Polda Sulteng Tindaklanjuti Video Penyiksaan
Pasukan elit Densus 88 dalam operasi pengejaran terduga teroris di Poso.
"Kita sedang mengecek apakah betul itu terjadi (di Poso, Sulteng) ataukah di tempat lain," kata Kahumas Polda Sulteng, AKBP Sumarno, dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon, Senin(04/02) siang.
Menurutnya, selain mengecek video tersebut, pihaknya juga meminta keterangan para saksi serta akan mendatangi lokasi yang disebut-sebut sebagai tempat penyiksaan.
Diunggah di Youtube, Video berdurasi sekitar 5 menit itu memperlihatkan sejumlah anggota polisi bersenjata lengkap tengah menginterogasi beberapa orang warga sipil yang tertelungkup di rumput dalam posisi tangannya terikat ke belakang.
Dugaan tindak kekerasan oleh aparat polisi ini sebelumnya diprotes keras oleh sejumlah ormas Islam, yang ditandai kedatangan mereka ke Mabes Polri, Kamis (28/02) lalu.
Dipimpin oleh Dien Syamsudin, tim gabungan Ormas Islam mendatangi Mabes Polri dan meminta agar Kapolri menindaklanjuti dugaan kekerasan yang dilakukan anggota polisi terhadap warga sipil.
Belum tentu Densus 88
Walaupun tuduhan semula mengarah pada pasukan elit Densus 88, hasil penyelidikan tim Mabes Polri sejauh ini belum mengarah kepada Densus 88.
"Belum tentu dilakukan Densus 88," kata Kahumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar, Senin (04/02) di Jakarta, seperti dilaporkan sejumlah media di Indonesia.
Namun demikian, Boy Rafli membenarkan bahwa peristiwa yang terekam di video itu terjadi pada 2007 lalu.
"Jadi (terjadi) tahun 2007, di Poso ada kegiatan penegakan hukum," katanya.
Sementara, Kahumas Polda Sulteng, AKBP Sumarno menyatakan: "Kalau itu terbukti (melibatkan anggota Polda Sulteng atau Polres Poso), itu oknum. Tidak setiap kegiatan pasti terjadi penyiksaan seperti itu".
"Itu 'kan kasuistis," tandas Sumarno.
Diindikasikan Ada Gerakan Balas Dendam Pascaberedarnya Video Kekerasan Densus 88
“Informasi yang masuk, akan ada gerakan-gerakan tersembunyi terkait video kekerasan Densus 88 yang banyak membuat orang di Poso, Maluku marah besar. Dalam waktu dekat gerakan-gerakan tersebut akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Komisioner Komnas HAM, Siane Andriani, Minggu (3/3).
Dijelaskannya, kekhawatiran Komnas HAM terkait akan munculnya video kekerasan oknum Densus 88 sudah diingatkan kepada pihak kepolisian sejak satu bulan yang lalu. Namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti dan justru yang terjadi kemudian terus menyebar di kalangan masyarakat.
Rekaman video dikhawatirkan menjadi pemicu gerakan-gerakan bawah tanah yang bertujuan menambah keruh suasana. Saat ini Komnas HAM sudah memiliki data dan lokasi waktu kejadian.
“Kami sudah mengontak LPSK untuk melindungi saksi-saksi yang ada di video itu. Kami minta kepolisian juga melakukan tindakan hukum ke penyebar, karena dikhawatirkan dapat memicu kemarahan di daerah Poso,” ucap Siane.
Komnas HAM meminta kepada semua pihak, termasuk pemuka agama berikut anggota gerakan bawah tanah untuk dapat menahan diri serta menyerahkan sepenuhnya kasus dugaan kekerasan Densus 88 kepada aparat penegak hukum.
Densus 88 Dibubarkan, Siapa yang Lindungi Indonesia
MUI mengusulkan agar Densus 88 Anti Teror dibubarkan.
