Tim SAR gabungan dari TNI, Polri dengan membawa anjing pelacak
melanjutkan evakuasi menuju lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100
untuk di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. FOTO: EPA/ADI WEDA
Untuk Apa Impor Anjing Pelacak kalau Bisa Breeding Sendiri?
Seekor anjing jenis Root Weiler berumur tiga tahun mengendus setiap barang bawaan penumpang. Ketika mencium salah satu kardus bawaan penumpang, Onil, panggilan anjing itu, curiga dan langsung mengacak-acak kardus itu.
Petugas pun bergegas membongkar isi kardus dan menemukan satu paket ganja seberat satu kilogram. Melihat itu, pemilik barang berusaha kabur dan mendorong petugas.
Sontak, Onil dan tiga petugas yang diperlengkapi senjata langsung mengejar pemilik barang itu. Tak sampai 20 meter berlari, Onil menerjang dan membekuk pengedar itu.
Tidak hanya Onil yang unjuk kebolehan, Raja, anjing jenis Root Wieler berumur lima tahun, juga melakukan sterillisasi. Mengelilingi mobil, membuka pintu depan dan setelah mengendus-endus, meminta pawangnya membuka pintu belakang. Ternyata, ditemukan bahan peledak di kursi belakang mobil.
Komunitas Pitbull tak mau ketinggalan. Mereka melakukan berbagai atraksi bersama anjing kesayangannya. Ada yang meniru gerakan, mengikuti perintah, berjalan bersama sambil hormat, mencari barang yang disembunyikan, dan melompat sampai dua meter sambil bergelantungan mengandalkan kekuatan gigi serta leher.
Kejadian di atas merupakan simulasi kemampuan seekor anjing pelacak milik Unit K-9 Sabhara Polda Metro Jaya dalam upaya mengungkap kasus narkoba yang digelar sebagai rangkaian HUT Bhayangkara ke-66 pada Juni lalu.
Onil, Raja, dan komunitas Pitbull adalah sahabat para satuan polisi, petugas keamanan, dan tentara nasional Indonesia (TNI) yang menggunakan anjing pelacak sebagai mitra mereka di lapangan.
Ongkos mahal
Kebutuhan akan anjing pelacak yang semakin tinggi itu juga yang membuat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengajukan usulan pembelian 17 ekor anjing pelacak. Satu anjing berharga US$ 6.000.
Dalam rapat dengan Komisi I DPR, Jenderal Pramono mengatakan anjing-anjing pelacak itu nantinya akan membantu kerja Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Dengan kurs dolar saat ini, total anggaran yang diajukan berarti sekitar Rp 900 juta untuk 17 ekor anjing pelacak. Biaya sebesar itu pun baru untuk mendatangkan anjing saja, belum termasuk biaya perawatan dan pelatihan.
Komandan Jendral Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo mengatakan jenis anjing yang biasa digunakan oleh Kopassus adalah anjing Belgian Shepherd, atau yang dikenal juga sebagai Belgian Malinois. Anjing jenis itu, katanya, biasanya diimpor tim Kopassus dari Afrika Selatan.
Agus menolak untuk menjawab alasan di balik tingginya anggaran pengadaan anjing pelacak. Namun, Ketua Klub Belgian Shepherd Indonesia (KBSI) Leowardi mengatakan harga US$ 6.000 untuk satu anjing Shepherd memang tergolong mahal.
Pasalnya, di Indonesia sendiri sudah ada yang mengembangkan ternak anjing Shepherd. "Di sini dijual sekitar Rp 8 juta hingga Rp 15 juta," kata Leowardi.
Perawatan untuk Shepherd juga tidak mudah dan tentunya perlu ongkos tambahan karena Shepherd asli yang di Eropa dipengaruhi empat musim, berbeda dengan di Indonesia yang hanya memiliki dua musim.
"Kalau di sini kemarau, mereka kepanasan dan gak doyan makan, jadinya tidak sekuat anjing impor," katanya. Sedangkan kalau musim hujan, bakteri dan kuman berkembang di tubuh mereka.
Solusinya, anjing-anjing impor itu harus dimasukkan di ruangan ber-AC. Tapi karena AC cenderung kering udaranya, kata Leowardi, perlu tambahan humidifier untuk menjaga kelembaban antara 60%-70%.
