagi. Janatin lahir dari keluarga Haji Muhammad Ali dengan Ibu Rukiah yang kemudian dikenal dengan nama Usman, salah seorang Pahlawan Nasional.
Hari, bulan dan tahun berjalan terus, Janatin terus tumbuh menjadi besar dan kemudian memasuki lingkungan yang lebih luas sesuai dengan pertumbuhannya dan ia mulai menunjukkan identitas dirinya sebagai Janatin. Orangnya pendiam lagi tidak sombong, memang demikian pembawaannya. Pergaulannya luas, bisa bergaul dengan teman semua lapisan yang sebaya dengannya. Tidak merasa rendah diri walaupun anak desa, dan tidak sombong dengan orang yang lebih lemah dari dia, sehingga ia mempunyai teman banyak.
Hari, bulan dan tahun berjalan terus, Janatin terus tumbuh menjadi besar dan kemudian memasuki lingkungan yang lebih luas sesuai dengan pertumbuhannya dan ia mulai menunjukkan identitas dirinya sebagai Janatin. Orangnya pendiam lagi tidak sombong, memang demikian pembawaannya. Pergaulannya luas, bisa bergaul dengan teman semua lapisan yang sebaya dengannya. Tidak merasa rendah diri walaupun anak desa, dan tidak sombong dengan orang yang lebih lemah dari dia, sehingga ia mempunyai teman banyak.
Sebagai kepala keluarga Haji Muhammad Ali selalu menerangkan agama sebagai landasan hidup. Demikian pula dalam bidang pendidikan sebagai dasarnya beliau menekankan pada pendidikan agama. Tujuannya tidak lain agar kelak putra-putrinya menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa serta tahu membalas jasa orang tua. Karena itu tidaklah mengherankan bila putra-putri Haji Muhammad Ali sedikit banyak mengetahui soal keagamaan dan semua dapat membaca Al Qur'an dengan baik.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar, Janatin meneruskan ke SMP kota Purbalingga, yang jaraknya kurang lebih sekitar tiga kilometer dari tempat tinggalnya. Ia masuk di sekolah swasta SMP Budi Bhakti. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang mendapatkan simpati di kalangan masyarakat Purbalingga, karena prestasinya sejajar dengan sekolah negeri.
Walaupun Janatin dari kalangan Islam, namun tidak ada halangan dari orang tuanya untuk memasuki sekolah tersebut. Karena tujuan masuk sekolah bukan untuk belajar agama tetapi untuk menuntut ilmu pengetahuan yang akan dipergunakan sebagai bekal hidup. Sedangkan masalah ilmu agama sudah diperoleh di rumah yang diajarkan oleh orang tuanya sendiri.
Sebagai anak desa Janatin tidak lupa akan tugas yang diberikan oleh orang tuanya, yaitu membantu orang tuanya. Ia turut bekerja untuk meringankan beban orang tua, seperti membersihkan kebun, membantu bekerja di sawah dalam mengolah sawahnya, kemudian turut membantu memetik hasil kebun serta memikulnya ke rumah. Setiap hari ia membawa sabit dan menjunjung keranjang untuk mencari makanan binatang piaraan. Pekerjaan demikian sudah menjadi kewajiban yang dijalankan setiap hari, sehingga menjadikan dirinya seorang yang tabah dan ulet.
Di samping itu Janatin ikut juga memperkuat olah raga bulu tangkis di desanya. Permainan bulu tangkis ini diperoleh dari perkenalan dengan anak-anak kota. Untuk arena permainan telah dikorbankan sepetak tanah miliknya yang terletak di dekat rumahnya. Dengan dibukanya lapangan ini banyak mengundang pemuda-pemuda di desanya, bahkan lebih luas lagi sampai ke kota.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar, Janatin meneruskan ke SMP kota Purbalingga, yang jaraknya kurang lebih sekitar tiga kilometer dari tempat tinggalnya. Ia masuk di sekolah swasta SMP Budi Bhakti. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang mendapatkan simpati di kalangan masyarakat Purbalingga, karena prestasinya sejajar dengan sekolah negeri.
