Lawan ISISSerangan udara jadi senjata utama militer Filipina menggempur Kelompok Maute di Marawi. [REUTERS/Erik De Castro] ★
Hari ke-tujuh bentrokan di Marawi, militer Filipina mengklaim mereka sedikit lagi sukses menumpas militan ISIS yang menguasai wilayah tersebut. Pihak militer terus menggempur menggunakan serangan udara yang menyebabkan banyak korban jatuh dari kelompok pemberontak.
Pertempuran sengit dengan Maute, yang baru muncul setahun lalu, menjadi tantangan terbesar dalam pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, yang memasuki bulan ke-11.
Gempuran tanpa henti dari pihak militer sepertinya tidak memadamkan semangat para pemberontak yang terus melakukan perlawanan dan menjadikan warga sipil sebagai sandera, sehingga menyulitkan pergerakan pasukan keamanan.
Militer menyebut para pemberontak kemungkinan besar mendapatkan dukungan dari ‘para simpatisan’ dan pejuang yang mereka bebaskan dari penjara, ketika bentrokan pecah di Marawi, Selasa (23/5) lalu.
“Komandan lapangan memastikan kemenangan sudah dekat,” kata juru bicara militer Filipina Restituto Padilla.
“Kami bisa mengendalikan siapa yang masuk dan yang keluar, serta siapa yang bergerak dan tidak. Kami juga berupaya mengisolasi kantong-kantong perlawanan,” tambahnya.
Lebih dari 100 orang terbunuh dalam bentrokan tersebut dan kebanyakan korban jatuh dari pihak militan. Sementara itu, terdapat 19 warga sipil tewas dan sisanya mengungsi ke kota-kota tetangga.
Melansir AFP, militer menyebut kelompok Maute masih menguasai beberapa distrik di Marawi. Namun, mereka meyakinkan wilayah itu akan dengan segera direbut kembali.
Adapun kota-kota tetangga terus kebanjiran pengungsi. Salah satunya Iligan City yang berlokasi 38 kilometer dari Marawi. Sementara itu, guna mengisolasi para pemberontak, militer menutup akses keluar dan masuk Iligan City.
“Kami tidak ingin apa yang terjadi di Marawi meluas ke Iligan,” kata Kolonel Alex Aduca, Komandan Batalyon Infanteri Ke-empat. (les)
Delapan Jasad Warga Sipil Ditemukan di Dekat Marawi
Ilustrasi operasi militer di Marawi, Filipina. [Reuters/Romeo Ranoco]
Delapan jasad warga sipil yang diduga dieksekusi mati ditemukan di dekat Kota Marawi, Filipina, di mana bentrokan antara militer dan kelompok militan Maute memanas sejak sepekan lalu.
Kepolisian mengatakan, kedelapan jasad dengan luka tembakan di kepala dan tangan terikat itu merupakan pekerja yang ditangkap oleh militan Maute ketika sedang berupaya kabur dari Marawi.
Polisi menemukan sembilan selongsong peluru di ruas jalan yang sudah berlumuran darah. Di salah satu jasad, tertempel tulisan "munafik."
Diberitakan Reuters, temuan ini memperkuat spekulasi bahwa pemberontak Maute yang berafiliasi dengan ISIS menyandera dan mengeksekusi warga sipil selama bentrokan terjadi.
Bentrokan yang sudah menewaskan puluhan militan Maute ini bermula ketika militer Filipina melancarkan operasi untuk menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, pada pekan lalu.
Tak lama setelah bentrokan tersebut, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, langsung memberlakukan darurat militer. Namun hingga kini, bentrokan tak kunjung reda.
Sengitnya perlawanan Maute menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok militan tersebut memang ingin mendirikan kekhalifahan di selatan Filipina, dengan bantuan ekstremis dari Malaysia dan Indonesia. (has)
Duterte Ajak Pemberontak Moro Lawan ISIS di Marawi
Presiden Rodrigo Duterte meminta kelompok separatis dan oposisi bergabung dengan pasukan pemerintah membantu melawan simpatisan ISIS di Marawi. [REUTERS/Romeo Ranoco]
Presiden Rodrigo Duterte mengajak kelompok pemberontak Moro untuk bergabung dengan pasukan pemerintah melawan militan ISIS dan para simpatisannya dalam pertempuran melawan militan terafiliasi ISIS di Marawi, Mindanao, Filipina.
