Pemerintah RI menentang aksi kelompok aktivis Australia ini.
Meski mendapat tentangan dari Pemerintah Indonesia, kelompok aktivis Australia yang menamakan diri Freedom Flotilla tetap berlayar dan melanjutkan perjalanan dengan tujuan akhir Papua Barat. Kelompok ini sudah bertolak dari Australia.
Kelompok ini dikabarkan berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu 17 Agustus 2013 waktu setempat dengan tujuan akhir Papua Barat, Indonesia. Ini dilakukan sebagai bentuk protes kekerasan yang dialami masyarakat Papua Barat.
Dikutip dari situs resmi mereka, freedomflotillawestpapua.org, delegasi Freedom Flotilla dipimpin oleh para tua-tua adat Aborigin, seniman, pembuat film, aktivis, dan suaka politik Papua. Pada Sabtu 24 Agustus 2013, mereka sudah berkumpul di Cooktown dan bersiap menyeberang Selat Torres menuju wilayah Papua Barat.
Mereka mengklaim, aksi mereka itu memiliki misi utama untuk menyatukan kembali keluarga besar Aborigin dan Papua Barat yang dipisahkan kondisi alam --mencairnya es 10.000 tahun yang lalu-- dan pengaruh kekuasaan penjajah asing.
"Kami harus mempertahankan hubungan budaya. Kini tanah asal memanggil kami," kata Kevin Buzzacott, pemilik tanah ulayat Arabunna dari Danau Eyre, Australia Selatan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengingatkan kelompok aktivis Australia itu untuk tidak memasuki perairan Papua. Djoko pun telah menginstruksikan TNI-AL dan TNI-AU melalui Panglima TNI untuk mengantisipasi kedatangan kapal Australia yang ditengarai membawa sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat.
"Mereka juga tidak memiliki visa untuk melintas wilayah Indonesia. TNI-AL dan TNI-AU sudah siaga untuk mengantisipasi perjalanan mereka," kata Djoko dalam pesan singkatnya, Senin 19 Agustus 2013.
Djoko pun mengatakan sudah mengonfirmasi masalah ini kepada Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriaty. Menurut dia, Greg menjelaskan, kapal tersebut tidak akan berlayar ke Indonesia atau wilayah Papua.
"Mereka akan berlayar dari Cairns ke PNG. Bukan ke Indonesia atau Papua," ujar dia.
Dalam komunikasi di antara keduanya, Djoko juga menyampaikan kepada Dubes Australia, sebaiknya tidak boleh ada negara yang menjadi tempat untuk memfasilitasi untuk pemberangkatan siapa pun yang mengganggu kedaulatan negara lain.
"Kalau dikaitkan dengan kekerasan dan HAM. Kami (pemerintah Indonesia) juga memilik concern yang sama," tegasnya.
Sekitar 50 orang dalam rombongan tersebut akan menumpang dua kapal Papua Barat Freedom Flotilla ke pantai timur Australia melalui Selat Torres, lalu menuju Papua Nugini. Mereka berharap dapat melanjutkan perjalanan ke Merauke di pantai selatan Papua.
Di antara mereka terdapat seorang warga Aborigin Australia, Kevin Buzzacott, dan pemimpin Papua Barat, Jacob Rumbiak. Para peserta Freedom Flotilla ini telah menolak visa Indonesia, dan akan memasuki perairan Indonesia tanpa izin berlayar.(art)
Meski mendapat tentangan dari Pemerintah Indonesia, kelompok aktivis Australia yang menamakan diri Freedom Flotilla tetap berlayar dan melanjutkan perjalanan dengan tujuan akhir Papua Barat. Kelompok ini sudah bertolak dari Australia.
Kelompok ini dikabarkan berlayar dari Cairns, Australia, Sabtu 17 Agustus 2013 waktu setempat dengan tujuan akhir Papua Barat, Indonesia. Ini dilakukan sebagai bentuk protes kekerasan yang dialami masyarakat Papua Barat.
Dikutip dari situs resmi mereka, freedomflotillawestpapua.org, delegasi Freedom Flotilla dipimpin oleh para tua-tua adat Aborigin, seniman, pembuat film, aktivis, dan suaka politik Papua. Pada Sabtu 24 Agustus 2013, mereka sudah berkumpul di Cooktown dan bersiap menyeberang Selat Torres menuju wilayah Papua Barat.
Mereka mengklaim, aksi mereka itu memiliki misi utama untuk menyatukan kembali keluarga besar Aborigin dan Papua Barat yang dipisahkan kondisi alam --mencairnya es 10.000 tahun yang lalu-- dan pengaruh kekuasaan penjajah asing.
"Kami harus mempertahankan hubungan budaya. Kini tanah asal memanggil kami," kata Kevin Buzzacott, pemilik tanah ulayat Arabunna dari Danau Eyre, Australia Selatan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengingatkan kelompok aktivis Australia itu untuk tidak memasuki perairan Papua. Djoko pun telah menginstruksikan TNI-AL dan TNI-AU melalui Panglima TNI untuk mengantisipasi kedatangan kapal Australia yang ditengarai membawa sekelompok aktivis Australia dan Papua Barat.
"Mereka juga tidak memiliki visa untuk melintas wilayah Indonesia. TNI-AL dan TNI-AU sudah siaga untuk mengantisipasi perjalanan mereka," kata Djoko dalam pesan singkatnya, Senin 19 Agustus 2013.
Djoko pun mengatakan sudah mengonfirmasi masalah ini kepada Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriaty. Menurut dia, Greg menjelaskan, kapal tersebut tidak akan berlayar ke Indonesia atau wilayah Papua.
"Mereka akan berlayar dari Cairns ke PNG. Bukan ke Indonesia atau Papua," ujar dia.
Dalam komunikasi di antara keduanya, Djoko juga menyampaikan kepada Dubes Australia, sebaiknya tidak boleh ada negara yang menjadi tempat untuk memfasilitasi untuk pemberangkatan siapa pun yang mengganggu kedaulatan negara lain.
"Kalau dikaitkan dengan kekerasan dan HAM. Kami (pemerintah Indonesia) juga memilik concern yang sama," tegasnya.
Sekitar 50 orang dalam rombongan tersebut akan menumpang dua kapal Papua Barat Freedom Flotilla ke pantai timur Australia melalui Selat Torres, lalu menuju Papua Nugini. Mereka berharap dapat melanjutkan perjalanan ke Merauke di pantai selatan Papua.
Di antara mereka terdapat seorang warga Aborigin Australia, Kevin Buzzacott, dan pemimpin Papua Barat, Jacob Rumbiak. Para peserta Freedom Flotilla ini telah menolak visa Indonesia, dan akan memasuki perairan Indonesia tanpa izin berlayar.(art)
● Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.