Menurut Leowardi, seharusnya pemerintah membeli anjing pelacak jenis Belgian Malinois dari Belanda karena di sana lah pertama dikembangkannya anjing polisi, walau asal anjing itu dari Belgia.
"Saya tidak tahu kenapa TNI memilih Afrika Selatan, tapi tapi memang masing-masing negara punya ciri khas sendiri. Tergantung dari pelatihannya," katanya.
Selain harga anjing dan perawatannya, masih ada juga ongkos kirim. Leowardi mengatakan kalau beli dari Belanda, ongkos kirim dengan Lufthansa sekitar 800 euro, plus asuransi 80 euro. Kalau Pakai Qatar lebih murah sekitar 600 euro. "Tapi biasanya sudah jadi bangkai sampai sini karena kargonya kurang mendukung,"ujarnya.
"Saran saya, polisi sama militer itu harusnya breeding sendiri di sini. Kalau impor pastikan mereka tidak disteril sehingga bisa punya keturunan. Daripada impor terus mending breeding sendiri," pungkasnya.
Anjing Pelacak, Prajurit Terlatih dalam Memerangi Narkoba
Anjing adalah salah satu alat terbaik dalam memerangi penyelundupan narkoba berkat insting dan nalurinya yang kuat dalam mengendus zat terlarang.
Sejak tahun 1981, anjing sudah digunakan untuk mendeteksi penyelundupan narkoba di bandara, pelabuhan, dan daerah perbatasan. Anjing-anjing ini ditangani oleh Departemen K-9 Direktorat Bea Cukai. Departemen ini memiliki 29 ekor anjing dan 30 pawang.
"Anjing adalah alat utama dan tidak dapat tergantikan dalam memerangi penyelundupan narkoba. Mereka bisa pergi ke tempat-tempat di mana kami tidak bisa membawa peralatan kami, misalnya di pelabuhan," ujar Ronny Rosfyandi, Deputi Direktur Sub Direktorat Narkotika di Bea Cukai, akhir pekan lalu.
Sementara itu salah satu instruktur anjing pelacak, Theo Dorus, mengatakan bahwa anjing sangat praktis karena bisa digunakan untuk melacak narkoba di bagian-bagian sempit dalam pesawat atau kendaraan.
"Mesin X-Ray dapat diakali tapi indera penciuman anjing bisa melacak narkotika," ujarnya.
Theo menambahkan anjing pelacak juga memiliki kelemahan.
"Terkadang mereka sakit atau konsentrasi mereka terganggu karena ada kucing. Terkadang mereka juga merasa kepanasan atau kebosanan," ujar Theo.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan ini, kemampuan anjing pelacak ini sangat mengesankan. Salah satu tangkapan terbesar anjing pelacak terjadi pada tahun 2007, ketika seekor anjing menemukan 336 kilogram ephedrine, bahan pembuat sabu-sabu, yang disembunyikan dalam 13 dari 400 paket makanan udang di sebuah kapal dari China di pelabuhan Tanjung Priok.
Daerah perbatasan Medan dan Bali merupakan daerah-daerah di mana tim anjing pelacak paling sering menemukan penyelundupan narkoba. Theo mengatakan para penyelundup menghindari daerah Jakarta tetapi tim anjing pelacak juga memperketat penjagaan di daerah-daaerah di luar Jakarta.
Theo mengatakan tantangan terbesar dalam pekerjaannya adalah menepis anggapan anjing adalah najis bagi umat muslimin dan orang-orang takut oleh gonggongan dan gigitannya.
"Orang Indonesia tidak familiar dengan anjing dan memiliki anjing sebagai binatang peliharaan bukanlah pemandangan umum," ujar Theo.
Dia menambahkan kesalahpahaman mengenai anjing juga adanya anggapan anjing pelacak akan menggigit orang seperti halnya anjing kepolisian.
"Anjing pelacak ini tidak galak. Ketika mereka mencium narkoba, mereka akan duduk, sedangkan yang lebih agresif akan menggaruk tas yang diduga menyimpan narkoba," ujar Theo.
