Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan penanganan cepat kasus pengibaran bendera yang kontroversial di Aceh, menyusul disahkannya Peraturan Daerah (Qanun) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
"Cepat ditangani, jangan dibawa kesana kemari apalagi nanti dipengaruhi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Presiden Yudhoyono dalam pengantar rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (1/4).
Pada Selasa (26/3), sehelai bendera Aceh diarak keliling Kota Banda Aceh, menyusul disahkannya Qanun tentang Bendera dan Lambang Daerah oleh DPR Aceh. Bendera Aceh dengan ukuran 1,5 x 2 meter itu bergambar bintang bulan dengan kombinasi garis vertikal hitam dan putih (atas dan bawah) dengan warna dasar merah tua.
Tanpa penanganan yang cepat, Presiden mengkhawatirkan jika hal itu dapat mengganggu situasi kondusif yang telah tercipta di Aceh beberapa waktu terakhir.
"Bisa mundur kembali apa yang telah kita lakukan untuk kebaikan kita, kebaikan Aceh," katanya "Saya mendapat penjelasan Mendagri sedang mengelolanya, teruskan. Saya dengar besok akan berangkat ke Aceh, itu langkah yang baik," tambah Presiden.
Presiden menilai semua masalah dapat dicarikan penyelesaiannya jika ditangani dengan cepat, tepat, dan serius. Perda yang baru ditetapkan pada 25 Maret lalu itu mengundang pro dan kontra terkait desain bendera baru Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sementara itu, setiap perda yang dikeluarkan suatu daerah tidak boleh berlawanan dengan peraturan pemerintah yang dalam hal ini berkaitan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah.
Pada peraturan pemerintah tersebut, pada pasal 6 tentang desain lambang daerah, poin 4 disebutkan bahwa desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
12 Poin
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan sejumlah hal sebagai evaluasi atas Qanun Aceh tentang Wali Nangroe dan lambang daerah yang diharapkan dapat diterima oleh Pemerintah Daerah dan DPR Aceh.
"Saya berharap mudah-mudahan evaluasi yang dilakukan Kemendagri yang konstitusional itu diikuti oleh Gubernur dan DPR Aceh. Ada 12 poin," ungkap Gamawan Fauzi. Mendagri mengharapkan evaluasi yang disampaikan tersebut bisa dipahami sehingga dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Aceh dan DPR Aceh.
"Kami berharap Aceh ini sudah menerima hasil UU tentang Aceh itu kan. Sebenarnya materi UU ini sudah terjemahan dari kesepakatan Helsinki. Mestinya pemerintah Aceh lebih fokus kepada kesejahteraan masyarakatnya, karena semua sudah melalui proses yang demikian panjang, sudah diterima semua pihak, sudah ada aturan-aturan yang kita sepakati bersama," kata dia.
Karena itu, jangan ada hal-hal yang semacam ini masih terjadi juga. Mestinya Pemda Aceh lebih fokus bagaimana mensejahterakan masyarakat Aceh sendiri. Ketika ditanya langkah apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat bila pemerintah daerah Aceh menolak merevisi qanun setelah menerima evaluasi yang disampaikan Kemendagri, Gamawan mengatakan berdasarkan aturan, Presiden dapat membatalkan peraturan daerah tersebut.
"Lah ini kan negara kesatuan, Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Ini adalah subordinat dari sistem nasional, tidak boleh ada yang memenggal peraturan perundang- undangan," katanya.
Ketua DPR Aceh, Hasbi Abdullah, mengatakan pengibaran bendera Aceh di instansi pemerintahan menunggu klarifikasi dari Mendagri. "Secara umum, Qanun bendera dan lambang ini sudah sah, tetapi pengibarannya masih menunggu hasil klarifikasi Mendagri," kata Hasbi Abdullah di Banda Aceh, Senin.
