Jakarta • Warga masyarakat, terutama para orang tua, diingatkan untuk
makin peduli terhadap keadaan anak-anaknya yang beranjak remaja dan
dewasa. Sebab, kelompok perekrut teroris tengah mengincar para pemuda,
utamanya pemuda yang menghadapi persoalan dalam kehidupannya.
Kepedulian yang tinggi terhadap anggota keluarga, akan membantu tumbuh kembang kaum muda menjadi generasi yang diharapkan. Di samping itu, masyarakat secara umum juga agar lebih mempunyai perhatian terhadap lingkungan sekitar. Jika melihat gelagat mencurigakan dari orang atau kelompok yang menjurus pada pemberian ajaran-ajaran agama yang menyimpang, agar menegur dan mengkomunikasikan dengan ulama, tokoh masyarakat, maupun aparat, sehingga gerak kelompok teroris bisa dipersempit.
Peringatan tersebut dikemukakan pengamat terorisme, Dr Mardigu Wowiek Prasantyo, yang dihubungi Koran Jakarta, Sabtu (4/5), terkait ditangkapnya dua terduga teroris di Daerah Bendungan Hilir, Tanah Abang, dekat Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (2/5) malam). Selain menangkap dua terduga teroris, Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri juga menggeledah rumah kontrakan mereka di Jalan Bangka II F, Pela Mampang, Jakarta Selatan.
Di rumah itu, ditemukan sejumlah bahan peledak yang kemungkinan akan dijadikan bom. Pentingnya peran warga masyarakat ini, kata Mardigu, terutama untuk mencegah proses perekrutan yang menyasar kelompok remaja dan pemuda yang sedang ‘galau’ dan mencari jati diri. "Mereka pandai sekali untuk merayu dan kemudian merekrutnya menjadi bagian kelompok mereka," katanya.
Dalam penelitian Mardigu, puluhan orang yang termasuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena diduga menjadi bagian dari kelompok atau jaringan teroris, sebanyak 60–80 persen berusia sangat muda, yakni antara 18 tahun– 25 tahun. "Latar belakang kaum muda yang masuk DPO itu secara ekonomi cukup, tetapi mereka tengah mencari jati diri dan kejiwaannya rapuh, sehingga mudah dipengaruhi doktrin ajaran radikal," ujarnya.
Ketika ditanya siapa para perekrut kaum muda untuk bertindak dan melakukan teror, Mardigu mengungkapkan, mereka adalah kelompok yang berusaha memanfaatkan ajaran agama untuk kepentingan ideologi kekerasan mereka. Dijelaskan, ciri-cirinya mudah kita temukan.
Tugas Semua
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi keberhasilan Densus 88 menangkap dua terduga teroris sehingga bahaya yang lebih besar dapat dicegah.
Namun demikian, Presiden mengingatkan bahwa tugas untuk mencegah maraknya aksi teror dan berkembangnya teroris bukan hanya aparat saja, tetapi semua lapisan masyarakat. "Tentu Presiden mengingatkan itu tidak sepenuhnya diserahkan kepada mereka sebagai Polri saja, tapi juga agar lebih efektif dan optimal bisa juga dibantu peran serta masyarakat terkait dengan adanya sel-sel terorisme di Indonesia," kata Julian, Sabtu.[sur/fdl/AR-3]
Kepedulian yang tinggi terhadap anggota keluarga, akan membantu tumbuh kembang kaum muda menjadi generasi yang diharapkan. Di samping itu, masyarakat secara umum juga agar lebih mempunyai perhatian terhadap lingkungan sekitar. Jika melihat gelagat mencurigakan dari orang atau kelompok yang menjurus pada pemberian ajaran-ajaran agama yang menyimpang, agar menegur dan mengkomunikasikan dengan ulama, tokoh masyarakat, maupun aparat, sehingga gerak kelompok teroris bisa dipersempit.
Peringatan tersebut dikemukakan pengamat terorisme, Dr Mardigu Wowiek Prasantyo, yang dihubungi Koran Jakarta, Sabtu (4/5), terkait ditangkapnya dua terduga teroris di Daerah Bendungan Hilir, Tanah Abang, dekat Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (2/5) malam). Selain menangkap dua terduga teroris, Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri juga menggeledah rumah kontrakan mereka di Jalan Bangka II F, Pela Mampang, Jakarta Selatan.
Di rumah itu, ditemukan sejumlah bahan peledak yang kemungkinan akan dijadikan bom. Pentingnya peran warga masyarakat ini, kata Mardigu, terutama untuk mencegah proses perekrutan yang menyasar kelompok remaja dan pemuda yang sedang ‘galau’ dan mencari jati diri. "Mereka pandai sekali untuk merayu dan kemudian merekrutnya menjadi bagian kelompok mereka," katanya.
Dalam penelitian Mardigu, puluhan orang yang termasuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena diduga menjadi bagian dari kelompok atau jaringan teroris, sebanyak 60–80 persen berusia sangat muda, yakni antara 18 tahun– 25 tahun. "Latar belakang kaum muda yang masuk DPO itu secara ekonomi cukup, tetapi mereka tengah mencari jati diri dan kejiwaannya rapuh, sehingga mudah dipengaruhi doktrin ajaran radikal," ujarnya.
Ketika ditanya siapa para perekrut kaum muda untuk bertindak dan melakukan teror, Mardigu mengungkapkan, mereka adalah kelompok yang berusaha memanfaatkan ajaran agama untuk kepentingan ideologi kekerasan mereka. Dijelaskan, ciri-cirinya mudah kita temukan.
- Pertama, sering mengajarkan jihad dalam pengertian kekerasan.
- Kedua, selalu menilai pemerintah yang sekarang itu thogut, yaitu tidak sesuai ajaran Islam dan otomatis tidak sesuai dengan pemikiran mereka.
- Ketiga, Amerika Serikat (AS) selalu disebut dajal. Dalam pemahaman umum umat Islam, dajal adalah mahluk yang merusak dunia, sebelum datangnya kiamat.
Tugas Semua
Sebelumnya, Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi keberhasilan Densus 88 menangkap dua terduga teroris sehingga bahaya yang lebih besar dapat dicegah.
Namun demikian, Presiden mengingatkan bahwa tugas untuk mencegah maraknya aksi teror dan berkembangnya teroris bukan hanya aparat saja, tetapi semua lapisan masyarakat. "Tentu Presiden mengingatkan itu tidak sepenuhnya diserahkan kepada mereka sebagai Polri saja, tapi juga agar lebih efektif dan optimal bisa juga dibantu peran serta masyarakat terkait dengan adanya sel-sel terorisme di Indonesia," kata Julian, Sabtu.[sur/fdl/AR-3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.