Kopassus. (Foto: Pasukan Khusus Blogspot)
Pulau Tidung Kepulauan Seribu menjadi saksi masa kecil Hendriono, seorang Sersan Satu Korps Kopassus TNI AD. Alam Kepulauan Seribu menjadi sekolah pertama, lebih memungkinkan diri untuk menjadikannya seorang prajurit Angkatan Laut. Akan tetapi, kenyataannya berbeda. Hendriono lebih memilih menjadi prajurit Korps Baret Merah.
Untuk menjadi anggota Kopassus bukanlah hal mudah. Perlu persiapan, baik fisik dan mental yang sempurna. Hal tersebut merupakan tuntutan utama bagi setiap orang yang ingin bergabung di pasukan khusus kebanggaan bangsa Indonesia. Hal ini pula yang dilakukannya.
Pria asli kelahiran Pulau Tidung, 16 September 1976 tersebut memang bercita-cita menjadi anggota TNI. Sebelumnya, ia pemain sepakbola di klub Persitara saat masih SMA. Pelatihnya lalu memberi informasi bahwa Kopassus menerima anggota Catako (Calon Tamtama Komando) 1996-1997.
Pertama mencoba, Hendri mendaftar Kodam Jaya. Pihak Kodam Jaya mengarahkannya ke Cijantung, Markas Kopassus. Di sana, Hendri langsung mendaftar di Ajen Kopassus. Setelah mendaftar, dilakukan seleksi bagi para Catako untuk seluruh Indonesia. Dari 80 ribu pendaftar, hanya 200 orang yang diterima.
Seleksi yang dilakukan adalah kesehatan jasmani dengan berlari berjarak 2.800 meter dalam 12 menit, psikologi dan pengetahuan umum, juga ideologi. Setelah lulus seleksi tersebut, para Catako mengikuti pendidikan dasar Parako di Grup 1 Serang Banten. Pendidikan tersebut berlangsung selama empat bulan. Selain itu, para calon anggota mendapat pendidikan Hirbak (Mahir Menembak) selama pendidikan dasar.
Setelah dinyatakan lulus, baru para anggota dilatih pendidikan Para Komando dan Spesialis Bakduk (Penembak Runduk) di Batujajar. Pelatihan untuk Para berlangsung selama dua bulan, untuk Komando tujuh bulan, dan Spesialis dua bulan.
Lulus dari kawah 'Candradimuka' Batujajar, Hendri ditempatkan di Grup 1 Batalyon 11, Kompi 1 Macan dengan pangkat Prada (Prajurit Dua). Berada di kompi tersebut selama dua tahun, kemudian ditarik ke Mako (Markas Komando) sesuai kebutuhan reorganisasi. Di Mako Cijantung, Hendri masuk ke dalam kompi pengamanan (Kipam) dengan pangkat Pratu (Prajurit Satu).
Unit selanjutnya, dia ditempatkan di Provost Makopassus dengan jabatan Ta Provost 12 yang bertugas pengamanan dan pengawalan. Saat menjadi Provost, ayah tiga orang anak ini mendapat tugas Sandi Yudha ke Maluku saat konflik horizontal di sana pada 2001, selama 16 bulan. Ada pengalaman yang mendebarkan.
“Pernah ada kejadian, saya terjebak di antara kerumunan dua kelompok yang bertikai. Saat itu, kami dari pos Kopassus hanya berjumlah tiga orang. Kami bisa lolos dari kepungan tersebut, dengan cara melakukan negosiasi kedua kelompok yang bertikai,” cerita Hendri.
Kejadian tersebut terjadi di Desa Asilulu dan Ureng, Kecamatan Jaziralehitu, Ambon. Anggota Den Sandha Kopassus yang diturunkan mengatasi konflik tersebut, hanya berjumlah 54 personel.
Selesai bertugas di Ambon, Hendriyono kembali ke Cijantung. Dia kembali bertugas sebagai Provost dengan Praka (Prajurit Kepala). Menempati pos anggota Provost dilakoninya hingga pangkat Kopral Dua.
Ia kemudian mendapat kesempatan mengikuti sekolah TBM (Terjun Bebas Militer/Freefall) selama sepuluh minggu di Pusdikpassus Batujajar Bandung. Selesai mengikuti pendidikan, ia kembali ke Makopassus menjadi caraka Wadanjen Kopassus, Brigjen TNI Wisnu Bawa Tenaya. Pangkat yang disandangnya Kopral Dua.
