✈ Soal Laut Cina Selatan✈ Ilustrasi KRI TNI AL ☆
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menolak bantuan Pentagon senilai USD 2 juta atau setara Rp 26,5 miliar dari Pentagon untuk Kerja sama Keamanan Maritim Asia Tenggara (MSI) di Laut Cina Selatan. Menurut Ryamizard, saat ini pemerintah masih mampu menggunakan anggaran sendiri untuk alat utama sistem pertahanan.
"Enggak usah, saya sampaikan terima kasih. Kita masih ada lah kalau buat gitu-gitu saja," kata Ryamizard di Kantornya, Jakarta, Rabu (13/4).
Namun dia mengakui bantuan program bernama Kerja Sama Keamanan Maritim Asia Tenggara juga tak hanya Amerika Serikat, tapi China dan Singapura juga ingin membantu Indonesia. Akan tetapi, pemerintah Indonesia menolak bantuan itu karena anggaran militer sudah ditentukan.
"Negara kita besar mampu. Natuna terutama, kita juga enggak perang sama siapa? Teroris? Bencana? Enggak perlu sebesar itu," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat dalam laporan yang dilansir the Diplomat, Minggu (10/4), menggelontorkan dana besar untuk peningkatan kapasitas militer negara-negara Asia Tenggara. Tujuan pemberian bantuan ini dalam rangka menghadang pengaruh China di Laut China Selatan. Anggaran ini masuk dalam program bernama Kerja sama Keamanan Maritim Asia Tenggara (MSI).
Indonesia, dalam dokumen yang sudah disetujui Kongres AS ini, turut memperoleh bantuan senilai USD 2 juta (setara Rp 26,5 miliar) dari Pentagon. Kendati Indonesia bukanlah negara yang terlibat langsung dalam sengketa wilayah Laut China Selatan, namun AS merasa armada laut Indonesia dapat berperan besar menjadi penyeimbang kekuatan di kawasan.
Saat dikonfirmasi terpisah, Ash Carter selaku Menteri Pertahanan AS, membenarkan kucuran dana tersebut. "Kami ingin negara-negara mitra AS di kawasan Asia Tenggara menjadi lebih kuat dan mandiri dalam hal pertahanan. Untuk mencapai tujuan itu, kami harus lebih aktif memberi pendampingan dan peningkatan kapasitas keamanan maritim," ujarnya.
Malaysia, dalam posisi netral seperti Indonesia untuk urusan Laut China Selatan, menerima bantuan lebih besar mencapai USD 3 juta. Dua negara ini dianggap perlu memperoleh sokongan Negeri Paman Sam, karena wilayah laut masing-masing kerap dimasuki oleh nelayan asal Tiongkok secara ilegal.
Indonesia pada 20 Maret lalu berkonflik dengan China, lantaran kapal penjaga laut Tiongkok berusaha membebaskan paksa kapal nelayan mereka yang ditangkap dekat ZEE Natuna. Malaysia pun belum lama mengalami pencurian ikan skala massif, dengan masuknya 100 kapal Tiongkok dekat perairan Sabah.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menolak bantuan Pentagon senilai USD 2 juta atau setara Rp 26,5 miliar dari Pentagon untuk Kerja sama Keamanan Maritim Asia Tenggara (MSI) di Laut Cina Selatan. Menurut Ryamizard, saat ini pemerintah masih mampu menggunakan anggaran sendiri untuk alat utama sistem pertahanan.
"Enggak usah, saya sampaikan terima kasih. Kita masih ada lah kalau buat gitu-gitu saja," kata Ryamizard di Kantornya, Jakarta, Rabu (13/4).
Namun dia mengakui bantuan program bernama Kerja Sama Keamanan Maritim Asia Tenggara juga tak hanya Amerika Serikat, tapi China dan Singapura juga ingin membantu Indonesia. Akan tetapi, pemerintah Indonesia menolak bantuan itu karena anggaran militer sudah ditentukan.
"Negara kita besar mampu. Natuna terutama, kita juga enggak perang sama siapa? Teroris? Bencana? Enggak perlu sebesar itu," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat dalam laporan yang dilansir the Diplomat, Minggu (10/4), menggelontorkan dana besar untuk peningkatan kapasitas militer negara-negara Asia Tenggara. Tujuan pemberian bantuan ini dalam rangka menghadang pengaruh China di Laut China Selatan. Anggaran ini masuk dalam program bernama Kerja sama Keamanan Maritim Asia Tenggara (MSI).
Indonesia, dalam dokumen yang sudah disetujui Kongres AS ini, turut memperoleh bantuan senilai USD 2 juta (setara Rp 26,5 miliar) dari Pentagon. Kendati Indonesia bukanlah negara yang terlibat langsung dalam sengketa wilayah Laut China Selatan, namun AS merasa armada laut Indonesia dapat berperan besar menjadi penyeimbang kekuatan di kawasan.
Saat dikonfirmasi terpisah, Ash Carter selaku Menteri Pertahanan AS, membenarkan kucuran dana tersebut. "Kami ingin negara-negara mitra AS di kawasan Asia Tenggara menjadi lebih kuat dan mandiri dalam hal pertahanan. Untuk mencapai tujuan itu, kami harus lebih aktif memberi pendampingan dan peningkatan kapasitas keamanan maritim," ujarnya.
Malaysia, dalam posisi netral seperti Indonesia untuk urusan Laut China Selatan, menerima bantuan lebih besar mencapai USD 3 juta. Dua negara ini dianggap perlu memperoleh sokongan Negeri Paman Sam, karena wilayah laut masing-masing kerap dimasuki oleh nelayan asal Tiongkok secara ilegal.
Indonesia pada 20 Maret lalu berkonflik dengan China, lantaran kapal penjaga laut Tiongkok berusaha membebaskan paksa kapal nelayan mereka yang ditangkap dekat ZEE Natuna. Malaysia pun belum lama mengalami pencurian ikan skala massif, dengan masuknya 100 kapal Tiongkok dekat perairan Sabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.