AS menjual delapan helikopter serang Apache AH-64 beserta semua kelengkapannya (pelatihan, suku cadang, dan pemeliharaan) dengan total biaya AS$ 500 juta. Ini menjadi penjualan senjata terbesar AS kepada Indonesia.
Sudah belasan tahun AS menolak menjual senjata ke Indonesia karena tuduhan pelanggaran HAM, hingga pembelian Apache ini. Sebenarnya saat ini AS masih menilai Indonesia memiliki beberapa masalah terkait HAM (terutama di Papua), tetapi tampaknya "masalah" ini tidak menghentikan penjualan Apache kepada Indonesia.
Bertolak ke Rusia, produsen-produsen senjata Rusia memiliki masa-masa yang sulit pada 1990-an, karena setelah Perang Dingin berakhir pada tahun 1991 (sebelumnya masih Uni Soviet), ada banyak calon pembeli senjata Rusia yang batal. Salah satu alasannya adalah karena selama Perang Dingin alutsista-alutsista Rusia mereka nilai kurang bisa menunjukkan giginya.
Era orde baru sudah berakhir dan dilanjutkan dengan era reformasi, disini "salesman" Rusia berdatangan menawarkan senjatanya kepada Indonesia -mumpung Indonesia juga lagi diembargo AS. Rusia kini melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan penjualan alutsista mereka. Alutsista Rusia terkenal murah, proses beli mudah, pengiriman cepat dan juga bisa "ngutang." Akhirnya kerja keras Rusia berhasil, terbukti dengan Sukhoi yang dimiliki TNI AU.
Kontrak terakhir Indonesia dengan Rusia untuk pembelian Sukhoi terjadi pada tahun lalu. Indonesia menandatangai kontrak untuk pembelian 6 pesawat tempur Sukhoi Su-30 dengan harga masing-masing sekitar AS$ 78 juta. Indonesia kini memiliki 1 skadron Sukhoi yang terdiri dari 5 Sukhoi Su-27 dan 11 Sukhoi Su-30. Sukhoi, pesawat tempur canggih dari Rusia yang terlihat hebat dalam aksi-aksi manuvernya plus harganya "pas di kantong."
Tidak hanya itu, Sukhoi-Sukhoi ini juga relatif murah untuk dirawat. Tampaknya seperti memang ada rencana Indonesia untuk beralih dari pesawat tempur Amerika (10 F-16 dan 16 F-5) ke pesawat Rusia (Su-27 dan Su-30). Tetapi kini F-16 bekas pakai dan upgrade jauh lebih murah daripada Sukhoi dan Indonesia lebih memilih ini.
Kini Amerika telah "kembali" ke Indonesia dengan F-16 dan Apache-nya, dan analis menilai kembalinya AS ini menjadi awal krisis penjualan pesawat Rusia ke Indonesia. Meskipun para petinggi TNI AU tampaknya lebih ingin membeli Sukhoi dalam jumlah banyak, namun sekarang ternyata TNI AU akan diperkuat dengan F-16 bekas pakai dan upgrade tapi bukan berarti pesawat ini tidak andal.
F-16 bekas pakai dan upgrade sejumlah 24 unit yang harganya masing-masing sekitar -kabarnya- AS$ 31 juta untuk TNI AU kini tinggal menunggu pengiriman . Tidak hanya sampai disini, Indonesia kembali ditawari AS dengan pesawat sejenis yang juga bekas pakai, entah bakal jadi atau tidak, tapi yang jelas ini sudah mengindikasikan penghentian (sementara?) pembelian Sukhoi dari Rusia. Beberapa politisi juga ada yang menentang akuisisi F-16 ini karena dinilai melanggar rencana strategis dan mengakibatkan menurun/terhentinya pengadaan pesawat tempur baru dari Rusia.
