Pesawat Masterpiece era 60an Mig 21 Fishbed
MiG-21 adalah pesawat fenomenal. Di tahun 60-an, pesawat ini dianggap masterpiecenya Soviet. MiG-21 hingga hari ini sudah dibuat lebih dari 11.000 unit dan dioperasikan oleh berbagai negara di seluruh dunia. MiG-21 hadir sebagai arsenal Negara Negara Arab di era tahun 1960-an awal. Dan sekaligus menjadi jet tempur Soviet paling canggih di Timur Tengah pada era itu.
Setelah MiG-21 mulai terbang di kawasan tersebut, Israel menjadi khawatir Fishbed yang dimiliki oleh Negara Negara sekitarnya tersebut kemampuannya akan lebih superior dari arsenal pesawat tempur andalan mereka saat itu, Mirage III dari Perancis. Karena itulah mereka pun memutuskan bahwa mereka membutuhkan data data detail sebanyak mungkin mengenai kemampuan si MiG-21 tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar dengan adanya detail informasi tersebut, personel Angkatan Udara Israel dapat menyusun suatu taktik dan strategi tertentu sehingga mampu mengungguli pilot musuh dalam pertempuran.
Karena itulah, Angkatan Udara Israel pun mendesak Badan Intelijen Israel untuk segera mencari cara untuk mendapatkan segala macam informasi mengenai pesawat tempur baru tersebut, dan bila memungkinkan, mendapatkan unit utuh untuk dievaluasi.
Dan sekarang kita akan membahas bagaimana ceritanya Angkatan Udara Israel berhasil mendapatkan sebuah MiG-21 utuh dan laik terbang untuk di evaluasi.Pembelotan Pilot Irak Nomor 007 adalah kelakar AU Israel atas prestasi Mossad
Selasa pagi hari, 16 Agustus 1966, hal yang dianggap mustahil terjadi. Sebuah MiG-21, masterpiece dari industry kedirgantaraan Soviet saat itu, pesawat paling canggih dijajaran angkatan udara Negara Negara Arab, mendarat di pangkalan udara Hatzor, Israel.
Bagi blok barat, hal ini adalah suatu mimpi yang jadi kenyataan. Jaman perang dingin masa itu, MiG-21 adalah pesawat nomer satu blok timur, dan Amerika Serikat sama sekali tidak punya petunjuk dan informasi apapun mengenai pesawat ini, bagaimana pesawat ini dibuat, apa dan bagaimana kelemahannya, dan senjata dan taktik seperti apa yang harus dikembangkan untuk menghadapinya. Sebuah silver bullet dari Soviet.
Adalah seorang Kapten Munir Radfa, pilot MiG-21 Angkatan Udara Irak, akhirnya berhasil dibujuk untuk menerbangkan MiG-21 Fishbednya ke Israel, dengan janji bahwa keluarganya akan dibawa keluar dari Irak ke Israel untuk menghindari pembalasan rezim setempat, dan bahwa dia akan diberikan uang sebesar USD 300.000 untuk memulai hidup baru di Israel.
Mossad pun segera melakukan perannya. Satu persatu anggota keluarga Kapten Redfa diselamatkan ke luar negeri dalam berbagai alibi. Segera setelah seluruh keluarganya di selundupkan dengan selamat, Kapten Redfa menunggu ditugaskan Angkatan Udara Irak untuk misi latihan penerbangan jarak jauh di gurun sebelah barat Irak, yang sesuai dengan rencananya, akan menjadi permulaan pembelotannya.
Kapten Munir Redfa sendiri, pilot MiG-21 tersebut, mengatakan, bahwa dia memutuskan untuk membelot ke Israel karena penyesalan dan rasa bersalah setelah beberapa kali melaksanakan misi penyerangan desa desa Kurdi dengan bom Napalm.
Namun sesungguhnya, membelotnya Kapten Munir Redfa bukanlah aksi spontan. Pembelotan tersebut adalah hasil operasi intelijen yang berani dan luar biasa yang dilakukan oleh Mossad, badan intelijen Israel. Untuk pertama kalinya, sebuah MiG-21 berhasil didapatkan dalam operasi intelijen ini.
Awal mula operasi ini adalah ketika di tahun 1965 Israel mendapat informasi bahwa Soviet mensupply Mesir, Suriah dan Irak dengan MiG-21. Jendral Ezer Weizman, Komandan Angkatan Udara Israel pun meradang. Dia mendesak Mossad untuk mendapatkan segala macam data tentang MiG-21, dan kalau bisa mendapatkan pesawat itu sendiri demi keunggulan Israel.
