Belum Ada Info soal Sandera WNI Kapal Brahma 12 sudah lebih dahulu dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina. Sementara 10 WNI ABK Anand 12 hingga saat ini masih disandera militan Abu Sayyaf, yang meminta uang tebusan sekitar Rp15 miliar. (Facebook/Peter Tonsen Barahama)
Penyerbuan militer Filipina ke markas kelompok militan Abu Sayyaf pada Sabtu (9/4) di Basilan menewaskan 18 tentara Filipina dan lima militan. Meski demikian, hingga kini belum ada informasi terkait 10 warga negara Indonesia anak buah kapal Anand 12 yang disandera militan itu sejak akhir Maret lalu.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan hingga kini Kemlu tidak menerima informasi bahwa sandera WNI berada di lokasi penyerbuan.
"Kami tidak pernah memperoleh informasi bahwa 10 WNI ada di daerah Basilan," ujar Iqbal melalui pesan kepada CNN Indonesia.com pada Minggu (10/4).
Sementara, Dubes RI untuk Filipina, Johny Lumintang menyatakan belum ada informasi resmi yang signifikan dari pemerintah Filipina soal nasib 10 WNI yang disandera. Pihaknya masih memantau soal kondisi mereka.
"Sejauh ini, kondisinya masih sama, masih monitor terus. Dari operasi militer kemarin, sampai saat ini belum ada kabar berita (soal sandera)," kata Johny pada Minggu (10/4), dikutip dari Detikcom.
CNN Philippines mengutip juru bicara Komando Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan yang menyatakan bahwa lebih dari 50 prajurit lainnya terluka akibat baku tembak yang terjadi selama hampir sepuluh jam itu.
Jumlah itu, tuturnya, merupakan yang terbesar yang terjadi dalam sehari yang dialami militer Filipina dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Johny, operasi militer tidak pernah diinformasikan ke pihak lain. Karena itu, perkembangan soal operasi ini pun sangat minim. Johny menegaskan bahwa hingga kini upaya pemerintah melakukan koordinasi dengan penyandera dan para sandera masih terus berjalan.
"Kita ada perwakilan wilayah yang monitor terus," ujarnya.
Sebelumnya, pada Jumat (8/4), Kemlu menyatakan bahwa 10 WNI yang disandera dalam keadaan baik dan sehat. Sesuai perintah Presiden Jokowi, Kemlu mengedepankan upaya diplomasi untuk membebaskan para sandera.
Sementara, tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) mengaku siap jika dimandatkan pemerintah untuk melakukan operasi militer membebaskan WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Kepala Staff TNI AU Agus Supriatna menyatakan bahwa korpsnya telah mengirimkan alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Landasan Udara TNI AU Tarakan, Kalimantan Utara, untuk persiapan.
Agus mengklaim TNI AU bisa mempercepat pembebasan WNI dengan bekal kemampuan pengintaian atau pelacakan yang kuat.
Walaupun begitu, Agus tetap menyertakan bahwa seluruh timnya tidak akan bergerak tanpa ada mandat dari pemerintah.
Penculikan 10 ABK oleh kelompok Abu Sayyaf telah berlangsung selama lebih dari 10 hari. Kapal Tongkang Anand 12 dan Brahma 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina pada 15 Maret. Kedua kapal dibajak kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu pada 27 Maret lalu.
Kapal Brahma 12 sudah lebih dahulu dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina. Sementara 10 WNI ABK Anand 12 hingga saat ini masih disandera militan Abu Sayyaf, yang meminta uang tebusan sekitar Rp 15 miliar. (ama)
Puluhan Orang Tewas
Militer Filipina bersatu padu melawan kelompok Abu Sayyaf. (Gabriel Mistral/Getty Images)
Sebanyak 18 tentara militer Filipina dan lima militan tewas dalam aksi baku tembak antara militer dan kelompok Abu Sayyaf di Tipo-tipo, Basilan, Filipina, pada Sabtu (9/4), seperti yang dikutip dari juru bicara Komando Mindanao Barat.
Dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari CNN Philippines, pada Minggu (10/4) pagi, juru bicara Komando Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan mengatakan bahwa lebih dari 50 prajurit lainnya terluka akibat baku tembak yang terjadi selama hampir sepuluh jam itu.
Jumlah itu, tuturnya, merupakan yang terbesar yang terjadi dalam sehari yang dialami militer Filipina dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah itu hampir mendekati banyaknya jumlah tentara yang menjadi korban dalam baku tembak di Al Barka, Basilan, yang terjadi pada 2011 silam, di mana 19 tentara tewas.
Tan menuturkan, lima militan yang tewas diduga teroris asing berkebangsaan Maroko, di antaranya Mohammad Khattab dan Ubaida Hapilon, seorang putra dari pemimpin senior kelompok Abu Sayyaf Isnilon Hapilon.
"Tentara Pasukan Gabungan Khusus Basilan mengadakan operasi militer di Provinsi Basilan, menghadapi kurang lebih 120 bandit yang berada di bawah pimpinan Isnilon Hapilon dan Furuji Indama," ujar Tan.
Menurut Tan, para tentara diserang sekitar pukul 08.00 waktu setempat di Sitio Bayoko, Baguindan. Di sana, berlangsung baku tembak yang menegangkan antara militan kelompok Abu Sayyaf dan militer dari Batalyon Infantri 44, Batalyon Tentara Spesial 4, dan 14 pasukan kavaleri.
Ia menjelaskan, baku tembak terjadi pada hari yang sama saat Filipina memperingati Araw ng Kagitingan (Hari Keberanian), hari di mana warga negaranya menghormati orang-orang yang berjasa pada negara saat perang demi perdamaian.
Sekretaris Pertahanan Voltaire Gazmin dan Kepala Angkatan Bersenjata Filipina Hernando Irriberi telah mengunjungi ke markas WesMinCom di Zamboanga City untuk mengecek situasi perkembangan yang terjadi. (ard)
Penyerbuan militer Filipina ke markas kelompok militan Abu Sayyaf pada Sabtu (9/4) di Basilan menewaskan 18 tentara Filipina dan lima militan. Meski demikian, hingga kini belum ada informasi terkait 10 warga negara Indonesia anak buah kapal Anand 12 yang disandera militan itu sejak akhir Maret lalu.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyatakan hingga kini Kemlu tidak menerima informasi bahwa sandera WNI berada di lokasi penyerbuan.
"Kami tidak pernah memperoleh informasi bahwa 10 WNI ada di daerah Basilan," ujar Iqbal melalui pesan kepada CNN Indonesia.com pada Minggu (10/4).
Sementara, Dubes RI untuk Filipina, Johny Lumintang menyatakan belum ada informasi resmi yang signifikan dari pemerintah Filipina soal nasib 10 WNI yang disandera. Pihaknya masih memantau soal kondisi mereka.
"Sejauh ini, kondisinya masih sama, masih monitor terus. Dari operasi militer kemarin, sampai saat ini belum ada kabar berita (soal sandera)," kata Johny pada Minggu (10/4), dikutip dari Detikcom.
CNN Philippines mengutip juru bicara Komando Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan yang menyatakan bahwa lebih dari 50 prajurit lainnya terluka akibat baku tembak yang terjadi selama hampir sepuluh jam itu.
Jumlah itu, tuturnya, merupakan yang terbesar yang terjadi dalam sehari yang dialami militer Filipina dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Johny, operasi militer tidak pernah diinformasikan ke pihak lain. Karena itu, perkembangan soal operasi ini pun sangat minim. Johny menegaskan bahwa hingga kini upaya pemerintah melakukan koordinasi dengan penyandera dan para sandera masih terus berjalan.
"Kita ada perwakilan wilayah yang monitor terus," ujarnya.