Takut akan kehadiran ISIS yang dirasa kian nyata, Duterte mengatakan akan memperlakukan gerilyawan komunis dan separatis sama seperti tentara pemerintah jika mereka mau bergabung bertempur melawan kelompok Maute yang menyatakan berbaiat pada ISIS belakangan ini.
Eks Wali Kota Davao itu menyatakan bisa menciptakan sebuah divisi baru untuk mengakomodasi pemberontak, yang menurutnya memiliki pengalaman dan penguasaan medan tempur yang bisa dimanfaatkan. "Saya akan mempekerjakan Anda [kelompok separatis] sebagai tentara dengan bayaran serta hak istimewa yang sama dan saya akan membangunkan Anda rumah di beberapa area," kata Duterte, saat mengunjungi markas militer di Jolo, Minggu (28/5).
Penawaran Duterte yang tak biasa ini ditujukan bagi kelompok separatis Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan Front Permbebasan Nasional Moro (MNLF).
Ajakan ini muncul seiring dengan perlawanan berat yang dihadapi militer di Marawi. Sejak awal pekan lalu, Filipina telah mengerahkan pasukan militer dan helikopter perang ke Marawi guna memberangus militan di wilayah itu.
Sekitar 61 militan, 15 pasukan keamanan, dan sembilan warga sipil tewas dalam bentrokan tersebut, mendorong puluhan ribu warga sipil yang terpaksa mengungsi ke luar kota.
MILF dan MNLF telah melancarkan pemberontakan dan gerakan separatisme sejak akhir 1960-an. Kedua kelompok itu telah menandatangani kesepakatan damai secara terpisah dengan pemerintah. Namun, kesepakatan itu belum sepenuhnya dilaksanakan.
Duterte menyebut, pendiri sekaligus pemimpin MNLF, Nur Misuari, telah mengirimkannya surat berisikan pernyataan bahwa pasukan MNLF bersedia bergabung secara sukarela dengan pemerintah dalam pertempuran di Marawi dan sejumlah wilayah lainnya di Provinsi Lanao del Sur.
Duterte juga meminta oposisi komunis New People's Army (NPA) menghentikan perang gerilya dan mulai bekerja sama dengan pemerintah.
Tawaran kepada kelompok separatis ini datang setelah Duterte membatalkan pembicaraan damai terakhir dengan NPA, menuding pemberontak merencanakan lebih banyak perlawanan terhadap pemerintah.
"Jika [bentrokan militer] ini terus berlanjut, dan Anda [separatis] ingin bergabung, ambilah kesempatan untuk bergabung dengan negara," kata Duterte.
Meski begitu, sejauh ini belum ada respons dari para pemimpin kelompok pemberontak soal penawaran terbaru dari Duterte tersebut.
Fakta Sepekan Gempuran ISIS di Marawi
Presiden Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao karena bentrok dengan kelompok simpatisan ISIS. [REUTERS/Romeo Ranoco]
Pemberontak yang terkait dengan kelompok teror ISIS merebut sejumlah permukiman di Marawi, kota yang berada di bagian selatan Filipina.
Pasukan pemerintah pun masih kesulitan menyingkirkan mereka, bahkan setelah enam hari.
Angkatan Bersenjata Filipina menyatakan setidaknya 61 militan dan 17 pasukan keamanan tewas dalam pertempuran. Sementara korban dari warga sipil mencapai 19 orang.
Puluhan ribu warga kota berpopulasi 200 ribu orang itu telah mengungsi ke daerah-daerah di sekitarnya.
Bagaimana awalnya? Masalah ini bermula ketika pasukan pemerintah Filipina gagal menangkap Isnilon Hapilon, tokoh pemimpin ISIS di Asia Tenggara.
Hapilon adalah salah satu buron paling dicari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat. FBI menjanjikan imbalan sebesar US$ 5 juta bagi pihak yang berhasil menangkapnya.
Menyusul upaya penggerebekan yang gagal itu, para militan di sekitar Hapilon mengamuk. Mereka membajak rumah sakit, sekolah dan membebaskan puluhan narapidana dari penjara.
Sebagai respons, Presiden Rodrigo Duterte menetapkan darurat militer di seluruh Mindanao, provinsi tempat Marawi berada.
