Jakarta | Kementerian Pertahanan, melalui Kepala Pusat
Komunikasi Publik Brigjen TNI Sisriadi, Senin (4/3) di Kantor Kemhan
Jakarta memberikan keterangan tentang wacana penundaan proyek
pembangunan Pesawat Generasi 4,5 Korean Fighter Xperiment yang merupakan
hasil kerjasama Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan
(Kemhan) bersama dengan Korea Selatan melalui Defense Acquisition
Program Administration (DAPA).
Program ini akan
membutuhkan dana total sekitar US$ 5 milyar dimana share pemerintah
Indonesia adalah 20% dari total pembiayaan. Meskipun Share Pemerintah
Indonesia adalah 20% dari total pembiayaan, Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk terlibat dalam seluruh proses perancangan dan produksi
yang meliputi Technology Development Phase (TD Phase), Engineering and
Manufacturing Development Phase (EMD Phase), Joint Production and Joint
Marketing. Dengan Investasi sebesar ini, Indonesia akan mendapatkan 20 %
dari pembuatan pesawat (Workshare) dan 20 % dari penjualan pesawat
terbang.
Kapuskom Publik Kemhan menekankan, Proyek
produksi bersama pesawat KFX antara Indonesia dan Korea Selatan yang
telah disetujui pada tahun 2011 telah berhasil menyelesaikan tahap
pertama yaitu Technology Development Phase (TD Phase) pada Desember
2012. Didalam pelaksanaan TD Phase selama 20 bulan pihak Indonesia dan
Korea telah membentuk Combine R&D Centre (CRDC) dan telah dikirim
sebanyak 37 engineer Indonesia yang merupakan kerjasama kedua negara di
CRDC untuk melaksanakan perancangan pesawat KF-X/IF-X bersama Engineer
Korea.
Namun didalam perjalanan mengikuti perkembangan
Politik dan Ekonomi yang sedang terjadi, Pemerintah Korea Selatan
melalui surat resmi yang dikirim oleh pihak DAPA, pihak Korea
berinisiatif untuk menunda pelaksanaan produksi selama 1,5 tahun.
Penundaan ini disebabkan oleh belum adanya persetujuan Parlemen ROK
untuk menyediakan anggaran yang diperlukan guna mendukung terlaksananya
tahap EMD Phase (Engineering and Manufacturing Development Phase)
Program. Dijelaskan ada tiga tahap dalam proyek pengembangan pesawat
tempur KF-X/IF-X, tahap pertama, technical development. Kedua,
engineering manufacture. Dan ketiga, pembuatan prototipe. Tahap yang
ditunda adalah tahap kedua. Pada masa penundaan, pemerintah ROK akan
melaksanakan Economic Feasibility Study terhadap program ini.
Sehubungan
dengan hal tersebut pemerintah Korea tidak akan melakukan terminasi
Program Pengembangan Pesawat Tempur KF-X/IF-X, mengingat dana yang sudah
dikeluarkan Pemerintah ROK sangat besar. Penekanan untuk tidak akan
melakukan terminasi Program ini ditegaskan dalam Joint Committee ke-4
pada tanggal 10-11 Desember 2012 lalu. Sementara itu bagi Pemerintah
Indonesia penundaan tahap EMD program KF-X/IF-X selama 1,5 tahun (sampai
dengan September 2014) akan berdampak terhadap rencana anggaran yang
telah disiapkan pemerintah. Dengan adanya penundaan tahap EMD, pagu
indikatif anggaran sebesar Rp. 1.1 Triliun tidak mungkin diserap
sepenuhnya. Oleh karena itu pihak RI telah mengintensifkan
langkah-langkah penyiapan alih teknologi dengan kegiatan antara lain
Operasionalisasi DCI (Design Centre Indonesia) untuk memetakan dan
mengembangkan kompetensi SDM yang telah terbentuk selama tahap TD Phase,
penguatan industry pertahanan dalam negeri yang akan terlibat dalam
program ini, dan Technology Readiness (kesiapan teknologi).
Dengan
penundaan ini diharapkan kesiapan Indonesia dalam program KF-X/IF-X ini
akan semakin baik. Dalam kaitannya dengan dana share, pemerintah
Indonesia belum mengeluarkan dana untuk Program EMD Phase ini, dana
share yang sudah dianggarkan di TA. 2013 belum disalurkan.
Demikian Siaran Berita Pusat Komunikasi Publik Kemhan
● ARC
Menhan bila bekerjasama dg negara lain yg menggunakan dana besar,strategis hrs melihat politik negara setempat dan apakah bila berhubungan dg kita ada berakibat thd negara tersebut. Hrs dipelajari jangan seperti kerja sama dg korea selatan, menimbulkan dampak spikis thd semua fihak dan kridibilitas kemhan akan dipertanyakan.
BalasHapusPenundaan korea selatan jngn dianggap sebagai kegagalan dlm belajar membangun alutsista canggih seperti pesawat tempur,jika para engineer2x PT.DI disana bisa menyerap 20% bhkan lebih saja ilmu dalam mengembangkan pesawat tempur hal itu sdh cukup sebanding dengan biaya yg di keluarkan negara...harus di ingat tidak ada ilmu yg turun dari langit secara cuma-cuma,apalagi dlm industri secanggih ini.
BalasHapus