Di Irak, Mossad mempunyai asset. Adalah Yosef Shemes, pengusaha Yahudi yang juga kolaborator Mossad. Yossef ini menjalin hubungan dengan ipar Kapten Redfa. Kala itu, lewat Yosef, Mossad mendapat informasi bahwa Redfa tidak nyaman dalam posisinya di Angkatan Udara Irak. Beberapa misi memaksanya melakukan pembumihangusan desa desa Kurdi dan ketika itu karirnya pun sedang terhambat. Beliau juga tertarik akan kemungkinan tinggal di luar negeri, terutama di Negara Negara Barat, sejak kunjungan resminya ke Amerika Serikat dalam rangka latihan militer. Yosef Shemes pun menjalin kontak antara pilot tersebut dengan Mossad.
Suatu waktu, Redfa melakukan perjalanan ke Roma, Italia, dimana dengan usaha Mossad, dia bertemu dengan seorang pilot Angkatan Udara Israel. Pilot tersebut menyelundupkan Redfa ke Israel dan beliau tinggal disana selama tiga hari. Disana, dia diyakinkan untuk membelot. Tanpa sepengetahuannya, Mossad mengambil gambar foto-foto Redfa selama kunjungannya di Israel. Hal itu dimaksudkan untuk menekan Redfa bilamana dia mengubah pikirannya untuk membelot ke Israel. Pada saat ini juga rencana rencana pembelotannya disusun.
Seperti disebutkan di awal, Kapten Redfa setuju untuk membelot dengan syarat seluruh keluarganya harus dibawa keluar terlebih dahulu dari Irak sebelum ia melakukan pembelotan.Flightplan pun disusun dan berhasil MiG-21 Fishbed yang digunakan Kapten Redfa
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kesempatan melakukan pembelotan pun muncul. Kapten Redfa diperintahkan untuk melakukan latihan terbang jarak jauh di sebelah barat Irak. Flightplan yang sudah disusun Mossad pun diingatnya kembali, di bukanya peta dan ditentukannya tujuan pembelotannya itu. Pagi hari selasa 16 Agustus 1966, personel Angkatan Udara Irak mempersiapkan MiG-21F-13 nomer 534 yang akan dipiloti kapten Redfa. Pesawat dipenuhi dengan bahan bakar karena misi hari ini adalah long range training.
Dan pada suatu titik, dia memisahkan diri dari formasi, dan berjuang terbang ke Israel. Sesuai dengan flightplan yang disepakati, dari Irak Kapten Redfa terbang melewati Yordania. Flightplan tersebut disusun dengan hati-hati, diperkirakan jalur tersebut berada diluar jangkauan radar radar milik Yordania.
Tetapi tetap saja, dua buah pesawat hawker Hunter milik Angkatan Udara Yordania di-scramble-kan untuk mengejar dan mencegat MiG-21F-13 yang diterbangkan Kapten Redfa. Tetapi, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, MiG-21 Fishbed C tersebut terbang dengan kecepatan tinggi dan ketinggian sekitar 30.000 feet, diatas kemampuan Hawker Hunter, membuatnya tidak mungkin dicegat kedua pesawat tersebut. Flightplan tersebut juga dirancang untuk menghindari wilayah penduduk, agar pesawat tersebut dapat ditembak tanpa membahayakan penduduk dibawah, jikalau dirasa pembelotan tersebut palsu, atau merupakan taktik penyerangan AU Irak.
Selepas wilayah udara Yordania, MiG-21 tersebut akhirnya masuk ke wilayah udara Israel di selatan laut mati. Angkatan Udara Israel pun juga sudah menyiapkan pengawal, 2 buah Mirage III, untuk menuntun MiG-21 tersebut ke pangkalan udara Hatzor. Setelah lebih dari 900 km, sampailah beliau di tujuannya.
MiG-21 tersebut terbukti berguna. Dengan pesawat ini Angkatan Udara Israel mengembangkan taktik sehingga berhasil menjatuhkan beberapa MiG-21 di perang tahun 1967. Dengan pesawat ini pula, Israel dapat menodong Amerika Serikat untuk mengijinkan Israel membeli F-4 Phantom, sekaligus mengakhiri embargo senjata Amerika yang sudah berlangsung sekitar 20 tahun.