"Densus itu visinya adalah menjadikan bangsa Indonesia terbebas ancaman. Jadi kalau Densus dibubarkan yang menghadapi ancaman teroris siapa?" kata Boy dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin 4 Maret 2013.
Boy mengatakan, pelaku kekerasan dalam rekaman atau tayangan video yang diberikan oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin kepada Polri bukanlah personel Densus 88. Dalam melakukan kegiatannya, Densus 88 tidak selalu sendiri melainkan bersama unsur satuan lain.
"Misi Densus berat. Justru sekarang ini kami sedang berjuang dari ancaman teroris yang belum selesai," tuturnya.
Boy melanjutkan, peran Densus setahun terakhir begitu vital dengan menggagalkan upaya pihak lain yang berusaha melakukan teror dengan menggunakan bom rakitan. Dia mencatat sudah puluhan bom yang diamankan dan diungkap Densus 88, dan tidak meledak.
"Artinya sudah berapa orang yang diselamatkan Densus? Bayangkan kalau bom itu meledak. Kalau Densus dibubarkan yang melindungi Indonesia ini siapa," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi Islam yang tergabung dalam naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuntut evaluasi dan reformasi lembaga milik Polri itu. Bahkan, bila perlu, Densus 88 dibubarkan. Sebab, dalam melaksanakan tugasnya, acapkali anggota Densus 88 melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Kalau dari sudut MUI, kami sepakat Densus 88 dievaluasi. Bila perlu dibubarkan, diganti dengan sebuah lembaga dan pendekatan baru yang bersama-sama memberantas terorisme, karena terorisme merupakan musuh bersama," kata Wakil Ketua MUI, Din Syamsuddin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 28 Februari 2013.(umi)
Pasukan elit Densus 88 dalam operasi pengejaran terduga teroris di Poso.
Polda Sulteng dan tim Mabes Polri terus menyelidiki dugaan keterlibatan belasan anggota Polda Sulteng dalam kasus penyiksaan terhadap warga sipil, seperti yang terekam dalam video yang beredar di masyarakat.
"Kita sedang mengecek apakah betul itu terjadi (di Poso, Sulteng) ataukah di tempat lain," kata Kahumas Polda Sulteng, AKBP Sumarno, dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon, Senin(04/02) siang.
Menurutnya, selain mengecek video tersebut, pihaknya juga meminta keterangan para saksi serta akan mendatangi lokasi yang disebut-sebut sebagai tempat penyiksaan.
Diunggah di Youtube, Video berdurasi sekitar 5 menit itu memperlihatkan sejumlah anggota polisi bersenjata lengkap tengah menginterogasi beberapa orang warga sipil yang tertelungkup di rumput dalam posisi tangannya terikat ke belakang.
Dugaan tindak kekerasan oleh aparat polisi ini sebelumnya diprotes keras oleh sejumlah ormas Islam, yang ditandai kedatangan mereka ke Mabes Polri, Kamis (28/02) lalu.
Dipimpin oleh Dien Syamsudin, tim gabungan Ormas Islam mendatangi Mabes Polri dan meminta agar Kapolri menindaklanjuti dugaan kekerasan yang dilakukan anggota polisi terhadap warga sipil.
Belum tentu Densus 88
Walaupun tuduhan semula mengarah pada pasukan elit Densus 88, hasil penyelidikan tim Mabes Polri sejauh ini belum mengarah kepada Densus 88.
"Belum tentu dilakukan Densus 88," kata Kahumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar, Senin (04/02) di Jakarta, seperti dilaporkan sejumlah media di Indonesia.
Namun demikian, Boy Rafli membenarkan bahwa peristiwa yang terekam di video itu terjadi pada 2007 lalu.
"Jadi (terjadi) tahun 2007, di Poso ada kegiatan penegakan hukum," katanya.
Sementara, Kahumas Polda Sulteng, AKBP Sumarno menyatakan: "Kalau itu terbukti (melibatkan anggota Polda Sulteng atau Polres Poso), itu oknum. Tidak setiap kegiatan pasti terjadi penyiksaan seperti itu".