Pada saat yang bersamaan, Hendriyono berkesempatan mengikuti pendidikan Secaba (Sekolah Calon Bintara) Komando di Batujajar Bandung. Pendidikan tersebut dia tekuni selama empat bulan. Lulus Secaba, ia kembali bertugas menjadi caraka Wadanjen Kopassus dengan jabatan Ba Spri Turmudi IV (Bintara Staf Pribadi Mengatur Pengemudi IV). Ketika Wadanjen Brigjen TNI Wisnu Bawa Tenaya menjadi Danjen, Hendri kemudian tetap melayaninya.
Ketika Sertijab, Danjen Kopassus dari Mayjen Wisnu Bawa Tenaya ke Mayjen Agus Sutomo, Sertu Hendriyono dipindahkan ke Penerangan Kopassus dengan jabatan Ba Video RTF, hingga saat ini.
“Saat saya melayani Danjen Pak Wisnu, beliau orangnya disiplin, tahan bergadang, selalu bekerja keras, sehingga para caraka mengikuti cara dan kebiasaannya. Selain itu, beliau punya sifat jahil yang sifatnya membangun. Pernah kejadian seluruh perwira menengah Kopassus, diperintahkan menyapu seluruh Makopassus. Termasuk beliau sendiri ikut menyapu,” kenangnya saat menjadi Staf Wadanjen.
Jiwa Maritim
Jiwa maritim yang sudah terpatri telah mengantarkan Hendri menjadi anggota Kopassus andal dan berjiwa maritim. Hendri merupakan anggota pasukan katak Kopassus yang kerap melakukan penyelaman guna menjalankan tugas militer dan non-militer.
Harapan dirinya ke depan ialah mampu melakukan yang terbaik dalam tugas sebagai anggota Kopassus. Selain itu, ia bangga kepada seluruh pimpinan dari daerah asalnya, Kepulauan Seribu.
“Saya berharap Kopassus menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, bahkan dunia dan saya bangga menjadi anggota Kopassus, karena saya merupakan satu-satunya putra dari Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, yang berhasil menjadi prajurit baret merah. Dan saya bangga kepada semua pimpinan saya, karena menjadi prajurit oleh karena mereka,” pungkasnya.
Pulau Tidung Kepulauan Seribu menjadi saksi masa kecil Hendriono, seorang Sersan Satu Korps Kopassus TNI AD. Alam Kepulauan Seribu menjadi sekolah pertama, lebih memungkinkan diri untuk menjadikannya seorang prajurit Angkatan Laut. Akan tetapi, kenyataannya berbeda. Hendriono lebih memilih menjadi prajurit Korps Baret Merah.
Untuk menjadi anggota Kopassus bukanlah hal mudah. Perlu persiapan, baik fisik dan mental yang sempurna. Hal tersebut merupakan tuntutan utama bagi setiap orang yang ingin bergabung di pasukan khusus kebanggaan bangsa Indonesia. Hal ini pula yang dilakukannya.
Pria asli kelahiran Pulau Tidung, 16 September 1976 tersebut memang bercita-cita menjadi anggota TNI. Sebelumnya, ia pemain sepakbola di klub Persitara saat masih SMA. Pelatihnya lalu memberi informasi bahwa Kopassus menerima anggota Catako (Calon Tamtama Komando) 1996-1997.
Pertama mencoba, Hendri mendaftar Kodam Jaya. Pihak Kodam Jaya mengarahkannya ke Cijantung, Markas Kopassus. Di sana, Hendri langsung mendaftar di Ajen Kopassus. Setelah mendaftar, dilakukan seleksi bagi para Catako untuk seluruh Indonesia. Dari 80 ribu pendaftar, hanya 200 orang yang diterima.
Seleksi yang dilakukan adalah kesehatan jasmani dengan berlari berjarak 2.800 meter dalam 12 menit, psikologi dan pengetahuan umum, juga ideologi. Setelah lulus seleksi tersebut, para Catako mengikuti pendidikan dasar Parako di Grup 1 Serang Banten. Pendidikan tersebut berlangsung selama empat bulan. Selain itu, para calon anggota mendapat pendidikan Hirbak (Mahir Menembak) selama pendidikan dasar.
Setelah dinyatakan lulus, baru para anggota dilatih pendidikan Para Komando dan Spesialis Bakduk (Penembak Runduk) di Batujajar. Pelatihan untuk Para berlangsung selama dua bulan, untuk Komando tujuh bulan, dan Spesialis dua bulan.