Walaupun Janatin dari kalangan Islam, namun tidak ada halangan dari orang tuanya untuk memasuki sekolah tersebut. Karena tujuan masuk sekolah bukan untuk belajar agama tetapi untuk menuntut ilmu pengetahuan yang akan dipergunakan sebagai bekal hidup. Sedangkan masalah ilmu agama sudah diperoleh di rumah yang diajarkan oleh orang tuanya sendiri.
Sebagai anak desa Janatin tidak lupa akan tugas yang diberikan oleh orang tuanya, yaitu membantu orang tuanya. Ia turut bekerja untuk meringankan beban orang tua, seperti membersihkan kebun, membantu bekerja di sawah dalam mengolah sawahnya, kemudian turut membantu memetik hasil kebun serta memikulnya ke rumah. Setiap hari ia membawa sabit dan menjunjung keranjang untuk mencari makanan binatang piaraan. Pekerjaan demikian sudah menjadi kewajiban yang dijalankan setiap hari, sehingga menjadikan dirinya seorang yang tabah dan ulet.
Di samping itu Janatin ikut juga memperkuat olah raga bulu tangkis di desanya. Permainan bulu tangkis ini diperoleh dari perkenalan dengan anak-anak kota. Untuk arena permainan telah dikorbankan sepetak tanah miliknya yang terletak di dekat rumahnya. Dengan dibukanya lapangan ini banyak mengundang pemuda-pemuda di desanya, bahkan lebih luas lagi sampai ke kota.
- Memasuki Kehidupan Militer
Dengan dikomandokannya Trikora pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta oleh Presiden Sukarno, mulailah konfrontasi total terhadap Belanda. Guna menyelenggarakan operasi-operasi militer untuk merebut Irian Barat, maka pada tanggal 2 Januari 1962 Presiden / Pangti ABRI / Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan keputusan No. 1 tahun 1962 membentuk Komando Mandala yang bertanggung jawab atas segala kegiatan Operasi ABRI serta Sukarelawan.
Masalah Trikora berkumandang di seluruh pelosok tanah air, telah memanggil segenap lapisan masyarakat dan membangkitkan hati semua pemuda untuk menyumbangkan tenaga dalam pembebasan wilayah yang masih dikuasai Belanda.
Kesempatan inilah membuka pintu bagi Janatin untuk memasuki dinas militer, seperti pemuda lainnya dari pelosok tanah air. Sehingga dalam waktu yang singkat berbondong-bondong pemuda Indonesia mendaftarkan diri untuk menjadi Sukarelawan, dan salah seorang yang terpanggil adalah Janatin.
Pada saat itu Janatin sudah menduduki SMP kelas tiga kwartal terakhir. Karena panggilan hatinya yang bergelora ingin menjadi ABRI, maka setelah menyelesaikan pendidikan, Janatin mendaftarkan menjadi ABRI. Sebelumnya ia memang nengagumi angkatan Bersenjata. Hal ini terlihat dari perhatian fanatik kepada kakaknya yang berdinas di Militer. Bila kakaknya pulang, selalu mendapat perhatian dari Janatin, baik dari pakaian seragam, sikap, dan geraknya. Begitu pula setiap melihat anggota ABRI baik tetangga se desa ataupun kenalan selalu menjadi perhatian baginya. pengaruh inilah yang mengilhami dirinya sehingga ingin menjadi seorang militer.
Semula maksud Janatin tidak mendapat restu dari bapaknya, orangtuanya mempunyai pandangan lain, menghendaki agar anaknya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Haji Muhammad Ali mengharapkan anaknya tidak memasuki dinas militer, beliau sudah merasa cukup karena ketiga kakaknya sudah menjadi ABRI, sedangkan Janatin biarlah mencari pekerjaan yang lain. Namun karena kemauan keras yang tidak dapat dibendung, ia berusaha mendapatkan restu dari ibunya. Akhirnya Janatin mendapat restu dari orangtuanya untuk memasuki dinas militer.
