Pesawat Cessna 208 Dipaksa turun (Foto Viva.Co) |
TNI AU melalui Lanud Balikpapan, Kalimantan Timur, menahan
pesawat sipil AS beregistrasi N354RM tipe Cessna 208. Pesawat tersebut
diminta turun karena melintas wilayah udara NKRI tanpa izin.
Pesawat dengan pilot Michael Boyd (53) diturunkan paksa di Lanud
Balikpapan oleh dua pesawat Sukhoi yang diterbangkan dari Skuadron Udara
11 TNI AU di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (30/9). Pesawat
tersebut berangkat dari Wichita, Kansas, AS, menuju Singapura.
Ini adalah sebuah kutipan berita dari salah satu media di Ibu Kota.
Gambaran ini memperlihatkan betapa rawannya sistem pertahanan negara
kita. Tidak saja di udara, di daratan dan bahkan terutama di wilayah
perairan negeri ini sering sekali kedaulatan dan kehormatan sang Ibu
Pertiwi terusik.
Sistem pertahanan
Setiap negara, dalam perjalanan menuju cita-citanya, akan berhadapan
dengan dua aspek penting, yakni kesejahteraan dan keamanan. Aspek
kesejahteraan dan keamanan selalu menghantui suatu negara, baik dalam
jangka pendek, menengah, dan terutama pada jangka panjang perjalanan
negara tersebut.
Seberapa besar prioritas yang akan diberikan kepada aspek keamanan
dan seberapa besar pula perhatian kepada aspek kesejahteraan itulah yang
kemudian dikenal sebagai ”kebijakan” dari suatu negara. Itu sebabnya
kebijakan nasional suatu negara pasti banyak bersinggungan dengan faktor
keamanan. Itu pula sebabnya setiap negara akan membangun satu sistem
pertahanan negaranya.
Sistem pertahanan suatu negara pada prinsipnya akan berperan lebih
kurang seperti fungsi pagar pada sebuah rumah. Sebagaimana halnya konsep
pagar yang membatasi dengan daerah luar, maka Tembok Besar dan Tembok
Berlin mengambil tempat di daerah perbatasan, yang dianggap kritis dan
rentan terhadap ancaman dari luar. Itu sebabnya mengapa setiap negara
membangun ”pagar” masing-masing di sepanjang daerah perbatasan.
Demikian pentingnya kedudukan ”pagar”, tergambar dengan jelas dalam
lintasan sejarah umat manusia di permukaan bumi ini. Sebagian besar
peperangan yang terjadi di sepanjang sejarah dunia, penyebabnya adalah
sengketa perbatasan.
Aspek inilah yang menyebabkan setiap negara, dalam urusan keamanan negaranya, pasti akan berkonsentrasi penuh pada daerah perbatasannya. Terutama ke arah letak perbatasan yang bersinggungan dengan negara lain, daerah perbatasan yang rawan. Daerah perbatasan telah menjadi daerah yang penuh dengan kepentingan bagi suatu negara.
Dari berbagai sistem pertahanan yang dianut oleh banyak negara di
dunia, umumnya sistem pertahanan yang rely on technology, sistem
pertahanan yang mengandalkan teknologi serta total defensif atau sistem
pertahanan menyeluruh—merupakan dua hal utama dalam merumuskan sistem
pertahanan suatu negara. Pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi seakan ”memaksa” setiap negara larut di dalamnya.
Tembok Besar dan Tembok Berlin merupakan gambaran atas bagaimana
”mudahnya” memagari kawasan perbatasan suatu negara yang berbentuk
daratan. Bangun pagar pembatas: selesai! Namun, hal itu menjadi kompleks
manakala muncul gagasan untuk ”memagari” suatu kawasan perbatasan
berupa perairan atau lautan dan atau bahkan yang berwujud udara.