Siapa pelakunya?
Kelompok yang mengamuk tersebut berasal dari kelompok Maute. Nama kelompok itu diambil dari dua bersaudara, Omar dan Abdullah Maute.
Sebelumnya, Hapilon memimpin Abu Sayyaf, kelompok radikal lain yang berkaitan dengan Al-Qaidah. Kelompok tersebut dikenal sadis karena kerap melakukan pengeboman dan memenggal para sanderanya.
Militer Filipina menyebut Hapilon telah bergabung dengan Maute. Kelompok yang semula merupakan geng kriminal ini belakangan menyatakan berbaiat kepada ISIS.
Kelompok Maute diyakini bertanggung jawab atas serangan bom mematikan di Davao, tahun lalu. Belum lagi, media propaganda ISIS, Amaq, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Marawi.
Rencana pemerintah?
Presiden Rodrigo Duterte mengakhiri dengan singkat kunjungannya ke Rusia saat pertempuran itu pecah. Dia pun memberikan dukungan kuat terhadap militer.
"Jika ada penentangan terbuka, kamu akan mati," kata Duterte. "Dan jika itu artinya banyak orang akan mati, biar saja."
Duterte selama ini telah dikenal karena pertumpahan darah akibat perangnya melawan narkotik. Ribuan orang yang diduga terkait dengan peredaran barang terlarang itu tewas tanpa proses peradilan.
Dia secara terbuka meminta warganya untuk membunuh para pecandu dan menyatakan tidak akan menuntut polisi atas pembunuhan di luar hukum itu. Masyarakat internasional pun mengecam.
Soal Marawi, pernyataan Duterte sama kerasnya.
Apa selanjutnya?
Bahkan, dia memastikan akan melindungi para tentara jika mereka melakukan pelanggaran dalam operasi, termasuk pemerkosaan.
"Untuk darurat militer dan konsekuensi darurat militer, saya sendiri yang akan bertanggung jawab. Lakukan saja pekerjaan Anda dan saya akan tangani yang lainnya," kata Duterte.
"Saya sendiri yang akan penjarakan Anda," kata Duterte, merujuk pada tentara yang melakukan pelanggaran. Lalu dia bercanda, "Jika Anda memperkosa tiga orang, saya akui, itu tanggung jawab saya."
Duterte juga meminta kelompok pemberontak lain di Mindanao, termasuk dua faksi separatis Muslim dan Maois, untuk ikut bertempur melawan Maute dengan imbalan bayaran dan sejumlah keuntungan lain.
Sejauh ini, masih belum ada respons dari ketiga kelompok tersebut. (aal)
16 WNI Terperangkap di Bentrok Marawi
Menlu Retno Marsudi menyebut ada 16 WNI yang terjebak di Marawi dan evakuasi belum bisa dilakukan karena operasi masih berlangsung. [REUTERS/Erik De Castro]
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengatakan ada 16 warga negara Indonesia yang terjebak dalam operasi militer yang terjadi di Marawi, Filipina. Namun evakuasi terhadap 16 orang tersebut masih sulit dilakukan lantaran operasi masih berlangsung.
Menurut Retno, informasi dari lapangan mengatakan selama operasi berlangsung tidak boleh ada pergerakan apapun. Hal itu sontak mempersulit proses evakuasi.
"Kami sampai saat ini belum bisa bergerak karena berdasarkan kontak dengan otoritas setempat, operasi masih berlangsung, sehingga tak mungkin ada pergerakan apapun," kata Retno saat ditemui di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (29/5).
Retno menjelaskan sebanyak 16 WNI yang menjadi korban terbagi dalam dua bagian, yaitu 10 orang di satu tempat sedangkan enam sisanya ada di lokasi berbeda. Untuk enam orang itu, kata dia, berada di lokasi yang berjarak sekitar tiga jam dari Marawi City.
Keberadaan 16 WNI itu diketahui karena mereka semua berada di masjid setempat sehingga otoritas lokal bisa dengan mudah mengidentifikasi keberadaan mereka.
Selain itu, Retno juga mendapat informasi bahwa keadaan 16 WNI itu baik-baik saja dan komunikasi terus dilakukan agar informasi bisa terus diperbaharui.
"Kami terus melakukan komunikasi dengan KJRI Davao City, dan menurut otoritas setempat mereka dalam kondisi baik," ujar dia.
