Kisah Penjaga Angkasa Indonesia
Jakarta - Raungan mesin pesawat tempur terdengar menguat, pertanda jet tempur Sukhoi dan F-16 itu telah mendekat di landasan Lapangan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu pekan lalu, pukul 10.55 WIB. Anak-anak dan para wanita yang tadinya berada di dalam ruangan Bandara Halim satu per satu keluar. Mereka seakan tak mempedulikan bisingnya mesin suara pesawat atau teriknya matahari yang membakar kulit.
Rasa antusias mereka lebih tinggi. Puluhan ibu dan anak-anak itu berdiri di tepi landasan pacu udara. Mereka menunggu pilot-pilot penerbang pesawat tempur keluar dari kokpitnya dengan gagah. Posturnya memang rata-rata tinggi dan tegap membuat mereka terlihat gagah.
Apalagi pesawat yang mereka bawa adalah jet tempur yang disegani dunia. Selain anak-anak dan ibu-ibu ada juga seorang wanita berusia separuh abad yang turut membaur ke landasan pacu udara. Mereka berangkulan dan berfoto dengan latar belakang pesawat tempur.
“Setiap selesai acara, khususnya misi special ya biasanya memang selalu ada keluarga yang menyambut, jadi rasanya kita jadi kebanggaan keluarga,” kata Mayor Wanda Surijohansyah.
Pilot jet tempur Sukhoi berusia 33 tahun ini buru-buru menambahkan euforia bak selebriti itu hanya terasa saat sedang di landasan pacu. “Tapi kita selebriti hanya kalau lagi ada acara saja, kalau sudah selesai ya biasa,” kata Wanda kemudian tertawa.
Ammar, 6 tahun, anak pertama Mayor Wanda, hampir "tenggelam" di antara puluhan anggota keluarga pilot lainnya. Dia ikut berlari-lari ke landasan pacu menyambut sang Ayah. “Pokoknya aku nanti kalau sudah besar ingin seperti Ayah,” tutur Ammar, bocah yang masih duduk di TKB itu.
Di samping Ammar, ada Ayu Rasti, 31 tahun, sang Ibu. Bagi wanita ini ada kebanggaan tersendiri saat melihat suaminya pulang dari tugas. Karena itu, sebisa mungkin jika ada kesempatan ia juga menyambut suaminya di landasan pacu.
Ayu berujar menjadi istri seorang penerbang pesawat tempur kadang-kadang membuat dirinya diliputi was-was, apalagi saat suami dalam tugas. “Sebenarnya saya deg-degan juga kadang-kadang, tapi saya pasrah saja, yang penting suami sukses,” ujar dia kepada detikcom.
Menikah dengan seorang anggota militer juga membuat dia harus siap berpindah-pindah ikut suami. Wanita asal Jakarta ini mengaku ia meninggalkan pekerjaannya di bidang keuangan di Jakarta demi menyusul suami yang ditempatkan di Skuadron XI, Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar.
Sebelumnya, ia juga menemani suaminya saat ditugaskan di Skuadron I di Pontianak pada 2003. “Semua ada risikonya, kita nikah dengan tentara, harus siap kalau ditinggal dinas karena separuh suami milik negara,” kata Ayu lagi.
Pengalamannya yakni ditinggal Wanda saat bertugas ke Rusia selama 4 bulan tahun lalu dan ditinggal latihan ke Singapura pada 2007 saat melahirkan anak pertamanya. “Tapi kebetulan Ayah saya juga profesinya sama, pilot pesawat tempur, jadi saya dari kecil sudah biasa,” ungkap Ayu.
● detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.