Sebelumnya, pada Jumat (8/4), Kemlu menyatakan bahwa 10 WNI yang disandera dalam keadaan baik dan sehat. Sesuai perintah Presiden Jokowi, Kemlu mengedepankan upaya diplomasi untuk membebaskan para sandera.
Sementara, tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) mengaku siap jika dimandatkan pemerintah untuk melakukan operasi militer membebaskan WNI yang disandera Abu Sayyaf.
Kepala Staff TNI AU Agus Supriatna menyatakan bahwa korpsnya telah mengirimkan alat utama sistem pertahanan (alutsista) di Landasan Udara TNI AU Tarakan, Kalimantan Utara, untuk persiapan.
Agus mengklaim TNI AU bisa mempercepat pembebasan WNI dengan bekal kemampuan pengintaian atau pelacakan yang kuat.
Walaupun begitu, Agus tetap menyertakan bahwa seluruh timnya tidak akan bergerak tanpa ada mandat dari pemerintah.
Penculikan 10 ABK oleh kelompok Abu Sayyaf telah berlangsung selama lebih dari 10 hari. Kapal Tongkang Anand 12 dan Brahma 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina pada 15 Maret. Kedua kapal dibajak kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu pada 27 Maret lalu.
Kapal Brahma 12 sudah lebih dahulu dilepas dan kini berada di tangan otoritas Filipina. Sementara 10 WNI ABK Anand 12 hingga saat ini masih disandera militan Abu Sayyaf, yang meminta uang tebusan sekitar Rp 15 miliar. (ama)
Puluhan Orang Tewas
Militer Filipina bersatu padu melawan kelompok Abu Sayyaf. (Gabriel Mistral/Getty Images)
Sebanyak 18 tentara militer Filipina dan lima militan tewas dalam aksi baku tembak antara militer dan kelompok Abu Sayyaf di Tipo-tipo, Basilan, Filipina, pada Sabtu (9/4), seperti yang dikutip dari juru bicara Komando Mindanao Barat.
Dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari CNN Philippines, pada Minggu (10/4) pagi, juru bicara Komando Mindanao Barat, Mayor Filemon Tan mengatakan bahwa lebih dari 50 prajurit lainnya terluka akibat baku tembak yang terjadi selama hampir sepuluh jam itu.
Jumlah itu, tuturnya, merupakan yang terbesar yang terjadi dalam sehari yang dialami militer Filipina dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah itu hampir mendekati banyaknya jumlah tentara yang menjadi korban dalam baku tembak di Al Barka, Basilan, yang terjadi pada 2011 silam, di mana 19 tentara tewas.
Tan menuturkan, lima militan yang tewas diduga teroris asing berkebangsaan Maroko, di antaranya Mohammad Khattab dan Ubaida Hapilon, seorang putra dari pemimpin senior kelompok Abu Sayyaf Isnilon Hapilon.
"Tentara Pasukan Gabungan Khusus Basilan mengadakan operasi militer di Provinsi Basilan, menghadapi kurang lebih 120 bandit yang berada di bawah pimpinan Isnilon Hapilon dan Furuji Indama," ujar Tan.
Menurut Tan, para tentara diserang sekitar pukul 08.00 waktu setempat di Sitio Bayoko, Baguindan. Di sana, berlangsung baku tembak yang menegangkan antara militan kelompok Abu Sayyaf dan militer dari Batalyon Infantri 44, Batalyon Tentara Spesial 4, dan 14 pasukan kavaleri.
Ia menjelaskan, baku tembak terjadi pada hari yang sama saat Filipina memperingati Araw ng Kagitingan (Hari Keberanian), hari di mana warga negaranya menghormati orang-orang yang berjasa pada negara saat perang demi perdamaian.
Sekretaris Pertahanan Voltaire Gazmin dan Kepala Angkatan Bersenjata Filipina Hernando Irriberi telah mengunjungi ke markas WesMinCom di Zamboanga City untuk mengecek situasi perkembangan yang terjadi. (ard)
♖ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.