Bentrokan antara militer Filipina dan militan Maute yang berafiliasi dengan ISIS telah berlangsung selama sepekan dan menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk warga sipil. [REUTERS/Erik De Castro]
WNI Meninggal Belum Bisa Dikonfirmasi
Sementara itu untuk kabar yang mengatakan bahwa ada satu WNI yang meninggal dunia akibat operasi di Marawi, Retno mengungkapkan itu belum bisa dikonfirmasi kebenarannya.
Hal itu lantaran informasi yang didapat, menyebut adanya warga negara asing yang turut menjadi korban bentrokan. Namun, Retno menegaskan, belum bisa dipastikan apakah salah satu dari korban warna negara asing itu berstatus WNI atau bukan.
"Dalam operasi itu ada beberapa WNA yang meninggal dunia dan diduga WNA yang meninggal itu (salah satunya WNI). Jadi jika ditanya saya belum dapat konfirmasi," katanya.
Sebelumnya Kepolisian menelusuri informasi WNI yang tewas dalam bentrokan antara militer Filipina dengan Kelompok Maute yang berbaiat ke ISIS di Kota Marawi, Filipina selatan.
Berdasarkan catatan Polri, terdapat 11 orang WNI yang menyeberang ke Filipina melalui jalur legal dan bertujuan untuk berdakwah saat serangan terjadi di kota tersebut.
"Saya dapat informasi ada satu korban yang diiidentifikasi sebagai WNI. Tapi itu perlu pendalaman lagi," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mabes Polri, Senin (29/5).
Berdasarkan informasi yang beredar atas laporan Asintel Kepala Staf Daerah Militer VI/Mulawarman, ada 11 WNI yang berhasil masuk ke wilayah Marawi. Mereka di antaranya Denny Purwasubekti, Handris, Slamet Riyadi Winoto, Ahmad Wahyudi, Della Sunjaya dan Andri Supriyanto asal Bandung.
Kemudian Hery Endang asal Karawang, Ahmad Saran dan Wawan Sadira asal Tasikmalaya, Wifiek Gunawan asal Kendari dan Yusup Burhanudin asal Bogor. (les)
Hari ke-tujuh bentrokan di Marawi, militer Filipina mengklaim mereka sedikit lagi sukses menumpas militan ISIS yang menguasai wilayah tersebut. Pihak militer terus menggempur menggunakan serangan udara yang menyebabkan banyak korban jatuh dari kelompok pemberontak.
Pertempuran sengit dengan Maute, yang baru muncul setahun lalu, menjadi tantangan terbesar dalam pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, yang memasuki bulan ke-11.
Gempuran tanpa henti dari pihak militer sepertinya tidak memadamkan semangat para pemberontak yang terus melakukan perlawanan dan menjadikan warga sipil sebagai sandera, sehingga menyulitkan pergerakan pasukan keamanan.
Militer menyebut para pemberontak kemungkinan besar mendapatkan dukungan dari ‘para simpatisan’ dan pejuang yang mereka bebaskan dari penjara, ketika bentrokan pecah di Marawi, Selasa (23/5) lalu.
“Komandan lapangan memastikan kemenangan sudah dekat,” kata juru bicara militer Filipina Restituto Padilla.
“Kami bisa mengendalikan siapa yang masuk dan yang keluar, serta siapa yang bergerak dan tidak. Kami juga berupaya mengisolasi kantong-kantong perlawanan,” tambahnya.
Lebih dari 100 orang terbunuh dalam bentrokan tersebut dan kebanyakan korban jatuh dari pihak militan. Sementara itu, terdapat 19 warga sipil tewas dan sisanya mengungsi ke kota-kota tetangga.
Melansir AFP, militer menyebut kelompok Maute masih menguasai beberapa distrik di Marawi. Namun, mereka meyakinkan wilayah itu akan dengan segera direbut kembali.
Adapun kota-kota tetangga terus kebanjiran pengungsi. Salah satunya Iligan City yang berlokasi 38 kilometer dari Marawi. Sementara itu, guna mengisolasi para pemberontak, militer menutup akses keluar dan masuk Iligan City.
