Su-27 SKM TNI AU (Foto RAAF) |
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat menuturkan, kekuatan angkatan udara juga sangat menentukan dalam kaitannya dengan kesiapan menghadapi ancaman pertahanan.TNI AU merupakan tulang punggung kekuatan dirgantara nasional yang harus dikelola dengan baik sebagai bagian dari komponen kekuatan nasional di bidang pertahanan militer.
”Kekuatan dirgantara kita harus dapat membantu upaya komponen kekuatan negara lainnya seperti diplomasi, ekonomi, dan informasi untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dalam membela kepentingan nasional di kancah global antarnegara,” katanya saat menghadiri peringatan Hari Bhakti Ke-65 TNI Angkatan Udara (AU) di Yogyakarta kemarin. KSAU mengatakan,kekuatan angkatan udara sangat penting karena sekarang ini terjadi pergeseran karakter ancaman.
” Sebab perang modern bentuknya mengandalkan teknologi tinggi,”ungkapnya. Karena itu, TNI AU harus mampu membuat perencanaan pengadaan alutsista seperti pesawat-pesawat dan radar yang canggih tanpa menabrak kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Untuk pesawat tempur misalnya sekarang ini teknologi tercanggih terdapat di pesawat F-22 Raptor milik Amerika Serikat (AS).
Pesawat itu memiliki kemampuan untuk tidak terlacak radar (stealth). Pesawat dengan kemampuan yang tak jauh beda adalah F- 35 yang digunakan beberapa negara sekutu AS.”Kita belum ke sana,tapi untuk pesawat antiradar ini, kita sekarang sedang membuatnya bekerja sama dengan Korea Selatan, yaitu KFX/IFX. Itu pesawat generasi 4,5,”bebernya. KSAU berharap, realisasi kebijakan MEF melalui rencana strategis lima tahunan bisa memodernisasi kekuatan alutsista TNI AU secara bertahap.
Terkait realisasi program MEF, rencananya empat pesawat tempur ringan Super Tucano tiba di Tanah Air pada 28 Agustus. Empat unit lainnya menyusul dalam kurun tiga bulan setelahnya. Pesawat ini akan berhome base di Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrachman Saleh menggantikan pesawat OV- 10F/Bronco. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Hartind Asrin mengatakan, pemerintah saat ini sedang dalam proses pengadaan 10 pesawat angkut Hercules bekas dari Australia.
Dari jumlah itu, empat hibah dan enam lainnya beli. ”Ada pesawat yang masih bisa terbang, ada yang bisa terbang, tapi setelah sebulan harus diperbaiki. Kita pilih semua di-retrofit di sana, jadi ketika ke sini kondisinya sudah siap semua,”ujarnya. Dia menuturkan, pengadaan Hercules itu lebih hemat dan efisien dari pada proses perbaikan dilakukan di Indonesia. Meskipun bekas, dia menyebutkan, pesawat-pesawat itu setelah diperbaiki masih sanggup untuk terbang sekitar 15-20 tahun lagi.
SINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.