Lulus dari kawah 'Candradimuka' Batujajar, Hendri ditempatkan di Grup 1 Batalyon 11, Kompi 1 Macan dengan pangkat Prada (Prajurit Dua). Berada di kompi tersebut selama dua tahun, kemudian ditarik ke Mako (Markas Komando) sesuai kebutuhan reorganisasi. Di Mako Cijantung, Hendri masuk ke dalam kompi pengamanan (Kipam) dengan pangkat Pratu (Prajurit Satu).
Unit selanjutnya, dia ditempatkan di Provost Makopassus dengan jabatan Ta Provost 12 yang bertugas pengamanan dan pengawalan. Saat menjadi Provost, ayah tiga orang anak ini mendapat tugas Sandi Yudha ke Maluku saat konflik horizontal di sana pada 2001, selama 16 bulan. Ada pengalaman yang mendebarkan.
“Pernah ada kejadian, saya terjebak di antara kerumunan dua kelompok yang bertikai. Saat itu, kami dari pos Kopassus hanya berjumlah tiga orang. Kami bisa lolos dari kepungan tersebut, dengan cara melakukan negosiasi kedua kelompok yang bertikai,” cerita Hendri.
Kejadian tersebut terjadi di Desa Asilulu dan Ureng, Kecamatan Jaziralehitu, Ambon. Anggota Den Sandha Kopassus yang diturunkan mengatasi konflik tersebut, hanya berjumlah 54 personel.
Selesai bertugas di Ambon, Hendriyono kembali ke Cijantung. Dia kembali bertugas sebagai Provost dengan Praka (Prajurit Kepala). Menempati pos anggota Provost dilakoninya hingga pangkat Kopral Dua.
Ia kemudian mendapat kesempatan mengikuti sekolah TBM (Terjun Bebas Militer/Freefall) selama sepuluh minggu di Pusdikpassus Batujajar Bandung. Selesai mengikuti pendidikan, ia kembali ke Makopassus menjadi caraka Wadanjen Kopassus, Brigjen TNI Wisnu Bawa Tenaya. Pangkat yang disandangnya Kopral Dua.
Pada saat yang bersamaan, Hendriyono berkesempatan mengikuti pendidikan Secaba (Sekolah Calon Bintara) Komando di Batujajar Bandung. Pendidikan tersebut dia tekuni selama empat bulan. Lulus Secaba, ia kembali bertugas menjadi caraka Wadanjen Kopassus dengan jabatan Ba Spri Turmudi IV (Bintara Staf Pribadi Mengatur Pengemudi IV). Ketika Wadanjen Brigjen TNI Wisnu Bawa Tenaya menjadi Danjen, Hendri kemudian tetap melayaninya.
Ketika Sertijab, Danjen Kopassus dari Mayjen Wisnu Bawa Tenaya ke Mayjen Agus Sutomo, Sertu Hendriyono dipindahkan ke Penerangan Kopassus dengan jabatan Ba Video RTF, hingga saat ini.
“Saat saya melayani Danjen Pak Wisnu, beliau orangnya disiplin, tahan bergadang, selalu bekerja keras, sehingga para caraka mengikuti cara dan kebiasaannya. Selain itu, beliau punya sifat jahil yang sifatnya membangun. Pernah kejadian seluruh perwira menengah Kopassus, diperintahkan menyapu seluruh Makopassus. Termasuk beliau sendiri ikut menyapu,” kenangnya saat menjadi Staf Wadanjen.
Jiwa Maritim
Jiwa maritim yang sudah terpatri telah mengantarkan Hendri menjadi anggota Kopassus andal dan berjiwa maritim. Hendri merupakan anggota pasukan katak Kopassus yang kerap melakukan penyelaman guna menjalankan tugas militer dan non-militer.
Harapan dirinya ke depan ialah mampu melakukan yang terbaik dalam tugas sebagai anggota Kopassus. Selain itu, ia bangga kepada seluruh pimpinan dari daerah asalnya, Kepulauan Seribu.
“Saya berharap Kopassus menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia, bahkan dunia dan saya bangga menjadi anggota Kopassus, karena saya merupakan satu-satunya putra dari Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, yang berhasil menjadi prajurit baret merah. Dan saya bangga kepada semua pimpinan saya, karena menjadi prajurit oleh karena mereka,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.