Prajurit TNI dan anjing pelacak sedang berjaga-jaga di Stasiun KA Pasar Minggu, Jakarta Selatan. (Jakarta Globe/Safir Makki)
Petugas Anjing Pelacak Memiliki Hubungan Dekat Dengan Anjingnya
Kedekatan dengan pelatih dan pelatihan khusus dibutuhkan untuk menjaga kepekaan anjing pelacak terhadap zat narkotika.
Dalam memberantas kejahatan, ada satu unsur penting penegakan hukum yang perlu diberi apresiasi: para anjing pelacak. Tak hanya sebagai atribut pelengkap, para anjing pelacak punya andil besar dalam menggagalkan banyak operasi penyelundupan narkotika.
Meski terlihat jinak dan cerdas, butuh banyak pelatihan dan upaya agar mereka bisa bekerja baik. Tidak sembarang anjing bisa mendapat kesempatan bekerja dan dilatih sebagai anggota penegak hukum. Ada beberapa pertimbangan.
Theo Dorus, instruktur anjing pelacak di Departemen K-9 Direktorat Bea Cukai mengatakan, unit anjing pelacak pada umumnya terdiri dari jenis Labrador dan German Shepherds yang diimpor dari Australia.
Walau begitu, ras anjing bukan hal yang paling menentukan dalam melacak narkoba, melainkan temperamen si anjing tersebut.
“Mereka tidak boleh takut air, suara keras seperti bunyi tembakan, atau kegelapan. Mereka harus kuat dan mau dibawa ke mana-mana dengan kendaraan,” ujar Theo.
Theo menambahkan, unitnya mencari anjing yang lebih muda karena, seperti halnya manusia, semakin muda anjing tersebut maka dia akan lebih cepat belajar.
Para pawang anjing juga harus lolos sejumlah tes sebelum bisa masuk ke unit anjing pelacak. Mereka harus mampu bekerja dengan anjing serta lulus ujian fisik dan psikologis.
Theo mengatakan, butuh waktu satu bulan untuk menentukan apakah seekor anjing cocok dijadikan anjing pelacak. Setelah itu, anjing tersebut akan dilatih selama tiga bulan oleh pawangnya. Dalam periode ini, terciptalah hubungan yang erat antara anjing dengan pawangnya.
Salah satu agen unit anjing pelacak Bea Cukai, Ganda Purba mengatakan, dia memilih masuk ke unit anjing pelacak karena dia menyukai anjing sejak kecil.
“Saya menyukai anjing dan bisa berteman dengan mereka sejak saya masih anak-anak,” ujarnya.
Partner Ganda adalah seekor German Shepard bernama Shadow.
“Shadow sifatnya agresif dan pintar. Dia sangat teliti ketika melakukan pemeriksaan narkoba,” ujar Ganda.
Arnie Widodo, seorang agen unit anjing pelacak, mengatakan karena sering bekerja seharian dengan anjing dan tinggal bersama-sama, maka para agen menjadi sangat dekat dengan anjingnya.
“Kalau Shadow diajak jalan-jalan, dia pasti mencari Ganda,” ujarnya.
Para agen harus berkonsentrasi penuh ketika bekerja dengan anjing karena mereka harus mampu membaca reaksi anjing mereka dengan jelas. Karena itu, mereka tidak diperbolehkan membawa telepon seluler yang dapat mengganggu konsentrasi.
Theo mengatakan, obat-obatan yang paling sering diselundupkan di Indonesia adalah kokain, heroin, dan ganja. Ephedrine, bahan pembuat shabu, juga semakin sering diselundupkan.
Untuk melatih anjing-anjing ini, Theo memberikan sekantong zat sintetis non-adiktif yang memiliki bau sama dengan narkoba. Hal ini dilakukan supaya tidak merusak indera penciuman anjing karena hidung mereka sangat sensitif.
Cara melatih kepekaan anjing ini adalah melalui semacam permainan. Jika mereka mampu mengenali zat narkotika, maka anjing-anjing ini akan diperbolehkan bermain “tarik tambang” dengan instrukturnya. Pada akhirnya, mereka akan hapal dengan baunya dan akan langsung bermain “tarik tambang” dengan penyelundup ketika mencium zat narkotika.
“Kami mencuci otak mereka supaya mereka berpikir bahwa mereka sedang bermain,” tukas Theo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.