Janatin pada tahun 1962 mulai mengikuti pendidikan militer di Malang yang dilaksanakan oleh Korps Komando Angkatan Laut. Pendidikan ini dilaksanakan guna pengisian personil yang dibutuhkan dalam menghadapi Trikora. Karena itulah Korps Komando Angkatan Laut membuka Sekolah Calon Tamtama (Secatamko), lamanya pendidikan enam bulan dan Janatin termasuk siswa angkatan ke - X . Setiap siswa selesai melakukan pendidikan dan latihan pendidikan amphibi dan perang hutan. Pendidikan ini merupakan kekhususan bagi setiap anggota Korps Komando Angkatan Laut. Pendidikan Calon Tamtama dilaksanakan bertingkat. Pendidikan dasar militer dilakasanakan di Gunung Sahari. Pendidikan Amphibi dilaksanakan di pusat latihan Pasukan Pendarat di Semampir. Pada akhir seluruh pendidikan diadakan latihan puncak di daerah Purboyo Malang selatan dalam bentuk Suroyudo. Di sinilah letaknya pembentukan disiplin yang kuat, ketangguhan yang luar biasa, keberanian yang pantang menyerah serta membentuk kemampuan fisik di segala medan dan cuaca, merupakan Pembentukan Pendidikan Korps Komando Angkatan Laut. Semua pendidikan ini telah diikuti oleh Janatin sampai selesai, sehingga ia berhak memakai baret ungu.
Berkat pendidikan dan latihan yang diperoleh selama memasuki militer, Janatin tubuhnya menjadi tegap, kekar, pikirannya tambah jernih, korek, yang lebih penting lagi ia terbina dalam disiplin yang tinggi, patuh, taat dan tunduk kepada perintah atasannya.
Janatin pada bulan April 1964 dengan teman-temannya mengikuti latihan tambahan khusus di Cisarua Bogor selama satu bulan. Mayor KKO Boedi Prayitno dan Letnan KKO Harahap masing-masing sebagai Komandan latihan dan wakilnya. Dalam pendidikan khusus ini dibagi dalam 13 Tim, sedangkan materi yang diberikan antara lain: Inteljen, kontra inteljen, sabotase, Demolisi, gerilya, perang hutan dan lain-lain. Dengan bekal dari latihan di Cisarua
ini, diharapkan dapat bergerak di daerah lawan untuk mengemban tugas nanti.
Sekitar 15 kilometer sebelah utara kota Pahlawan, Surabaya, tampaklah dari kejauhan sebuah pulau kecil yang luasnya kira kira 4 kilometer persegi. Di pulau ini terdapat tempat yang dianggap keramat, karena di pulau inilah pernah dimakamkan seorang kyai yang sangat sakti dan terkenal di masa itu, yaitu Kyai Bawean. Sehingga tempat yang keramat ini terkenal dengan nama Keramat Bawean.
Pada saat tentara Jepang menginjakkan kakinya di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Tohir bin Said. Tohir adalah anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.
Sejak dibangku Sekolah Dasar ia tertarik dengan kulit-kulit kerang yang terdampar di pasir-pasir tepian pantai daripada memperhatikan pelajaran di sekolah, hal ini akibat seringnya Tohir pergi ke pantai laut. Perahu-perahu yang setiap hari mencari nafkah di tengah-tengah lautan, merupakan daya tarik tersendiri bagi Tohir. Dengan jalan mencuri-curi ia sering menyelinap ikut berlayar bersama perahu-perahu nelayan ke tengah lautan. Bahkan ia sering tidak masuk sekolah ataupun pulang ke rumah, karena mengikuti perahu-perahu layar mencari ikan di tengah laut beberapa hari lamanya.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar, tanpa sepengetahuan keluarganya, ia berhasil melanjutkan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Jakarta sampai mendapatkan ijazah. Sejak ia menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama untuk biaya hidup dan sekolah ia menjadi pelayan kapal dagang, di samping itu tetap rajin belajar mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolahnya dengan jalan mengutip kawan-kawannya.