Para pengamat dirgantara memang percaya bahwa Su-27 dan variannya lebih baik dari F-18 AS dan variannya. Namun F-16 -yang lebih tua- memang memiliki bukti catatan tempurnya ketimbang Su-27 dan SU-30, inilah fakta yang memang tidak bisa dipungkiri "salesman" Rusia. Mungkin saja pembelian Apache ini juga terkait dengan catatan tempurnya yang bagus.
Sudah belasan tahun AS menolak menjual senjata ke Indonesia karena tuduhan pelanggaran HAM, hingga pembelian Apache ini. Sebenarnya saat ini AS masih menilai Indonesia memiliki beberapa masalah terkait HAM (terutama di Papua), tetapi tampaknya "masalah" ini tidak menghentikan penjualan Apache kepada Indonesia.
Bertolak ke Rusia, produsen-produsen senjata Rusia memiliki masa-masa yang sulit pada 1990-an, karena setelah Perang Dingin berakhir pada tahun 1991 (sebelumnya masih Uni Soviet), ada banyak calon pembeli senjata Rusia yang batal. Salah satu alasannya adalah karena selama Perang Dingin alutsista-alutsista Rusia mereka nilai kurang bisa menunjukkan giginya.
Era orde baru sudah berakhir dan dilanjutkan dengan era reformasi, disini "salesman" Rusia berdatangan menawarkan senjatanya kepada Indonesia -mumpung Indonesia juga lagi diembargo AS. Rusia kini melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan penjualan alutsista mereka. Alutsista Rusia terkenal murah, proses beli mudah, pengiriman cepat dan juga bisa "ngutang." Akhirnya kerja keras Rusia berhasil, terbukti dengan Sukhoi yang dimiliki TNI AU.
Kontrak terakhir Indonesia dengan Rusia untuk pembelian Sukhoi terjadi pada tahun lalu. Indonesia menandatangai kontrak untuk pembelian 6 pesawat tempur Sukhoi Su-30 dengan harga masing-masing sekitar AS$ 78 juta. Indonesia kini memiliki 1 skadron Sukhoi yang terdiri dari 5 Sukhoi Su-27 dan 11 Sukhoi Su-30. Sukhoi, pesawat tempur canggih dari Rusia yang terlihat hebat dalam aksi-aksi manuvernya plus harganya "pas di kantong."
Tidak hanya itu, Sukhoi-Sukhoi ini juga relatif murah untuk dirawat. Tampaknya seperti memang ada rencana Indonesia untuk beralih dari pesawat tempur Amerika (10 F-16 dan 16 F-5) ke pesawat Rusia (Su-27 dan Su-30). Tetapi kini F-16 bekas pakai dan upgrade jauh lebih murah daripada Sukhoi dan Indonesia lebih memilih ini.
Kini Amerika telah "kembali" ke Indonesia dengan F-16 dan Apache-nya, dan analis menilai kembalinya AS ini menjadi awal krisis penjualan pesawat Rusia ke Indonesia. Meskipun para petinggi TNI AU tampaknya lebih ingin membeli Sukhoi dalam jumlah banyak, namun sekarang ternyata TNI AU akan diperkuat dengan F-16 bekas pakai dan upgrade tapi bukan berarti pesawat ini tidak andal.
F-16 bekas pakai dan upgrade sejumlah 24 unit yang harganya masing-masing sekitar -kabarnya- AS$ 31 juta untuk TNI AU kini tinggal menunggu pengiriman . Tidak hanya sampai disini, Indonesia kembali ditawari AS dengan pesawat sejenis yang juga bekas pakai, entah bakal jadi atau tidak, tapi yang jelas ini sudah mengindikasikan penghentian (sementara?) pembelian Sukhoi dari Rusia. Beberapa politisi juga ada yang menentang akuisisi F-16 ini karena dinilai melanggar rencana strategis dan mengakibatkan menurun/terhentinya pengadaan pesawat tempur baru dari Rusia.
Para pengamat dirgantara memang percaya bahwa Su-27 dan variannya lebih baik dari F-18 AS dan variannya. Namun F-16 -yang lebih tua- memang memiliki bukti catatan tempurnya ketimbang Su-27 dan SU-30, inilah fakta yang memang tidak bisa dipungkiri "salesman" Rusia. Mungkin saja pembelian Apache ini juga terkait dengan catatan tempurnya yang bagus.