MiG-21 adalah pesawat fenomenal. Di tahun 60-an, pesawat ini dianggap masterpiecenya Soviet. MiG-21 hingga hari ini sudah dibuat lebih dari 11.000 unit dan dioperasikan oleh berbagai negara di seluruh dunia. MiG-21 hadir sebagai arsenal Negara Negara Arab di era tahun 1960-an awal. Dan sekaligus menjadi jet tempur Soviet paling canggih di Timur Tengah pada era itu.
Setelah MiG-21 mulai terbang di kawasan tersebut, Israel menjadi khawatir Fishbed yang dimiliki oleh Negara Negara sekitarnya tersebut kemampuannya akan lebih superior dari arsenal pesawat tempur andalan mereka saat itu, Mirage III dari Perancis. Karena itulah mereka pun memutuskan bahwa mereka membutuhkan data data detail sebanyak mungkin mengenai kemampuan si MiG-21 tersebut. Hal tersebut dimaksudkan agar dengan adanya detail informasi tersebut, personel Angkatan Udara Israel dapat menyusun suatu taktik dan strategi tertentu sehingga mampu mengungguli pilot musuh dalam pertempuran.
Karena itulah, Angkatan Udara Israel pun mendesak Badan Intelijen Israel untuk segera mencari cara untuk mendapatkan segala macam informasi mengenai pesawat tempur baru tersebut, dan bila memungkinkan, mendapatkan unit utuh untuk dievaluasi.
Dan sekarang kita akan membahas bagaimana ceritanya Angkatan Udara Israel berhasil mendapatkan sebuah MiG-21 utuh dan laik terbang untuk di evaluasi.Pembelotan Pilot Irak Nomor 007 adalah kelakar AU Israel atas prestasi Mossad
Selasa pagi hari, 16 Agustus 1966, hal yang dianggap mustahil terjadi. Sebuah MiG-21, masterpiece dari industry kedirgantaraan Soviet saat itu, pesawat paling canggih dijajaran angkatan udara Negara Negara Arab, mendarat di pangkalan udara Hatzor, Israel.
Bagi blok barat, hal ini adalah suatu mimpi yang jadi kenyataan. Jaman perang dingin masa itu, MiG-21 adalah pesawat nomer satu blok timur, dan Amerika Serikat sama sekali tidak punya petunjuk dan informasi apapun mengenai pesawat ini, bagaimana pesawat ini dibuat, apa dan bagaimana kelemahannya, dan senjata dan taktik seperti apa yang harus dikembangkan untuk menghadapinya. Sebuah silver bullet dari Soviet.
Adalah seorang Kapten Munir Radfa, pilot MiG-21 Angkatan Udara Irak, akhirnya berhasil dibujuk untuk menerbangkan MiG-21 Fishbednya ke Israel, dengan janji bahwa keluarganya akan dibawa keluar dari Irak ke Israel untuk menghindari pembalasan rezim setempat, dan bahwa dia akan diberikan uang sebesar USD 300.000 untuk memulai hidup baru di Israel.
Mossad pun segera melakukan perannya. Satu persatu anggota keluarga Kapten Redfa diselamatkan ke luar negeri dalam berbagai alibi. Segera setelah seluruh keluarganya di selundupkan dengan selamat, Kapten Redfa menunggu ditugaskan Angkatan Udara Irak untuk misi latihan penerbangan jarak jauh di gurun sebelah barat Irak, yang sesuai dengan rencananya, akan menjadi permulaan pembelotannya.
Kapten Munir Redfa sendiri, pilot MiG-21 tersebut, mengatakan, bahwa dia memutuskan untuk membelot ke Israel karena penyesalan dan rasa bersalah setelah beberapa kali melaksanakan misi penyerangan desa desa Kurdi dengan bom Napalm.
Namun sesungguhnya, membelotnya Kapten Munir Redfa bukanlah aksi spontan. Pembelotan tersebut adalah hasil operasi intelijen yang berani dan luar biasa yang dilakukan oleh Mossad, badan intelijen Israel. Untuk pertama kalinya, sebuah MiG-21 berhasil didapatkan dalam operasi intelijen ini.
Awal mula operasi ini adalah ketika di tahun 1965 Israel mendapat informasi bahwa Soviet mensupply Mesir, Suriah dan Irak dengan MiG-21. Jendral Ezer Weizman, Komandan Angkatan Udara Israel pun meradang. Dia mendesak Mossad untuk mendapatkan segala macam data tentang MiG-21, dan kalau bisa mendapatkan pesawat itu sendiri demi keunggulan Israel.
