"Semua perlu prosedur, Filipina punya prosedur, Indonesia punya prosedur, Malaysia punya prosedur. Masing-masing tentu akan menjaga prosedur itu." Ilustrasi latihan pembebasan sandera [istimewa] ✬
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengungkapkan ada wacana antarnegara berdekatan untuk saling membantu dalam mencegah atau menangani masuknya paham dan gerakan radikalisme di satu negara.
Wiranto ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa wacana itu muncul menyusul terjadinya pergeseran basis ISIS ke Marawi Filipina.
"Sudah ada satu wacana untuk saling membantu. Misalnya, saya dengan pihak Australia juga sudah bicara, kemudian Filipina dengan Indonesia sendiri sudah bicara. Banyak negara lain juga punya kepentingan terhadap munculnya basis teror di Marawi itu," kata Wiranto.
Ia menyebutkan kerja sama saling membantu itu atas dasar prinsip pada pertimbangan bahwa tidak mungkin satu negara itu sendirian melawan terorisme.
"Presiden Duterte pun memberikan lampu hijau untuk mendapatkan bantuan dari negara lain," katanya.
Wiranto mengaku ada mekanisme dalam kerja sama itu. "Bantuan-bantuan, kerja sama dalam bentuk operasi-operasi militer tentu ada mekanismenya, prosedurnya," katanya.
Ia menyebutkan kerja sama tersebut digarap. Sejumlah menhan juga sudah ketemu untuk menggarap itu.
"Nanti di Manado bulan Juli ada pertemuan enam negara New Zealand, Australia, Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Filipina juga akan berbicara masalah ini," katanya.
Menurut dia, kerja sama dalam menanggulangi masalah terorisme di kawasan Asia Tenggara merupakan sesuatu yang sangat wajar.
"Semua perlu prosedur, Filipina punya prosedur, Indonesia punya prosedur, Malaysia punya prosedur. Masing-masing tentu akan menjaga prosedur itu," kata Wiranto.
Pertukaran Intelijen Penting Berantas ISIS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pertukaran informasi intelijen merupakan teknis kerja sama yang paling penting dalam upaya pemberantasan kegiatan ISIS di Filipina.
"Kalau kita jalan, tidak ada intelijen, percuma saja," kata Ryamizard ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis.
Selain itu, penguatan patroli bersama baik di wilayah laut, udara dan darat juga menjadi esensial dilakukan oleh tiga negara; Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Menurut Ryamizard, kerja sama trilateral perlu dilakukan karena ISIS sebagai musuh bersama yang hadir di kawasan Filipina bagian selatan.
"Dengan kebersamaan itu, pasti keberhasilan lebih besar. Kita setiap hari dengan Menhan Filipina dan Malaysia itu minimal dua hari telepon-teleponan," jelas Ryamizard.
Menhan menjelaskan kendati Indonesia siap memberikan bantuan dukungan militer, namun hal itu membutuhkan keputusan kongres Filipina dengan bermacam pertimbangan.
"Kita tidak bisa masuk kalo tidak diizinkan, walaupun Presidennya (Rodrigo Roa Duterte) boleh. Tapi kita siap saja," ujar Ryamizard.
Sebelumnya pada Senin (19/6) di Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, tiga panglima angkatan bersenjata dari tiga negara, yakni Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Panglima Angkatan Tentera Malaysia Jenderal Tan Sri Dato Sri Raja Mohamed Affandi bin Raja Mohamed Noor dan Chief of Staff, Armed Forces of the Philippines General Eduardo M Ano AFP menandatangani prasasti peresmian Maritime Command Center (MCC).
MCC itu diharapkan membantu semua pihak untuk menerapkan sejumlah langkah strategis preventif, di antaranya, melaksanakan patroli terkoordinasi ketiga negara, memberikan bantuan segera untuk menyelamatkan manusia dan kapal dalam kondisi darurat, mendirikan focal point nasional antara tiga negara guna menfasilitasi sharing informasi dan intelijen, serta membentuk jaringan kmunikasi untuk memudahkan koordinasi dalam situasi darurat.
MCC Indonesia berada di Tarakan, MCC Malaysia berada di Tawau dan MCC Filipina berada di Bongao.