"Cepat ditangani, jangan dibawa kesana kemari apalagi nanti dipengaruhi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Presiden Yudhoyono dalam pengantar rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (1/4).
Pada Selasa (26/3), sehelai bendera Aceh diarak keliling Kota Banda Aceh, menyusul disahkannya Qanun tentang Bendera dan Lambang Daerah oleh DPR Aceh. Bendera Aceh dengan ukuran 1,5 x 2 meter itu bergambar bintang bulan dengan kombinasi garis vertikal hitam dan putih (atas dan bawah) dengan warna dasar merah tua.
Tanpa penanganan yang cepat, Presiden mengkhawatirkan jika hal itu dapat mengganggu situasi kondusif yang telah tercipta di Aceh beberapa waktu terakhir.
"Bisa mundur kembali apa yang telah kita lakukan untuk kebaikan kita, kebaikan Aceh," katanya "Saya mendapat penjelasan Mendagri sedang mengelolanya, teruskan. Saya dengar besok akan berangkat ke Aceh, itu langkah yang baik," tambah Presiden.
Presiden menilai semua masalah dapat dicarikan penyelesaiannya jika ditangani dengan cepat, tepat, dan serius. Perda yang baru ditetapkan pada 25 Maret lalu itu mengundang pro dan kontra terkait desain bendera baru Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang mirip dengan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sementara itu, setiap perda yang dikeluarkan suatu daerah tidak boleh berlawanan dengan peraturan pemerintah yang dalam hal ini berkaitan dengan PP Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah.
Pada peraturan pemerintah tersebut, pada pasal 6 tentang desain lambang daerah, poin 4 disebutkan bahwa desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
12 Poin
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan sejumlah hal sebagai evaluasi atas Qanun Aceh tentang Wali Nangroe dan lambang daerah yang diharapkan dapat diterima oleh Pemerintah Daerah dan DPR Aceh.
"Saya berharap mudah-mudahan evaluasi yang dilakukan Kemendagri yang konstitusional itu diikuti oleh Gubernur dan DPR Aceh. Ada 12 poin," ungkap Gamawan Fauzi. Mendagri mengharapkan evaluasi yang disampaikan tersebut bisa dipahami sehingga dapat dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Aceh dan DPR Aceh.
"Kami berharap Aceh ini sudah menerima hasil UU tentang Aceh itu kan. Sebenarnya materi UU ini sudah terjemahan dari kesepakatan Helsinki. Mestinya pemerintah Aceh lebih fokus kepada kesejahteraan masyarakatnya, karena semua sudah melalui proses yang demikian panjang, sudah diterima semua pihak, sudah ada aturan-aturan yang kita sepakati bersama," kata dia.
Karena itu, jangan ada hal-hal yang semacam ini masih terjadi juga. Mestinya Pemda Aceh lebih fokus bagaimana mensejahterakan masyarakat Aceh sendiri. Ketika ditanya langkah apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat bila pemerintah daerah Aceh menolak merevisi qanun setelah menerima evaluasi yang disampaikan Kemendagri, Gamawan mengatakan berdasarkan aturan, Presiden dapat membatalkan peraturan daerah tersebut.
"Lah ini kan negara kesatuan, Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Ini adalah subordinat dari sistem nasional, tidak boleh ada yang memenggal peraturan perundang- undangan," katanya.
Ketua DPR Aceh, Hasbi Abdullah, mengatakan pengibaran bendera Aceh di instansi pemerintahan menunggu klarifikasi dari Mendagri. "Secara umum, Qanun bendera dan lambang ini sudah sah, tetapi pengibarannya masih menunggu hasil klarifikasi Mendagri," kata Hasbi Abdullah di Banda Aceh, Senin.
waduuh..bahaya neh...masa didiemin aja?? ckckckck
BalasHapusSudah dikasih Tsunami gak mikir nih orang2.. Apa iya orang Aceh, Gayo, Luwes dll terima.
BalasHapus