Wilayah Rafah, Jalur Gaza. Palestina saat dibom militer Israel. | (Reuters / Ibraheem Abu Musatafa)
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya menekan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag. Tujuannya untuk mencegah penyelidikan kejahatan perang yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Bocoran laporan itu dipublikasikan Guardian kemarin. Laporan itu mengutip mantan pejabat ICC. Selama invasi militer Israel dengan kode “Operation Protective Edge”, Otoritas Palestina telah mengancam akan meminta ICC untuk mengadili para pemimpin Israel. ICC diminta untuk melihat langsung tuduhan itu dari banyaknya kematian warga sipil di Gaza.
Data terbaru dari Departemen Kesehatan Palestina, jumlah rakyat Palestina di Gaza yang tewas selama invasi Israel telah melonjak menjadi 2.016 jiwa. Sebagian besar korban tewas adalah warga sipil. Sedangkan dari pihak Israel, sebanyak 63 orang tewas. Di mana sebagian besar dari mereka adalah tentara Israel.
Laporan itu menyebut, bahwa tekanan AS dan negara-negara Barat semakin kuat untuk mencegah ICC untuk menyelidiki Israel. Palestina mengajukan dua kasus kejahatan perang yang dilakukan Israel. Yakni kasus tahun 2009 dan tuduhan kejahatan perang di Gaza yang dimulai sejak 8 Juli 2014.
Kedua jaksa ICC saat ini, Fatou Bensouda, dan Luis Moreno Ocampo, merupakan jaksa yang pernah menangani aduan Palestina pada 2009. Kala itu, Palestina minta ICC membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang oleh Israel.
Namun, mantan pejabat ICC yang dikutip Guardian, mengungkap bahwa para pejabat ICC berusaha untuk menyamarkan kasus itu menjadi keputusan politik yang menguntungkan Israel.
Seorang pengacara Prancis yang mewakili pihak Palestina, Gilles Devers, membenarkan laporan adanya tekanan dari AS dan negara-negara Barat kepada ICC.
”Ada tekanan besar untuk tidak melanjutkan dengan penyelidikan. Tekanan ini tidak hanya ditujukan kepada Fatah dan Hamas, tetapi juga pada kantor jaksa (ICC),” katanya.
”Dalam kedua kasus, mereka membuat ancaman terhadap subsidi keuangan kepada Palestina dan Mahkamah Pidana Internasional,” imbuh Devers.Halangi Investigasi, Israel Larang Amnesty dan HRW ke Gaza Keluarga di Gaza, Palestina berjalan di sekitar bangunan yang hancur akibat invasi Israel. | (Reuters / Ibraheem Abu Mustafa)
Pemerintah Israel melarang pekerja Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) untuk memasuki Jalur Gaza, Palestina. Israel sengaja mencegah para pekerja HAM itu untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Kedua organisasi HAM itu gagal untuk mendapatkan izin dari Administrasi Sipil Israel untuk memasuki Gaza sejak 7 Juli 2014.
Pemerintah Israel menyatakan, ada dua alasan mereka melarang dua organisasi HAM itu untuk memasuki Gaza. Pertama, perbatasan penyeberangan Erez, penghubung Israel dan Jalur Gaza memang ditutup. Kedua, kedua organisasi HAM itu bukan organisasi yang masuk kelompok penyalur bantuan kemanusiaan yang disetujui Menteri Sosial Israel.
Namun, media Israel, Haaretz, pada Selasa (19/8/2014) melaporkan bahwa, penyeberangan Erez sebenarnya dibuka. Baik itu untuk wartawan, pekerja PBB maupun pekerja medis untuk Palestina. Pembukaan penyeberangan Erez bahkan dimulai sejak Israel meluncurkan invasi dengan nama “Operation Protective Edge” pada 8 Juli 2014.
Selain itu, menurut Koordinator Kegiatan Pemerintah Daerah (COGAT) Israel aturan larangan masuk bagi kelompok-kelompok yang belum diakui sebagai kelompok yang ingin masuk ke Gaza bisa dikecualikan.
”Kewenangan menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang belum diakui dapat mengajukan permintaan yang luar biasa yang akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang berlaku berdasarkan situasi politik dan keamanan,” demikian laporan media Israel tersebut mengutip keterangan COGAT.
Perwakilan HRW menyatakan, bahwa mereka dilarang memasuki Gaza melalui penyeberangan Erez sejak tahun 2006. Sedangkan perwakilan Amnesty, telah dipilih untuk ditolak masuk ke Gaza sejak Juni 2012.
Namun, kedua kelompok itu mampu masuk ke Gaza melalui penyeberangan perbatasan antara Rafah dan Mesir. Itu pun hanya sampai batas waktu saat pemerintah Mohamed Morsi digulingkan militer tahun 2013. Sejak itu, Mesir tidak mengeluarkan izin penggunaan jalur tersebut.