"Itu 'kan kasuistis," tandas Sumarno.
Diindikasikan Ada Gerakan Balas Dendam Pascaberedarnya Video Kekerasan Densus 88
Komnas HAM mengindikasikan akan ada gerakan balas dendam tersembunyi oleh sejumlah pihak pascaberedarnya video dugaan kekerasan yang dilakukan oknum Densus 88 antiteror di Poso dan Maluku.
“Informasi yang masuk, akan ada gerakan-gerakan tersembunyi terkait video kekerasan Densus 88 yang banyak membuat orang di Poso, Maluku marah besar. Dalam waktu dekat gerakan-gerakan tersebut akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Komisioner Komnas HAM, Siane Andriani, Minggu (3/3).
Dijelaskannya, kekhawatiran Komnas HAM terkait akan munculnya video kekerasan oknum Densus 88 sudah diingatkan kepada pihak kepolisian sejak satu bulan yang lalu. Namun laporan tersebut tidak ditindaklanjuti dan justru yang terjadi kemudian terus menyebar di kalangan masyarakat.
Rekaman video dikhawatirkan menjadi pemicu gerakan-gerakan bawah tanah yang bertujuan menambah keruh suasana. Saat ini Komnas HAM sudah memiliki data dan lokasi waktu kejadian.
“Kami sudah mengontak LPSK untuk melindungi saksi-saksi yang ada di video itu. Kami minta kepolisian juga melakukan tindakan hukum ke penyebar, karena dikhawatirkan dapat memicu kemarahan di daerah Poso,” ucap Siane.
Komnas HAM meminta kepada semua pihak, termasuk pemuka agama berikut anggota gerakan bawah tanah untuk dapat menahan diri serta menyerahkan sepenuhnya kasus dugaan kekerasan Densus 88 kepada aparat penegak hukum.
Densus 88 Dibubarkan, Siapa yang Lindungi Indonesia
MUI mengusulkan agar Densus 88 Anti Teror dibubarkan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror masih dibutuhkan sebagai institusi untuk melawan aksi terorisme. Oleh karena itu, Polri menolak ide pembubaran Densus 88.
"Densus itu visinya adalah menjadikan bangsa Indonesia terbebas ancaman. Jadi kalau Densus dibubarkan yang menghadapi ancaman teroris siapa?" kata Boy dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin 4 Maret 2013.
Boy mengatakan, pelaku kekerasan dalam rekaman atau tayangan video yang diberikan oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin kepada Polri bukanlah personel Densus 88. Dalam melakukan kegiatannya, Densus 88 tidak selalu sendiri melainkan bersama unsur satuan lain.
"Misi Densus berat. Justru sekarang ini kami sedang berjuang dari ancaman teroris yang belum selesai," tuturnya.
Boy melanjutkan, peran Densus setahun terakhir begitu vital dengan menggagalkan upaya pihak lain yang berusaha melakukan teror dengan menggunakan bom rakitan. Dia mencatat sudah puluhan bom yang diamankan dan diungkap Densus 88, dan tidak meledak.
"Artinya sudah berapa orang yang diselamatkan Densus? Bayangkan kalau bom itu meledak. Kalau Densus dibubarkan yang melindungi Indonesia ini siapa," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi Islam yang tergabung dalam naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuntut evaluasi dan reformasi lembaga milik Polri itu. Bahkan, bila perlu, Densus 88 dibubarkan. Sebab, dalam melaksanakan tugasnya, acapkali anggota Densus 88 melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Kalau dari sudut MUI, kami sepakat Densus 88 dievaluasi. Bila perlu dibubarkan, diganti dengan sebuah lembaga dan pendekatan baru yang bersama-sama memberantas terorisme, karena terorisme merupakan musuh bersama," kata Wakil Ketua MUI, Din Syamsuddin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 28 Februari 2013.(umi)
● BBC | Berita Satu | Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.