“Kami tidak ingin apa yang terjadi di Marawi meluas ke Iligan,” kata Kolonel Alex Aduca, Komandan Batalyon Infanteri Ke-empat. (les)
Delapan Jasad Warga Sipil Ditemukan di Dekat Marawi
Ilustrasi operasi militer di Marawi, Filipina. [Reuters/Romeo Ranoco]
Delapan jasad warga sipil yang diduga dieksekusi mati ditemukan di dekat Kota Marawi, Filipina, di mana bentrokan antara militer dan kelompok militan Maute memanas sejak sepekan lalu.
Kepolisian mengatakan, kedelapan jasad dengan luka tembakan di kepala dan tangan terikat itu merupakan pekerja yang ditangkap oleh militan Maute ketika sedang berupaya kabur dari Marawi.
Polisi menemukan sembilan selongsong peluru di ruas jalan yang sudah berlumuran darah. Di salah satu jasad, tertempel tulisan "munafik."
Diberitakan Reuters, temuan ini memperkuat spekulasi bahwa pemberontak Maute yang berafiliasi dengan ISIS menyandera dan mengeksekusi warga sipil selama bentrokan terjadi.
Bentrokan yang sudah menewaskan puluhan militan Maute ini bermula ketika militer Filipina melancarkan operasi untuk menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, pada pekan lalu.
Tak lama setelah bentrokan tersebut, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, langsung memberlakukan darurat militer. Namun hingga kini, bentrokan tak kunjung reda.
Sengitnya perlawanan Maute menimbulkan kekhawatiran bahwa kelompok militan tersebut memang ingin mendirikan kekhalifahan di selatan Filipina, dengan bantuan ekstremis dari Malaysia dan Indonesia. (has)
Duterte Ajak Pemberontak Moro Lawan ISIS di Marawi
Presiden Rodrigo Duterte meminta kelompok separatis dan oposisi bergabung dengan pasukan pemerintah membantu melawan simpatisan ISIS di Marawi. [REUTERS/Romeo Ranoco]
Presiden Rodrigo Duterte mengajak kelompok pemberontak Moro untuk bergabung dengan pasukan pemerintah melawan militan ISIS dan para simpatisannya dalam pertempuran melawan militan terafiliasi ISIS di Marawi, Mindanao, Filipina.
Takut akan kehadiran ISIS yang dirasa kian nyata, Duterte mengatakan akan memperlakukan gerilyawan komunis dan separatis sama seperti tentara pemerintah jika mereka mau bergabung bertempur melawan kelompok Maute yang menyatakan berbaiat pada ISIS belakangan ini.
Eks Wali Kota Davao itu menyatakan bisa menciptakan sebuah divisi baru untuk mengakomodasi pemberontak, yang menurutnya memiliki pengalaman dan penguasaan medan tempur yang bisa dimanfaatkan. "Saya akan mempekerjakan Anda [kelompok separatis] sebagai tentara dengan bayaran serta hak istimewa yang sama dan saya akan membangunkan Anda rumah di beberapa area," kata Duterte, saat mengunjungi markas militer di Jolo, Minggu (28/5).
Penawaran Duterte yang tak biasa ini ditujukan bagi kelompok separatis Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan Front Permbebasan Nasional Moro (MNLF).
Ajakan ini muncul seiring dengan perlawanan berat yang dihadapi militer di Marawi. Sejak awal pekan lalu, Filipina telah mengerahkan pasukan militer dan helikopter perang ke Marawi guna memberangus militan di wilayah itu.
Sekitar 61 militan, 15 pasukan keamanan, dan sembilan warga sipil tewas dalam bentrokan tersebut, mendorong puluhan ribu warga sipil yang terpaksa mengungsi ke luar kota.
MILF dan MNLF telah melancarkan pemberontakan dan gerakan separatisme sejak akhir 1960-an. Kedua kelompok itu telah menandatangani kesepakatan damai secara terpisah dengan pemerintah. Namun, kesepakatan itu belum sepenuhnya dilaksanakan.
Duterte menyebut, pendiri sekaligus pemimpin MNLF, Nur Misuari, telah mengirimkannya surat berisikan pernyataan bahwa pasukan MNLF bersedia bergabung secara sukarela dengan pemerintah dalam pertempuran di Marawi dan sejumlah wilayah lainnya di Provinsi Lanao del Sur.
Duterte juga meminta oposisi komunis New People's Army (NPA) menghentikan perang gerilya dan mulai bekerja sama dengan pemerintah.