Direktur EksekutifAmnesty Internasional di Israel, Yonatan Gher, telah diberitahu bahwa kelompoknya tidak dapat didaftarkan ke Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sosial Israel. Alasannya, kelompoknya tidak memenuhi syarat sebagai organiasi kemanusiaan penyalur bantuan.(mas)
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya menekan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag. Tujuannya untuk mencegah penyelidikan kejahatan perang yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
Bocoran laporan itu dipublikasikan Guardian kemarin. Laporan itu mengutip mantan pejabat ICC. Selama invasi militer Israel dengan kode “Operation Protective Edge”, Otoritas Palestina telah mengancam akan meminta ICC untuk mengadili para pemimpin Israel. ICC diminta untuk melihat langsung tuduhan itu dari banyaknya kematian warga sipil di Gaza.
Data terbaru dari Departemen Kesehatan Palestina, jumlah rakyat Palestina di Gaza yang tewas selama invasi Israel telah melonjak menjadi 2.016 jiwa. Sebagian besar korban tewas adalah warga sipil. Sedangkan dari pihak Israel, sebanyak 63 orang tewas. Di mana sebagian besar dari mereka adalah tentara Israel.
Laporan itu menyebut, bahwa tekanan AS dan negara-negara Barat semakin kuat untuk mencegah ICC untuk menyelidiki Israel. Palestina mengajukan dua kasus kejahatan perang yang dilakukan Israel. Yakni kasus tahun 2009 dan tuduhan kejahatan perang di Gaza yang dimulai sejak 8 Juli 2014.
Kedua jaksa ICC saat ini, Fatou Bensouda, dan Luis Moreno Ocampo, merupakan jaksa yang pernah menangani aduan Palestina pada 2009. Kala itu, Palestina minta ICC membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan perang oleh Israel.
Namun, mantan pejabat ICC yang dikutip Guardian, mengungkap bahwa para pejabat ICC berusaha untuk menyamarkan kasus itu menjadi keputusan politik yang menguntungkan Israel.
Seorang pengacara Prancis yang mewakili pihak Palestina, Gilles Devers, membenarkan laporan adanya tekanan dari AS dan negara-negara Barat kepada ICC.
”Ada tekanan besar untuk tidak melanjutkan dengan penyelidikan. Tekanan ini tidak hanya ditujukan kepada Fatah dan Hamas, tetapi juga pada kantor jaksa (ICC),” katanya.
”Dalam kedua kasus, mereka membuat ancaman terhadap subsidi keuangan kepada Palestina dan Mahkamah Pidana Internasional,” imbuh Devers.Halangi Investigasi, Israel Larang Amnesty dan HRW ke Gaza Keluarga di Gaza, Palestina berjalan di sekitar bangunan yang hancur akibat invasi Israel. | (Reuters / Ibraheem Abu Mustafa)
Pemerintah Israel melarang pekerja Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) untuk memasuki Jalur Gaza, Palestina. Israel sengaja mencegah para pekerja HAM itu untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Kedua organisasi HAM itu gagal untuk mendapatkan izin dari Administrasi Sipil Israel untuk memasuki Gaza sejak 7 Juli 2014.
Pemerintah Israel menyatakan, ada dua alasan mereka melarang dua organisasi HAM itu untuk memasuki Gaza. Pertama, perbatasan penyeberangan Erez, penghubung Israel dan Jalur Gaza memang ditutup. Kedua, kedua organisasi HAM itu bukan organisasi yang masuk kelompok penyalur bantuan kemanusiaan yang disetujui Menteri Sosial Israel.
Namun, media Israel, Haaretz, pada Selasa (19/8/2014) melaporkan bahwa, penyeberangan Erez sebenarnya dibuka. Baik itu untuk wartawan, pekerja PBB maupun pekerja medis untuk Palestina. Pembukaan penyeberangan Erez bahkan dimulai sejak Israel meluncurkan invasi dengan nama “Operation Protective Edge” pada 8 Juli 2014.
Selain itu, menurut Koordinator Kegiatan Pemerintah Daerah (COGAT) Israel aturan larangan masuk bagi kelompok-kelompok yang belum diakui sebagai kelompok yang ingin masuk ke Gaza bisa dikecualikan.
”Kewenangan menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang belum diakui dapat mengajukan permintaan yang luar biasa yang akan dipertimbangkan dalam kebijakan yang berlaku berdasarkan situasi politik dan keamanan,” demikian laporan media Israel tersebut mengutip keterangan COGAT.
Perwakilan HRW menyatakan, bahwa mereka dilarang memasuki Gaza melalui penyeberangan Erez sejak tahun 2006. Sedangkan perwakilan Amnesty, telah dipilih untuk ditolak masuk ke Gaza sejak Juni 2012.
Namun, kedua kelompok itu mampu masuk ke Gaza melalui penyeberangan perbatasan antara Rafah dan Mesir. Itu pun hanya sampai batas waktu saat pemerintah Mohamed Morsi digulingkan militer tahun 2013. Sejak itu, Mesir tidak mengeluarkan izin penggunaan jalur tersebut.
Direktur EksekutifAmnesty Internasional di Israel, Yonatan Gher, telah diberitahu bahwa kelompoknya tidak dapat didaftarkan ke Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sosial Israel. Alasannya, kelompoknya tidak memenuhi syarat sebagai organiasi kemanusiaan penyalur bantuan.(mas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.