Yum Soemarsono (google) |
Konon, Yum Soemarsono berhasil menyelesaikan pesawat helikopternya di usia 32 tahun atau pada tahun 1948, yang berarti hanya berselisih 9 tahun saja setelah Igor Sikorsky menerbangkan helikopter pertama di dunia. Hal ini menjadi sangat menarik karena sebenarnya, Yum Soemarsono pada awalnya diarahkan untuk menjadi anggota Angkatan Darat (AD) tetapi dengan keinginannya sendiri, ia lalu masuk ke Angkatan Udara (AU). Dalam salah satu memoar yang ditulisnya sendiri, dengan tulisan tangan tertulis sebagai berikut :
“Walaupun Penulis (Yum Soemarsono) ditargetkan menjadi komandan Bengkel Induk PALAD (Peralatan Angkatan Darat) di Bandung berpangkat kapten AD, Penulis bersama-sama Soendrio “Duet” yang membuat Helikopter pertama di Indonesia memilih melamar ke AU melalui Pak Soerjadarma yang kebetulan menerima “Duet” di halaman Rumah sore hari di Yogya 3 hari sebelum Beliau pergi mengikuti konperensi meja bundar di Negeri Belanda (Ibu Surya saksi).
Soeryadarma menerima kita berdua untuk dikerjakan di Litbang AU Yogyakarta. Penulis sendiri merangkap menjadi Instruktur dari SPen di Jogya tahun 1950 dalam Benteng dalam mata pelajaran Aerodinamika dan Aircraft Structure. Murid-murid pertama : Soebambang, Andoko, Soemitro, Dono Indarto dan Soewarto.”
Salah satu dari helikopter ciptaannya sangat menarik perhatian banyak pihak dan mengundang kekaguman tidak sedikit ahli di bidang penerbangan masa itu. Tidak bisa dibayangkan, adalah bahwa seluruh dari hasil hitung-hitungan rancangannya itu “asli”. Rekayasa dan perhitungan-perhitungan yang sebenarnya sangat detil dan pelik dalam disain rancang-bangun pesawat helikopter sama sekali tidak meniru dari yang sudah ada.
Bahkan “rotor-stabilizer”, yang merupakan bagian yang sangat vital dari sebuah rotor helikopter, dibuatnya berdasarkan intuisi. Seorang Instruktur Penerbang dari pabrik pembuat Helikopter terkenal di Amerika Serikat, Hiller Helicopter Inc., bernama Leonard Parish, tak bisa menyembunyikan kekagumannya saat melihat karya-karya Yum Soemarsono. Kebetulan kala itu, pada tahun 1954, Parish berada di Indonesia dalam rangka menunaikan tugas untuk menerbangkan dan merawat sebuah Helikopter Hiller yang baru saja dibeli oleh Pemerintah Indonesia. Tentang hubungannya dengan orang Amerika bernama Parish dan juga dengan Wiweko, Yum Soemarsono menulis di catatan hariannya seperti ini :
“Wiweko dan Penerbang-penerbang keluar dari AU setelah clash dengan KSAU Soeryadarma. Penulis (Yum Soemarsono) dilatih terbang ulang oleh Parish, seorang Amerika. Penulis, di samping menjadi murid menjabat Kepala Seksi Bengkel di Husein, tahun 1953.”
Yum Soemarsono tengah melaksanakan uji terbang pesawat helikopter buatannya dan berhasil menerbangkan hingga sejauh 50 meter dengan ketinggian sekitar satu meter. Parish sendiri tidak hanya berkesempatan menyaksikan demo udara ini akan tetapi juga menyempatkan diri untuk turut menerbangkannya. Konon, Parish inilah yang berangkat dari kekagumannya melihat keberhasilan seorang Yum Soemarsono dengan karya yang spektakuler tersebut kemudian menyarankan agar pesawat terbang helikopter itu dinamakan “Soemarkopter”. Dalam catatan pribadi, sebenarnya Soemarsono menulis tentang helikopternya yang ketiga di tahun 1954 sebagai berikut :
“Seorang ahli Teknik teman Pilot Parish bernama Neff bersama-sama melihat Helikopter buatan penulis (Yum Soemarsono) yang ketiga. Mereka nyeletuk, “This is a real Chopper, Soem. Call it “SoemarCopter”. Did Nurtanio know it?”