Di Irak, Mossad mempunyai asset. Adalah Yosef Shemes, pengusaha Yahudi yang juga kolaborator Mossad. Yossef ini menjalin hubungan dengan ipar Kapten Redfa. Kala itu, lewat Yosef, Mossad mendapat informasi bahwa Redfa tidak nyaman dalam posisinya di Angkatan Udara Irak. Beberapa misi memaksanya melakukan pembumihangusan desa desa Kurdi dan ketika itu karirnya pun sedang terhambat. Beliau juga tertarik akan kemungkinan tinggal di luar negeri, terutama di Negara Negara Barat, sejak kunjungan resminya ke Amerika Serikat dalam rangka latihan militer. Yosef Shemes pun menjalin kontak antara pilot tersebut dengan Mossad.
Suatu waktu, Redfa melakukan perjalanan ke Roma, Italia, dimana dengan usaha Mossad, dia bertemu dengan seorang pilot Angkatan Udara Israel. Pilot tersebut menyelundupkan Redfa ke Israel dan beliau tinggal disana selama tiga hari. Disana, dia diyakinkan untuk membelot. Tanpa sepengetahuannya, Mossad mengambil gambar foto-foto Redfa selama kunjungannya di Israel. Hal itu dimaksudkan untuk menekan Redfa bilamana dia mengubah pikirannya untuk membelot ke Israel. Pada saat ini juga rencana rencana pembelotannya disusun.
Seperti disebutkan di awal, Kapten Redfa setuju untuk membelot dengan syarat seluruh keluarganya harus dibawa keluar terlebih dahulu dari Irak sebelum ia melakukan pembelotan.Flightplan pun disusun dan berhasil MiG-21 Fishbed yang digunakan Kapten Redfa
Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kesempatan melakukan pembelotan pun muncul. Kapten Redfa diperintahkan untuk melakukan latihan terbang jarak jauh di sebelah barat Irak. Flightplan yang sudah disusun Mossad pun diingatnya kembali, di bukanya peta dan ditentukannya tujuan pembelotannya itu. Pagi hari selasa 16 Agustus 1966, personel Angkatan Udara Irak mempersiapkan MiG-21F-13 nomer 534 yang akan dipiloti kapten Redfa. Pesawat dipenuhi dengan bahan bakar karena misi hari ini adalah long range training.
Dan pada suatu titik, dia memisahkan diri dari formasi, dan berjuang terbang ke Israel. Sesuai dengan flightplan yang disepakati, dari Irak Kapten Redfa terbang melewati Yordania. Flightplan tersebut disusun dengan hati-hati, diperkirakan jalur tersebut berada diluar jangkauan radar radar milik Yordania.
Tetapi tetap saja, dua buah pesawat hawker Hunter milik Angkatan Udara Yordania di-scramble-kan untuk mengejar dan mencegat MiG-21F-13 yang diterbangkan Kapten Redfa. Tetapi, seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, MiG-21 Fishbed C tersebut terbang dengan kecepatan tinggi dan ketinggian sekitar 30.000 feet, diatas kemampuan Hawker Hunter, membuatnya tidak mungkin dicegat kedua pesawat tersebut. Flightplan tersebut juga dirancang untuk menghindari wilayah penduduk, agar pesawat tersebut dapat ditembak tanpa membahayakan penduduk dibawah, jikalau dirasa pembelotan tersebut palsu, atau merupakan taktik penyerangan AU Irak.
Selepas wilayah udara Yordania, MiG-21 tersebut akhirnya masuk ke wilayah udara Israel di selatan laut mati. Angkatan Udara Israel pun juga sudah menyiapkan pengawal, 2 buah Mirage III, untuk menuntun MiG-21 tersebut ke pangkalan udara Hatzor. Setelah lebih dari 900 km, sampailah beliau di tujuannya.
MiG-21 tersebut terbukti berguna. Dengan pesawat ini Angkatan Udara Israel mengembangkan taktik sehingga berhasil menjatuhkan beberapa MiG-21 di perang tahun 1967. Dengan pesawat ini pula, Israel dapat menodong Amerika Serikat untuk mengijinkan Israel membeli F-4 Phantom, sekaligus mengakhiri embargo senjata Amerika yang sudah berlangsung sekitar 20 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.