● Artileri
bukti catatan emang ada untuk f-16,,tp itu dulu di jaman sebelum masehi,,nah sekarang tetangga kita sudah setingkat lebih maju ketimbang kita,tinggal kitanya saja,beralih kemmana,karena f-16 hanylah ingin mematikan nd skaliggus memeberi effect detergen yg rendah di banding dengan tetangga kita yg sudah lebih mumpuni,,
BalasHapuscoba kalao kita beralih ke sukhro family, pasti effect deterjen kita akan mumpuni,,apalagi kalau sampai dr keluaran yg terbaru misalnya,su-35,,sebagai contoh di pitch black kemmaren. Kalao indonesia pakai sukhoi, australia ketar ketirr, karena sukhro bisa menjangkau ke berbagai wilayah indonesia tanpa isi avthur,,,
Usa hny ingin mematikan bisnis pesawat dr om ruskie,,karena di anggap sbgai saingan terberat, apalagi ausie sudah mmengajukkanya kpd uSa,spy sgl pswat indonesia di gnti dgn made in Usa. Atau setidaknya di bawah kemanmpuan dr ausie,malaysit,singoporno,,
sehingga indonesia bisa di control uSa bl suatu saat mmelanggar Ham lagi dan di Emmbargo..
Semoga saja pemimpin kita lebih produktif,nd ofensif.. Jgn cm mentingin kantong,,trutama anggota Dpr n hAm ..
Disini bukan masalah bisnis antara AS/RUS tetapi masalah keamanan negara NKRI, bagaimana kalau di embargo lagi pesawat2 tua itu siapa tanggung jawag kita bayar pajak PAK bukan omdo dan kita hrs ada alternatifnya utk keamanan udara NKRI yaitu hrs beli pesawat SU-35, Salam NKRI.......................
BalasHapusPemerintah Indonesia harusnya lebih pintar, belajar dari sejarah dan realita, yang ada dalam hati Paman Sam hanya "kepentingan gue lebih utama" jadi saat perlu, kita diiming2in, saat tidak penting kita diembargo. Sedangkan Rusia murni memperdagangkan persenjataannya, yang sebenarnya kualitasnya tidak kalah dari produk Amerika. Persenjataan Amerika hanya unggul di pemasaran melalui media film holywood. Tampaknya Pemerintahan Sby tidak tahan godaan Paman Sam, hatinya luluh dengan rayuan dengan iming2 dari Opa Sam. Orang yang melakukan kesalahan pertama kali, it's okay, bisa diterima, tapi jatuh ke lubang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya, apa kata dunia.
BalasHapusYa, simple : Keputusan Goblok. Sebetulnya jangan mau dikasih F-16 hibahnya, F15 Strike Eagle saja tantang amerika, mau ngk ngasih? kalau ngk mau ya ambil SU-35, GOBLOK SBY, JENDERAL2 TNI AU, DECISON MAKER DAN KEMENHAN, SAMA BODONYA DAN GOBLOKNYA WAKTU PESAN KAPAL PERANG DARI BELANDA...........BODO SEMUA
BalasHapusIndonesia dikasih F16 bekas 100 bijipun kalau negara seperti Malay, Vietnam sudah make Su27/30 ditambah Aussie pake F35, ya bakal rontok semua tuh 100 F16 bekas nya Indonesia. Juga siapa yang tahu kalau 3-10 tahun lagi Amerika tidak ngungkit2 masalah HAM terutama di papua?? yang kemudian diikuti dengan embargo semua suku cadang pesawat F16, Heli Apache dan pesawat cargo Hercules....Bakal benar-benar mandul neh Indonesia. Apa kira2 ya alasan dari Kemenhan kalau Indonesia benar-benar di embargo untuk yang kedua kalinya dari negara yang sama ketika mengembargo yang pertama dulu?????
BalasHapus