Pesawat intai GlobalEye buatan Swedia (Saab) ☆
"Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggunginya. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Ini saat Indonesia mengembalikan semuanya," ujar Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI, Senin 20 Oktober 2014 di Gedung MPR, Jakarta.
............................
Sejumlah usulan telah dibahas dan sebagian telah diseksekusi. Badan Keamanan Laut RI, misalnya, telah mengerahkan kapal-kapalnya untuk memburu para pencuri ikan. Juga TNI AL telah membeli pesawat patroli martim dan memberdayakan kapal-kapal perangnya untuk tujuan yang sama. Namun hasilnya masih jauh panggang dari api. Oleh karena masalahnya sudah terlampau sistemik, Pemerintah dinilai perlu solusi yang lebih komprehensif.
Sementara solusi efektif dan efisien masih terus digodok, belum lama ini TNI AU coba gulirkan usulan dari lingkup domainnya di kendaraan. Usulan ini terbilang penting mengingat masalah di kemaritiman dan kelautan tak bisa diselesaikan dari laut semata. Tetapi hanya bisa dipecahkan dengan memadukan seluruh unsur kematraan demi hasil maksimal.
Interior pesawat GlobalEye
Menyadari hal itu, seperti pernah dikemukakan KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, pihaknya beritikad memodernisasi kekuatan intai strategis demi memudahkan dan memperluas daya jangkau pengamatan dan pengawasannya. Menimbang aset Boeing 737-200 Surveiller yang sudah tidak up-to-date lagi dengan potensi ancaman masa kini, TNI AU pun melirik pesawat pengganti sejenis yang dinilai tepat untuk problema terkini.
Sumber Angkasa mengungkap, salah satu yang dilirik adalah GlobalEye. Dengan radar yang canggih dan sangat mumpuni yang dikenal dengan GlobalEye System, pesawat ini mampu mengawasi wilayah udara, daratan maupun kegiatan pengawasan di laut.
Artinya selain bisa digunakan untuk meredam pencurian ikan yang tiap tahun menyebabkan kerugian hingga Rp 300 triliun, pesawat multirole ini juga bisa meringankan tugas pesawat tempur dalam mengawasi wilayah udara RI. Sebuah pilihan yang layak untuk dipertimbangkan.
See full article : Angkasa Magazine, No 7 April 2016 Tahun XXVI
"Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggunginya. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Ini saat Indonesia mengembalikan semuanya," ujar Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI, Senin 20 Oktober 2014 di Gedung MPR, Jakarta.
............................
Sejumlah usulan telah dibahas dan sebagian telah diseksekusi. Badan Keamanan Laut RI, misalnya, telah mengerahkan kapal-kapalnya untuk memburu para pencuri ikan. Juga TNI AL telah membeli pesawat patroli martim dan memberdayakan kapal-kapal perangnya untuk tujuan yang sama. Namun hasilnya masih jauh panggang dari api. Oleh karena masalahnya sudah terlampau sistemik, Pemerintah dinilai perlu solusi yang lebih komprehensif.
Sementara solusi efektif dan efisien masih terus digodok, belum lama ini TNI AU coba gulirkan usulan dari lingkup domainnya di kendaraan. Usulan ini terbilang penting mengingat masalah di kemaritiman dan kelautan tak bisa diselesaikan dari laut semata. Tetapi hanya bisa dipecahkan dengan memadukan seluruh unsur kematraan demi hasil maksimal.
Interior pesawat GlobalEye
Menyadari hal itu, seperti pernah dikemukakan KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, pihaknya beritikad memodernisasi kekuatan intai strategis demi memudahkan dan memperluas daya jangkau pengamatan dan pengawasannya. Menimbang aset Boeing 737-200 Surveiller yang sudah tidak up-to-date lagi dengan potensi ancaman masa kini, TNI AU pun melirik pesawat pengganti sejenis yang dinilai tepat untuk problema terkini.
Sumber Angkasa mengungkap, salah satu yang dilirik adalah GlobalEye. Dengan radar yang canggih dan sangat mumpuni yang dikenal dengan GlobalEye System, pesawat ini mampu mengawasi wilayah udara, daratan maupun kegiatan pengawasan di laut.
Artinya selain bisa digunakan untuk meredam pencurian ikan yang tiap tahun menyebabkan kerugian hingga Rp 300 triliun, pesawat multirole ini juga bisa meringankan tugas pesawat tempur dalam mengawasi wilayah udara RI. Sebuah pilihan yang layak untuk dipertimbangkan.
See full article : Angkasa Magazine, No 7 April 2016 Tahun XXVI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.