Tawaran kepada kelompok separatis ini datang setelah Duterte membatalkan pembicaraan damai terakhir dengan NPA, menuding pemberontak merencanakan lebih banyak perlawanan terhadap pemerintah.
"Jika [bentrokan militer] ini terus berlanjut, dan Anda [separatis] ingin bergabung, ambilah kesempatan untuk bergabung dengan negara," kata Duterte.
Meski begitu, sejauh ini belum ada respons dari para pemimpin kelompok pemberontak soal penawaran terbaru dari Duterte tersebut.
Fakta Sepekan Gempuran ISIS di Marawi
Presiden Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao karena bentrok dengan kelompok simpatisan ISIS. [REUTERS/Romeo Ranoco]
Pemberontak yang terkait dengan kelompok teror ISIS merebut sejumlah permukiman di Marawi, kota yang berada di bagian selatan Filipina.
Pasukan pemerintah pun masih kesulitan menyingkirkan mereka, bahkan setelah enam hari.
Angkatan Bersenjata Filipina menyatakan setidaknya 61 militan dan 17 pasukan keamanan tewas dalam pertempuran. Sementara korban dari warga sipil mencapai 19 orang.
Puluhan ribu warga kota berpopulasi 200 ribu orang itu telah mengungsi ke daerah-daerah di sekitarnya.
Bagaimana awalnya? Masalah ini bermula ketika pasukan pemerintah Filipina gagal menangkap Isnilon Hapilon, tokoh pemimpin ISIS di Asia Tenggara.
Hapilon adalah salah satu buron paling dicari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat. FBI menjanjikan imbalan sebesar US$ 5 juta bagi pihak yang berhasil menangkapnya.
Menyusul upaya penggerebekan yang gagal itu, para militan di sekitar Hapilon mengamuk. Mereka membajak rumah sakit, sekolah dan membebaskan puluhan narapidana dari penjara.
Sebagai respons, Presiden Rodrigo Duterte menetapkan darurat militer di seluruh Mindanao, provinsi tempat Marawi berada.
Siapa pelakunya?
Kelompok yang mengamuk tersebut berasal dari kelompok Maute. Nama kelompok itu diambil dari dua bersaudara, Omar dan Abdullah Maute.
Sebelumnya, Hapilon memimpin Abu Sayyaf, kelompok radikal lain yang berkaitan dengan Al-Qaidah. Kelompok tersebut dikenal sadis karena kerap melakukan pengeboman dan memenggal para sanderanya.
Militer Filipina menyebut Hapilon telah bergabung dengan Maute. Kelompok yang semula merupakan geng kriminal ini belakangan menyatakan berbaiat kepada ISIS.
Kelompok Maute diyakini bertanggung jawab atas serangan bom mematikan di Davao, tahun lalu. Belum lagi, media propaganda ISIS, Amaq, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Marawi.
Rencana pemerintah?
Presiden Rodrigo Duterte mengakhiri dengan singkat kunjungannya ke Rusia saat pertempuran itu pecah. Dia pun memberikan dukungan kuat terhadap militer.
"Jika ada penentangan terbuka, kamu akan mati," kata Duterte. "Dan jika itu artinya banyak orang akan mati, biar saja."
Duterte selama ini telah dikenal karena pertumpahan darah akibat perangnya melawan narkotik. Ribuan orang yang diduga terkait dengan peredaran barang terlarang itu tewas tanpa proses peradilan.
Dia secara terbuka meminta warganya untuk membunuh para pecandu dan menyatakan tidak akan menuntut polisi atas pembunuhan di luar hukum itu. Masyarakat internasional pun mengecam.
Soal Marawi, pernyataan Duterte sama kerasnya.
Apa selanjutnya?
Bahkan, dia memastikan akan melindungi para tentara jika mereka melakukan pelanggaran dalam operasi, termasuk pemerkosaan.
"Untuk darurat militer dan konsekuensi darurat militer, saya sendiri yang akan bertanggung jawab. Lakukan saja pekerjaan Anda dan saya akan tangani yang lainnya," kata Duterte.
"Saya sendiri yang akan penjarakan Anda," kata Duterte, merujuk pada tentara yang melakukan pelanggaran. Lalu dia bercanda, "Jika Anda memperkosa tiga orang, saya akui, itu tanggung jawab saya."