Ia telah menjelajahi beberapa Negara, tetapi yang paling dikenal dan hafal daerahnya adalah daratan Singapura. Kadang kadang ia berhari-hari lamanya tinggal di Pelabuhan Singapura. Dan sering pula ia ikut kapal mondar-mandir antara Singapura - Tanjung Pinang.
Seorang pemuda Tohir tidak terlepas dari persoalan dunia percintaan. Pada masa remaja kira-kira umur 21 tahun ia pernah jatuh cinta dengan seorang gadis idaman hatinya yang bernama Nurlaila.
Tanpa diketahui oleh Samsuri kakak sulungnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah meninggal, Tohir dan gadis tersebut telah sepakat untuk kemudian hari membina suatu rumah tangga yang bahagia. Sebagai tanda janjinya gadis tersebut dilingkarkan cicin emas di jari manisnya.
Setelah mendengar kabar, bahwa gadis idaman yang pernah ditandai cincin akan melangsungkan perkawinan dengan seorang pemuda pilihan orang tua sang gadis, Tohir merasa tersinggung. Pada saat di rumah sang gadis sedang ramai-ramainya tamu dan kedua mempelai sudah hampir dihadapkan penghulu, tiba-tiba Tohir dan kawan-kawannya datang menghentikan Upacara perkawinan. Dengan nada marah-marah, ia bersikeras menghendaki agar Upacara perkawinan itu dibatalkan.
Karena penghulu mendapat ancaman dari Tohir, akhirnya lari ke rumah kakaknya yang dekat tempat Upacara perkawinan bekas pacar Tohir di Jalan Jember Lorong 61 Tanjung Priok, minta tolong untuk mencegah tindakan Tohir. Akhirnya Samsuri terpaksa ikut campur dalam masalah perkawinan ini. Ternyata setelah diusut, barulah diketahui bahwa gadis tersebut secara diam-diam dengan Tohir melakukan tunangan.
Sebagai seorang anak yang menghormati orang tua maupun saudaranya yang lebih tua, akhirnya ia menuruti apa yang dikatakan kakaknya untuk mengurungkan niatnya, tapi dengan syarat barang-barang perhiasan dan uang yang sudah diberikan kepada gadis tersebut dikembalikan. Sampai saat ini gadis tersebut masih hidup rukun dengan suami dan anaknya, di bilangan Tanjung Priok.
Dalam Tim Brahma I dibawah Letnan KKO Paulus Subekti Tohir memulai kariernya sebagai anggota KKO AL. Ia mulai masuk Angkatan Laut bulan Juni 1964, dan ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. Di sini ia bertemu dengan Usman alias Janatin bin H. Mohammad ALI dan Gani bin Aroep. Ketiga pemuda ini bergaul cukup erat, lebih-lebih setelah mereka sering ditugaskan bersama sama.
Setelah Tohir memasuki Sukarelawan ALRI, yang tergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II (Prako II) dan mendapat gemblengan selama lima bulan, di daerah Riau daratan, pada tanggal 1 Nopember 1964. Kemudian pada tanggal 1 April 1965 dinaikkan pangkatnya menjadi Kopral KKO I (Kopko I).
Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan sebagai Sukarelawan Tempur bersama-sama rekan-rekan lainnya, ia dikirim ke Pulau Sambu. Hingga beberapa lamanya rombongan Tohir dan kawan-kawannya yang tergabung dalam kesatuan A KOTI Basis X melaksanakan tugas di Pulau Sambu. Tohir sendiri telah ke Singapura beberapa kali, dan sering mendarat ke Singapura menyamar sebagai pelayan dapur, ia ke sana menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu untuk mengisi bahan bakar.