Yum Soemarsono menyelesaikan pesawat helikopter rancangannya pada kurun waktu antara tahun 1948 hingga 1968. Helikopter pertamanya, RI-H, berhasil diselesaikan pada tahun 1948 sementara yang kedua, YSH, sempat melayang 10 cm di udara di lapangan Sekip, Yogyakarta, pada tahun 1950. Berikutnya adalah pesawat helikopter terakhir karyanya yang diberi nama “Kepik”, pemberian nama dari Bung Karno. Pada penerbangan dengan “Kepik” inilah, musibah menimpa Yum Soemarsono.
Kecelakaan terjadi di Lapangan Pindad, Bandung, pada tanggal 22 Maret 1964 pukul 16.30 yaitu ketika Yum Soemarsono melakukan uji terbang yang ketujuh. Sebenarnya, badan pesawat helikopter itu sendiri sudah berhasil terangkat dengan sempurna akan tetapi salah satu daun rotor lepas dari kedudukannya dan melesat dengan kecepatan tinggi melewati kening Yum. Bagaikan sebuah pisau yang sangat tajam langsung menebas tangan kirinya serta menyabet Dali hingga tewas seketika. Selama lebih kurang satu setengah tahun, Yum menghilang dan tidak terlihat aktifitas terbangnya lagi.
Namun, setelah itu, Yum mulai aktif kembali sebagai Pilot Kepresidenan meski hanya memiliki satu tangan saja. Ia berhasil menggunakan tangan palsunya yang dilengkapi dengan peralatan khusus yang dirancangnya sendiri untuk tetap melaksanakan tugas sebagai Pilot Helikopter. Kabarnya, alat khusus di tangan palsu Yum Soemarsono yang dapat digunakan untuk menggerakkan “collector” di kokpit helikopter itu merupakan hasil kerja kerasnya sendiri. Salah satu sahabat Yum seorang berkebangsaan Perancis telah berusaha mematenkannya untuk Yum Soemarsono namun hingga kini tidak diketahui lagi kabar beritanya.
Sampai dengan akhir hayatnya, Yum masih saja menerbangkan helikopter pribadinya. Yum Soemarsono, sang genius dan pemberani itu, menghadap Sang Maha Kuasa pada tanggal 5 Maret 1999, hanya lebih kurang sebulan sebelum dia mencapai usia 83 tahun. Ayah dari enam anak dan kakek dari 21 cucu ini telah mewariskan nilai-nilai keteladanan dan kepeloporan di bidang penerbangan, terutama dalam sikap hidupnya yang tidak mengenal kata menyerah dalam merancang dan menerbangkan pesawat helikopter. Kehilangan satu tangan dalam penerbangan uji coba tidak cukup untuk dapat menyurutkan niat besarnya dalam berkarya dan tetap membuat serta menerbangkan sendiri pesawat helikopter di Indonesia.
Dalam catatan harian yang tercecer dari almarhum, Yum Soemarsono juga menulis tentang musibah yang membawa hikmah. Agak kurang jelas, uraian tulisan ini dalam konteks apa, tetapi tertulis di situ sebagai berikut :
“Musibah yang membawa hikmah. Penulis (Yum Soemarsono) yang telah pindah ke SPL Husein Sastranegara meneruskan pembuatan Heli ketiga dengan motor Continental 60 HP bantuan dari Karno Barkah, putranya Ibu Guru Penulis sewaktu di SD Temanggung, Ibu Soemaryo.”
Paling tidak, kutipan tulisan tersebut, menggambarkan betapa Yum Soemarsono memang memiliki tekad kuat dalam usahanya membuat helikopter.
Sebagai catatan tambahan, dari kekaguman dua orang Amerika, Parish dan Neff, Yum Soemarsono kemudian disponsori untuk latihan terbang Heli free of charge di Hiller Company dan Sikorsky USA pada tahun 1955. Kesempatan tersebut juga digunakan oleh Yum Soemarsono untuk mengikuti kursus tentang Disain Helikopter. Di tahun 1957, Yum Soemarsono dikirim lagi ke Texas.
Itulah Yum Soemarsono, yang sejak tahun 1965 berstatus sebagai Pilot Helikopter bertangan satu masih bertugas terbang selama lebih dari 7 tahun menyemprot hama tebu. Yum Soemarsono telah membukukan tidak kurang dari 8000 jam terbang termasuk dengan kondisi bertangan satu sebagi penerbang yang sekaligus sebagai pelopor dan perancang pesawat helikopter di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.