Oleh karena itu, patut ditekankan di sini bahwa sistem pertahanan suatu negara tidak bisa dipisahkan dari kondisi geografis negara tersebut. Negara berbentuk daratan dan negara yang berbentuk kepulauan dipastikan akan memiliki sistem pertahanan negara yang sangat berbeda.
Bagaimana dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? NKRI
sudah ditakdirkan menjadi satu negara yang berwujud negara kepulauan.
Suatu negara yang terdiri atas ribuan pulau: membujur di sepanjang garis
khatulistiwa, serta memiliki panjang garis pantai lebih kurang 81.000
kilometer.
Dengan kondisi seperti itu, Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia. Dalam hitungan matematis, wilayah Indonesia meliputi
dua pertiga lautan dan sepertiga daratan. Di atas lautan dan daratan ada
wilayah udara yang mencakup keseluruhan luas wilayah Indonesia. Itulah
wilayah NKRI yang harus dijaga kedaulatan, kehormatan, dan keamanan
nasionalnya (Priyatna Abdurrasyid). Inilah salah satu penyebab
kompleksnya membangun sistem pertahanan NKRI, membangun pertahanan dalam
kerangka menjaga kedaulatan negara.
Berbicara tentang kedaulatan negara, maka banyak definisi yang akan
muncul berkaitan dengan topik tersebut. Namun, ada sebuah pengertian
atau jabaran yang sangat sederhana untuk dapat menghayatinya.
Kedaulatan negara, dalam konteks yang sederhana, dapat diartikan
sebagai terciptanya keamanan di kawasan perbatasan darat yang selama ini
selalu terjadi pergeseran patok-patok penanda batas di Kalimantan dan
Papua. Kedaulatan adalah juga merupakan rasa aman bagi semua warga
negara Indonesia untuk mencari ikan di daerah perairannya sendiri, tanpa
perlu khawatir akan dijaring satuan pengamanan laut negara lain.
Lebih dari itu, harus dapat terselenggara pula dalam konteks menjaga
serta memanfaatkan kekayaan laut yang sedemikian melimpah, yang selama
ini nyaris hanya dinikmati oleh negara lain. Sementara itu, kedaulatan
di udara dapat dirasakan manakala dapat menjaga penerbangan-penerbangan
liar yang dapat melintas dengan bebas, seperti banyak terjadi belakangan
ini.
Perlu satu konsep
Dengan demikian, dalam tatanan bahasa yang sederhana, Indonesia
dituntut untuk memiliki satuan angkatan darat yang mampu memberikan rasa
aman sepanjang garis perbatasan darat dengan kawasan negara lain.
Dengan wilayah laut yang maha luas, Indonesia sudah sepatutnya memiliki
unit tempur angkatan laut yang mampu menjaga wilayah kedaulatan
perairannya, terutama wilayah perbatasan.
Sementara di wilayah udara, satuan angkatan udara harus memiliki
kemampuan penuh dalam menjaga kedaulatan wilayah udara. Terutama di
kawasan udara yang rawan, seperti di sekitar Selat Malaka dan kawasan
yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia.
Pengintaian dan patroli udara juga selayaknya mencakup koordinasi
yang matang dengan satuan-satuan angkatan darat dan laut di sepanjang
garis perbatasan tersebut. Dengan kata lain, keberadaan kekuatan udara
kita dapat menciptakan air superiority, keamanan di wilayah udara
kedaulatan NKRI.
Semua itu tentu saja akan berupa satu wadah yang bahu- membahu dan terpadu atas nama angkatan perang dari satu negara berbentuk negara kepulauan. Di sinilah terlihat diperlukannya satu konsep yang jelas sehingga kita tak lagi terjebak dengan pembahasan yang berlarut-larut tentang perlu atau tidaknya membeli Leopard, Sukhoi, dan atau Apache serta kapal selam. Dirgahayu Angkatan Perang Negara Kepulauan Republik Indonesia.
Chappy Hakim
Kepala Staf TNI AU 2002-2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.