Tohir yang mirip-mirip Cina itu ternyata sangat menguntungkan dalam penyamarannya. Bahasa Inggeris, Cina dan Belanda yang dikuasai dengan lancar telah membantu pula dalam kebebasannya untuk bergerak dan bergaul di tengah-tengah masyarakat Singapura yang mayoritas orang Cina.
Baru saja TNI AL selesai melaksanakan tugas-tugas operasi dalam mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan RI, timbul lagi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa Indonesia, dengan dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Komando tersebut mendapat sambutan dari lapisan masyarakat . termasuk ABRI. Hal ini terbukti bahwa rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.
Penggunaan tenaga sukarelawan ini membawa dampak yang besar. Dilihat dari segi positifnya memang sangat menguntungkan, karena perang yang akan dihadapi tidak secara frontal, sehingga akan membingungkan pihak lawan. Tetapi dari segi negatif kurang menguntungkan, karena apabila sukarelawan itu tertangkap ia akan diperlakukan sebagai penjahat biasa, jadi bukan sebagai tawanan perang di lindungi oleh UU Perang. Jika Sukarelawan itu tertangkap oleh lawan, resikonya disiksa secara kejam.
Untuk melindungi Operasi tersebut di atas, KOTI kemudian memutuskan untuk mempergunakan tenaga-tenaga militer lebih banyak guna mendampingi sukarelawan-sukarelawan tersebut, memperkuat kekuatan Sukarelawan Indonesia di daerah musuh.
Pada saat tentara Jepang menginjakkan kakinya di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama Tohir bin Said. Tohir adalah anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.
Sejak dibangku Sekolah Dasar ia tertarik dengan kulit-kulit kerang yang terdampar di pasir-pasir tepian pantai daripada memperhatikan pelajaran di sekolah, hal ini akibat seringnya Tohir pergi ke pantai laut. Perahu-perahu yang setiap hari mencari nafkah di tengah-tengah lautan, merupakan daya tarik tersendiri bagi Tohir. Dengan jalan mencuri-curi ia sering menyelinap ikut berlayar bersama perahu-perahu nelayan ke tengah lautan. Bahkan ia sering tidak masuk sekolah ataupun pulang ke rumah, karena mengikuti perahu-perahu layar mencari ikan di tengah laut beberapa hari lamanya.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar, tanpa sepengetahuan keluarganya, ia berhasil melanjutkan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di Jakarta sampai mendapatkan ijazah. Sejak ia menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama untuk biaya hidup dan sekolah ia menjadi pelayan kapal dagang, di samping itu tetap rajin belajar mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolahnya dengan jalan mengutip kawan-kawannya.
Ia telah menjelajahi beberapa Negara, tetapi yang paling dikenal dan hafal daerahnya adalah daratan Singapura. Kadang kadang ia berhari-hari lamanya tinggal di Pelabuhan Singapura. Dan sering pula ia ikut kapal mondar-mandir antara Singapura - Tanjung Pinang.
Seorang pemuda Tohir tidak terlepas dari persoalan dunia percintaan. Pada masa remaja kira-kira umur 21 tahun ia pernah jatuh cinta dengan seorang gadis idaman hatinya yang bernama Nurlaila.
Tanpa diketahui oleh Samsuri kakak sulungnya sebagai pengganti ayahnya yang sudah meninggal, Tohir dan gadis tersebut telah sepakat untuk kemudian hari membina suatu rumah tangga yang bahagia. Sebagai tanda janjinya gadis tersebut dilingkarkan cicin emas di jari manisnya.
Setelah mendengar kabar, bahwa gadis idaman yang pernah ditandai cincin akan melangsungkan perkawinan dengan seorang pemuda pilihan orang tua sang gadis, Tohir merasa tersinggung. Pada saat di rumah sang gadis sedang ramai-ramainya tamu dan kedua mempelai sudah hampir dihadapkan penghulu, tiba-tiba Tohir dan kawan-kawannya datang menghentikan Upacara perkawinan. Dengan nada marah-marah, ia bersikeras menghendaki agar Upacara perkawinan itu dibatalkan.