Duterte juga meminta kelompok pemberontak lain di Mindanao, termasuk dua faksi separatis Muslim dan Maois, untuk ikut bertempur melawan Maute dengan imbalan bayaran dan sejumlah keuntungan lain.
Sejauh ini, masih belum ada respons dari ketiga kelompok tersebut. (aal)
16 WNI Terperangkap di Bentrok Marawi
Menlu Retno Marsudi menyebut ada 16 WNI yang terjebak di Marawi dan evakuasi belum bisa dilakukan karena operasi masih berlangsung. [REUTERS/Erik De Castro]
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi mengatakan ada 16 warga negara Indonesia yang terjebak dalam operasi militer yang terjadi di Marawi, Filipina. Namun evakuasi terhadap 16 orang tersebut masih sulit dilakukan lantaran operasi masih berlangsung.
Menurut Retno, informasi dari lapangan mengatakan selama operasi berlangsung tidak boleh ada pergerakan apapun. Hal itu sontak mempersulit proses evakuasi.
"Kami sampai saat ini belum bisa bergerak karena berdasarkan kontak dengan otoritas setempat, operasi masih berlangsung, sehingga tak mungkin ada pergerakan apapun," kata Retno saat ditemui di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (29/5).
Retno menjelaskan sebanyak 16 WNI yang menjadi korban terbagi dalam dua bagian, yaitu 10 orang di satu tempat sedangkan enam sisanya ada di lokasi berbeda. Untuk enam orang itu, kata dia, berada di lokasi yang berjarak sekitar tiga jam dari Marawi City.
Keberadaan 16 WNI itu diketahui karena mereka semua berada di masjid setempat sehingga otoritas lokal bisa dengan mudah mengidentifikasi keberadaan mereka.
Selain itu, Retno juga mendapat informasi bahwa keadaan 16 WNI itu baik-baik saja dan komunikasi terus dilakukan agar informasi bisa terus diperbaharui.
"Kami terus melakukan komunikasi dengan KJRI Davao City, dan menurut otoritas setempat mereka dalam kondisi baik," ujar dia.
Bentrokan antara militer Filipina dan militan Maute yang berafiliasi dengan ISIS telah berlangsung selama sepekan dan menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk warga sipil. [REUTERS/Erik De Castro]
WNI Meninggal Belum Bisa Dikonfirmasi
Sementara itu untuk kabar yang mengatakan bahwa ada satu WNI yang meninggal dunia akibat operasi di Marawi, Retno mengungkapkan itu belum bisa dikonfirmasi kebenarannya.
Hal itu lantaran informasi yang didapat, menyebut adanya warga negara asing yang turut menjadi korban bentrokan. Namun, Retno menegaskan, belum bisa dipastikan apakah salah satu dari korban warna negara asing itu berstatus WNI atau bukan.
"Dalam operasi itu ada beberapa WNA yang meninggal dunia dan diduga WNA yang meninggal itu (salah satunya WNI). Jadi jika ditanya saya belum dapat konfirmasi," katanya.
Sebelumnya Kepolisian menelusuri informasi WNI yang tewas dalam bentrokan antara militer Filipina dengan Kelompok Maute yang berbaiat ke ISIS di Kota Marawi, Filipina selatan.
Berdasarkan catatan Polri, terdapat 11 orang WNI yang menyeberang ke Filipina melalui jalur legal dan bertujuan untuk berdakwah saat serangan terjadi di kota tersebut.
"Saya dapat informasi ada satu korban yang diiidentifikasi sebagai WNI. Tapi itu perlu pendalaman lagi," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mabes Polri, Senin (29/5).
Berdasarkan informasi yang beredar atas laporan Asintel Kepala Staf Daerah Militer VI/Mulawarman, ada 11 WNI yang berhasil masuk ke wilayah Marawi. Mereka di antaranya Denny Purwasubekti, Handris, Slamet Riyadi Winoto, Ahmad Wahyudi, Della Sunjaya dan Andri Supriyanto asal Bandung.
Kemudian Hery Endang asal Karawang, Ahmad Saran dan Wawan Sadira asal Tasikmalaya, Wifiek Gunawan asal Kendari dan Yusup Burhanudin asal Bogor. (les)
♞ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.