Pusat Komando Maritim itu akan menjadi pos wilayah keamanan dalam memantau kapal-kapal yang beroperasi dan berpatroli di laut kawasan itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengungkapkan ada wacana antarnegara berdekatan untuk saling membantu dalam mencegah atau menangani masuknya paham dan gerakan radikalisme di satu negara.
Wiranto ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa wacana itu muncul menyusul terjadinya pergeseran basis ISIS ke Marawi Filipina.
"Sudah ada satu wacana untuk saling membantu. Misalnya, saya dengan pihak Australia juga sudah bicara, kemudian Filipina dengan Indonesia sendiri sudah bicara. Banyak negara lain juga punya kepentingan terhadap munculnya basis teror di Marawi itu," kata Wiranto.
Ia menyebutkan kerja sama saling membantu itu atas dasar prinsip pada pertimbangan bahwa tidak mungkin satu negara itu sendirian melawan terorisme.
"Presiden Duterte pun memberikan lampu hijau untuk mendapatkan bantuan dari negara lain," katanya.
Wiranto mengaku ada mekanisme dalam kerja sama itu. "Bantuan-bantuan, kerja sama dalam bentuk operasi-operasi militer tentu ada mekanismenya, prosedurnya," katanya.
Ia menyebutkan kerja sama tersebut digarap. Sejumlah menhan juga sudah ketemu untuk menggarap itu.
"Nanti di Manado bulan Juli ada pertemuan enam negara New Zealand, Australia, Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Filipina juga akan berbicara masalah ini," katanya.
Menurut dia, kerja sama dalam menanggulangi masalah terorisme di kawasan Asia Tenggara merupakan sesuatu yang sangat wajar.
"Semua perlu prosedur, Filipina punya prosedur, Indonesia punya prosedur, Malaysia punya prosedur. Masing-masing tentu akan menjaga prosedur itu," kata Wiranto.
Pertukaran Intelijen Penting Berantas ISIS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pertukaran informasi intelijen merupakan teknis kerja sama yang paling penting dalam upaya pemberantasan kegiatan ISIS di Filipina.
"Kalau kita jalan, tidak ada intelijen, percuma saja," kata Ryamizard ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis.
Selain itu, penguatan patroli bersama baik di wilayah laut, udara dan darat juga menjadi esensial dilakukan oleh tiga negara; Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Menurut Ryamizard, kerja sama trilateral perlu dilakukan karena ISIS sebagai musuh bersama yang hadir di kawasan Filipina bagian selatan.
"Dengan kebersamaan itu, pasti keberhasilan lebih besar. Kita setiap hari dengan Menhan Filipina dan Malaysia itu minimal dua hari telepon-teleponan," jelas Ryamizard.
Menhan menjelaskan kendati Indonesia siap memberikan bantuan dukungan militer, namun hal itu membutuhkan keputusan kongres Filipina dengan bermacam pertimbangan.
"Kita tidak bisa masuk kalo tidak diizinkan, walaupun Presidennya (Rodrigo Roa Duterte) boleh. Tapi kita siap saja," ujar Ryamizard.
Sebelumnya pada Senin (19/6) di Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, tiga panglima angkatan bersenjata dari tiga negara, yakni Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Panglima Angkatan Tentera Malaysia Jenderal Tan Sri Dato Sri Raja Mohamed Affandi bin Raja Mohamed Noor dan Chief of Staff, Armed Forces of the Philippines General Eduardo M Ano AFP menandatangani prasasti peresmian Maritime Command Center (MCC).
MCC itu diharapkan membantu semua pihak untuk menerapkan sejumlah langkah strategis preventif, di antaranya, melaksanakan patroli terkoordinasi ketiga negara, memberikan bantuan segera untuk menyelamatkan manusia dan kapal dalam kondisi darurat, mendirikan focal point nasional antara tiga negara guna menfasilitasi sharing informasi dan intelijen, serta membentuk jaringan kmunikasi untuk memudahkan koordinasi dalam situasi darurat.
MCC Indonesia berada di Tarakan, MCC Malaysia berada di Tawau dan MCC Filipina berada di Bongao.
Pusat Komando Maritim itu akan menjadi pos wilayah keamanan dalam memantau kapal-kapal yang beroperasi dan berpatroli di laut kawasan itu.
♞ antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.