Karena penghulu mendapat ancaman dari Tohir, akhirnya lari ke rumah kakaknya yang dekat tempat Upacara perkawinan bekas pacar Tohir di Jalan Jember Lorong 61 Tanjung Priok, minta tolong untuk mencegah tindakan Tohir. Akhirnya Samsuri terpaksa ikut campur dalam masalah perkawinan ini. Ternyata setelah diusut, barulah diketahui bahwa gadis tersebut secara diam-diam dengan Tohir melakukan tunangan.
Sebagai seorang anak yang menghormati orang tua maupun saudaranya yang lebih tua, akhirnya ia menuruti apa yang dikatakan kakaknya untuk mengurungkan niatnya, tapi dengan syarat barang-barang perhiasan dan uang yang sudah diberikan kepada gadis tersebut dikembalikan. Sampai saat ini gadis tersebut masih hidup rukun dengan suami dan anaknya, di bilangan Tanjung Priok.
- Memasuki Dunia Militer
Dalam Tim Brahma I dibawah Letnan KKO Paulus Subekti Tohir memulai kariernya sebagai anggota KKO AL. Ia mulai masuk Angkatan Laut bulan Juni 1964, dan ditugaskan dalam Tim Brahma I di Basis II Ops A KOTI. Di sini ia bertemu dengan Usman alias Janatin bin H. Mohammad ALI dan Gani bin Aroep. Ketiga pemuda ini bergaul cukup erat, lebih-lebih setelah mereka sering ditugaskan bersama sama.
Setelah Tohir memasuki Sukarelawan ALRI, yang tergabung dalam Dwikora dengan pangkat Prajurit KKO II (Prako II) dan mendapat gemblengan selama lima bulan, di daerah Riau daratan, pada tanggal 1 Nopember 1964. Kemudian pada tanggal 1 April 1965 dinaikkan pangkatnya menjadi Kopral KKO I (Kopko I).
Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan sebagai Sukarelawan Tempur bersama-sama rekan-rekan lainnya, ia dikirim ke Pulau Sambu. Hingga beberapa lamanya rombongan Tohir dan kawan-kawannya yang tergabung dalam kesatuan A KOTI Basis X melaksanakan tugas di Pulau Sambu. Tohir sendiri telah ke Singapura beberapa kali, dan sering mendarat ke Singapura menyamar sebagai pelayan dapur, ia ke sana menggunakan kapal dagang yang sering mampir ke Pulau Sambu untuk mengisi bahan bakar.
Tohir yang mirip-mirip Cina itu ternyata sangat menguntungkan dalam penyamarannya. Bahasa Inggeris, Cina dan Belanda yang dikuasai dengan lancar telah membantu pula dalam kebebasannya untuk bergerak dan bergaul di tengah-tengah masyarakat Singapura yang mayoritas orang Cina.
- PERTEMUAN USMAN HARUN DALAM OPERASI DWIKORA
Baru saja TNI AL selesai melaksanakan tugas-tugas operasi dalam mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan RI, timbul lagi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa Indonesia, dengan dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Komando tersebut mendapat sambutan dari lapisan masyarakat . termasuk ABRI. Hal ini terbukti bahwa rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.
Penggunaan tenaga sukarelawan ini membawa dampak yang besar. Dilihat dari segi positifnya memang sangat menguntungkan, karena perang yang akan dihadapi tidak secara frontal, sehingga akan membingungkan pihak lawan. Tetapi dari segi negatif kurang menguntungkan, karena apabila sukarelawan itu tertangkap ia akan diperlakukan sebagai penjahat biasa, jadi bukan sebagai tawanan perang di lindungi oleh UU Perang. Jika Sukarelawan itu tertangkap oleh lawan, resikonya disiksa secara kejam.
Untuk melindungi Operasi tersebut di atas, KOTI kemudian memutuskan untuk mempergunakan tenaga-tenaga militer lebih banyak guna mendampingi sukarelawan-sukarelawan tersebut, memperkuat kekuatan Sukarelawan Indonesia di daerah musuh.
Untuk mendukung Operasi A. KKO AL mengirimkan 300 orang anggota yang terdiri dari Kopral sampai Perwira. Sebelum melaksanakan Operasi A. mereka diwajibkan mengikuti pendidikan khusus di Cisarua Bogor. Selesai latihan mereka dibagi dalam tim-tim dengan kode Kesatuan Brahma dan ditugaskan di daerah Semenanjung Malaya (Basis II) dan di Kalimantan Utara (Basis IV). Yang dikerahkan di Semenanjung Malaya terdiri dari tim Brahma I beranggotakan 45 orang, tim Brahma II 50 orang, tim Brahma III 45 orang dan tim Brahma V 22 orang.
Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa Sub. Basis:
Sedangkan Tugas Basis II:
Dalam operasi ini Janatin / Usman melakukan tugas ke wilayah Basis II. A Koti, ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai Sub Basis dengan menggunakan kapal jenis MTB. Kemudian menggabungkan diri dengan Tim Brahma I di bawah pimpinan Kapten Paulus Subekti yang pada waktu itu menyamar dengan pangkat Letkol KKO - AL dan merangkap menjadi Komandan Basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu Riau. Ketika Usman menggabungkan dengan kawan-kawannya,, ia berkenalan dengan Harun dan Gani bin Arup, mereka ini merupakan sahabat yang akrab dalam pergaulan. Dalam tim ini Usman dan Harun mendapat tugas yang sama untuk mengadakan sabotase di Singapura.
Meskipun Usman bertindak sebagai Komandan Tim dan usianya sedikit lebih tua dari Harun, demikian pula ia lebih banyak berpengalaman dalam bidang militer, tetapi ia mengakui masih kurang pengalaman dalam wilayah Singapura. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya di Singapura, ia lebih banyak memberikan informasi kepada Usman. Harun telah hafal betul tentang keadaan dan tempat-tempat di Singapura, karena Harun pernah tinggal di sana. Tetapi sebagai seorang militer, mereka masing-masing telah mengetahui apa tugas-tugas mereka sebagai Komandan dan bawahan.
Karena ketatnya penjagaan daerah lawan dan sukar ditembus maka satu-satunya jalan yang ditempuh ialah menyamar sebagai pedagang yang akan memasukkan barang dagangannya ke wilayah Malaysia dan Singapura. Usaha tersebut kelihatan membawa hasil yang memuaskan, karena dengan jalan ini anggota sukarelawan berhasil masuk ke daerah lawan yang kemudian dapat memperoleh petunjuk yang diperlukan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Dari penyamaran sebagai pedagang ini banyak diperoleh data yang penting bagi para Sukarelawan untuk melakukan kegiatan. Dengan taktik demikian para Sukarelawan telah berhasil menyusup beberapa kali ke luar masuk daerah musuh.
Untuk memasuki daerah musuh agar tidak menimbulkan kecurigaan lawan, para sukarelawan menggunakan nama samaran, nama di sini disesuaikan dengan nama-nama dimana daerah lawan yang dimasuki. Demikian Janatin mengganti namanya dengan Usman dan disambungkan dengan nama orang tuanya Haji Muhammad Ali. Sehingga nama samaran ini lengkapnya Usman bin Haji Muhammad Ali.
Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa Sub. Basis:
- Sub. Basis X yang berpangkalan di P. Sambu dan Rengat dengan sasaran Singapura.
- Sub. Basis Y dengan sasaran Johor bagian barat dan Pangkalan Tanjung Balai.
- Sub. Basis T yang berpangkalan di P. Sambu dengan sasaran Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur.
- Sub. Basis Z dengan sasaran Johor bagian timur.
Sedangkan Tugas Basis II:
- Mempersiapkan kantong gerilya di daerah lawan.
- Melatih gerilyawan dari dalam dan mengembalikan lagi ke daerah masing-masing.
- Melaksanakan demolision, sabotase pada obyek militer maupun ekonomis.
- Mengadakan propaganda, perang urat syarat
- Mengumpulkan informasi.
- Melakukan kontra inteljen.
Dalam operasi ini Janatin / Usman melakukan tugas ke wilayah Basis II. A Koti, ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai Sub Basis dengan menggunakan kapal jenis MTB. Kemudian menggabungkan diri dengan Tim Brahma I di bawah pimpinan Kapten Paulus Subekti yang pada waktu itu menyamar dengan pangkat Letkol KKO - AL dan merangkap menjadi Komandan Basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu Riau. Ketika Usman menggabungkan dengan kawan-kawannya,, ia berkenalan dengan Harun dan Gani bin Arup, mereka ini merupakan sahabat yang akrab dalam pergaulan. Dalam tim ini Usman dan Harun mendapat tugas yang sama untuk mengadakan sabotase di Singapura.
Meskipun Usman bertindak sebagai Komandan Tim dan usianya sedikit lebih tua dari Harun, demikian pula ia lebih banyak berpengalaman dalam bidang militer, tetapi ia mengakui masih kurang pengalaman dalam wilayah Singapura. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya di Singapura, ia lebih banyak memberikan informasi kepada Usman. Harun telah hafal betul tentang keadaan dan tempat-tempat di Singapura, karena Harun pernah tinggal di sana. Tetapi sebagai seorang militer, mereka masing-masing telah mengetahui apa tugas-tugas mereka sebagai Komandan dan bawahan.
Karena ketatnya penjagaan daerah lawan dan sukar ditembus maka satu-satunya jalan yang ditempuh ialah menyamar sebagai pedagang yang akan memasukkan barang dagangannya ke wilayah Malaysia dan Singapura. Usaha tersebut kelihatan membawa hasil yang memuaskan, karena dengan jalan ini anggota sukarelawan berhasil masuk ke daerah lawan yang kemudian dapat memperoleh petunjuk yang diperlukan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Dari penyamaran sebagai pedagang ini banyak diperoleh data yang penting bagi para Sukarelawan untuk melakukan kegiatan. Dengan taktik demikian para Sukarelawan telah berhasil menyusup beberapa kali ke luar masuk daerah musuh.
Untuk memasuki daerah musuh agar tidak menimbulkan kecurigaan lawan, para sukarelawan menggunakan nama samaran, nama di sini disesuaikan dengan nama-nama dimana daerah lawan yang dimasuki. Demikian Janatin mengganti namanya dengan Usman dan disambungkan dengan nama orang tuanya Haji Muhammad Ali. Sehingga nama samaran ini lengkapnya Usman bin Haji Muhammad Ali.
Sedangkan Tohir menggunakan nama samaran Harun, dan lengkapnya Harun bin Said. Dengan nama samaran ini Usman, Harun dan Gani melakukan penyusupan ke daerah Singapura untuk melakukan penyelidikan dan pengintaian tempat-tempat yang dianggap penting.
Sedangkan di front belakang telah siap siaga kekuatan tempur yang setiap saat dapat digerakkan untuk memberikan pukulan terhadap lawan. Kekuatan ini terus bergerak di daerah sepanjang perbatasan untuk mendukung para Sukarelawan yang menyusup ke daerah lawan dan apabila perlu akan memberikan bantuan berupa perlindungan terhadap Sukarelawan yang dikejar oleh musuh di daerah perbatasan.
Sedangkan di front belakang telah siap siaga kekuatan tempur yang setiap saat dapat digerakkan untuk memberikan pukulan terhadap lawan. Kekuatan ini terus bergerak di daerah sepanjang perbatasan untuk mendukung para Sukarelawan yang menyusup ke daerah lawan dan apabila perlu akan memberikan bantuan berupa perlindungan terhadap Sukarelawan yang dikejar oleh musuh di daerah perbatasan.
Copyright by : Korps Marinir
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.