Sutiyoso |
Jakarta • Mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus Letjen TNI (Purn) Sutiyoso menilai, mutasi atau pencopotan jabatan terhadap seorang pimpinan di instansi TNI ataupun Polri merupakan hukuman yang luar biasa. Terlebih, jika pencopotan atau mutasi itu disebabkan adanya kasus yang gagal diantisipasi.
"Seorang jenderal dicopot itu adalah sebuah hukuman yang luar biasa," kata Sutiyoso seusai mengisi diskusi "Kecolongan Aksi Cebongan" di Jakarta, Sabtu (6/4/2013).
Ia menanggapi pencopotan Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Suroso. Ia akan dimutasi ke Mabes TNI AD. Kepastian mengenai pencopotan Hardiono disampaikan Kadispenad TNI AD Brigjen TNI Rukman Ahmad, Sabtu pagi. Keputusan ini dua hari setelah Tim Investigasi TNI AD mengumumkan hasil temuannya yang menyatakan bahwa 11 anggota Kopassus Grup 2 Menjangan terlibat dalam peristiwa penyerangan dan penembakan yang menyebabkan empat tahanan LP Cebongan tewas.
"Saya paham apa yang dia (Hardiono) rasakan sekarang," kata Sutiyoso.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun menyatakan keprihatinannya atas peristiwa tersebut.
Sementara itu, pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai, mutasi jabatan yang dialami oleh Kapolda DIY Brigadir Jenderal Sabar Rahardho dan Pangdam IV Diponegoro bukanlah dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa alasan.
"Buat saya tidak ada yang reaktif. Kalau perlu begitu ada kejadian langsung (dicopot)," kata Ikrar.
Menurut dia, jika ada seorang pimpinan institusi ketahanan dan keamanan negara yang gagal melaksanakan tugasnya dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga, sudah sepantasnya menerima konsekuensi pencopotan atau mutasi.
"Enggak perlu ditanya lagi mengapa dicopot, itu sudah konsekuensi logis. Jadi, misalnya ada anak buah Anda yang bersalah, Anda harus siap untuk dicopot," katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura, Syarifuddin Sudding, mengapresiasi langkah pimpinan TNI/Polri untuk mencopot bawahannya yang dianggap gagal memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Pangdam IV Diponegoro dicopot.
Seperti diberitakan, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso dicopot dari jabatannya. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Rukman Ahmad mengatakan, mutasi Hardiono merupakan bagian dari evaluasi dan pembinaan organisasi. Ia mengungkapkan, pengganti Hardiono sebagai Pangdam IV Diponegoro adalah Mayjen TNI Sunindyo yang saat ini menjabat Asisten Personalia Kepala Staf TNI AD.
"Ini merupakan kebijakan pimpinan, bagian dari evaluasi dan pembinaan organisasi," kata Rukman saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Sabtu (6/4/2013) pagi.
Menurut rencana, serah terima jabatan akan dilakukan pada Senin.
Pasca-penyerangan Lapas Cebongan, Hardiono sempat menyatakan bantahan atas dugaan keterlibatan anggotanya dalam peristiwa itu. Saat itu, ia memastikan bahwa pelaku bukan prajurit atau anggota TNI. Pelaku merupakan sekelompok orang yang tidak dikenal.
"Sebagai panglima, saya bertanggung jawab penuh dengan semua yang ada di wilayah Kodam IV Diponegoro. Tidak ada prajurit yang terlibat karena hasil jaminan dari komandan satuan mereka bisa mengendalikan semua,"kata Hardiono.
Kapolda Yogyakarta Dicopot
Kapolda DI Yogyakarta, Brigjen Sabar Rahardjo, harus rela meninggalkan posnya sebagai orang nomor satu di Mapolda Yogyakarta. Posisi jenderal bintang satu ini akan segera diserahterimakan kepada Brigjen Haka Astana.
"Ya. Ada rencana kita ganti. TR (telegram rahasia)-nya akan keluar," kata Wakapolri Komjen Nanan Soekarna kepada Beritasatu.com, di Mabes Polri, Jumat (5/4). Nanan mengatakan bahwa pergantian ini adalah hal biasa terkait penyegaran organisasi.
Namun begitu, sumber Beritasatu.com di kepolisian memastikan jika pencopotan Sabar terkait dengan penyerangan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Bedingin, Sumberadi, Mlati, Cebongan, Sleman, DIY, pada Sabtu (23/3) lalu.
"Alasan Sabar memindahkan empat tahanan yang akhirnya tewas di Cebongan itu tidak bisa dibenarkan. Kendati ada ancaman Mapolda Yogya akan diserang seperti kasus di Ogan Komering Ulu (OKU), harusnya tahanan itu tidak dipindahkan, tapi penjagaan diperkuat dengan tambah Brimob," beber sumber tersebut.
Sumber yang tak bersedia disebutkan namanya itu, juga mengaku kecewa karena Sabar tidak sensitif untuk melaporkan pemindahan ini kepada Kapolri atau Wakapolri.
"Kalau koordinasi ke Jakarta, kan Kapolri bisa minta bantuan KSAD agar ancaman (penyerangan Mapolda) tidak terjadi. Ini titik krusialnya, makanya dicopot," tambah sang narasumber.
"Seorang jenderal dicopot itu adalah sebuah hukuman yang luar biasa," kata Sutiyoso seusai mengisi diskusi "Kecolongan Aksi Cebongan" di Jakarta, Sabtu (6/4/2013).
Ia menanggapi pencopotan Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Suroso. Ia akan dimutasi ke Mabes TNI AD. Kepastian mengenai pencopotan Hardiono disampaikan Kadispenad TNI AD Brigjen TNI Rukman Ahmad, Sabtu pagi. Keputusan ini dua hari setelah Tim Investigasi TNI AD mengumumkan hasil temuannya yang menyatakan bahwa 11 anggota Kopassus Grup 2 Menjangan terlibat dalam peristiwa penyerangan dan penembakan yang menyebabkan empat tahanan LP Cebongan tewas.
"Saya paham apa yang dia (Hardiono) rasakan sekarang," kata Sutiyoso.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun menyatakan keprihatinannya atas peristiwa tersebut.
Sementara itu, pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai, mutasi jabatan yang dialami oleh Kapolda DIY Brigadir Jenderal Sabar Rahardho dan Pangdam IV Diponegoro bukanlah dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa alasan.
"Buat saya tidak ada yang reaktif. Kalau perlu begitu ada kejadian langsung (dicopot)," kata Ikrar.
Menurut dia, jika ada seorang pimpinan institusi ketahanan dan keamanan negara yang gagal melaksanakan tugasnya dalam memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga, sudah sepantasnya menerima konsekuensi pencopotan atau mutasi.
"Enggak perlu ditanya lagi mengapa dicopot, itu sudah konsekuensi logis. Jadi, misalnya ada anak buah Anda yang bersalah, Anda harus siap untuk dicopot," katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Hanura, Syarifuddin Sudding, mengapresiasi langkah pimpinan TNI/Polri untuk mencopot bawahannya yang dianggap gagal memberikan rasa aman bagi masyarakat.
Pangdam IV Diponegoro dicopot.
Seperti diberitakan, Pangdam IV Diponegoro Mayor Jenderal TNI Hardiono Saroso dicopot dari jabatannya. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Rukman Ahmad mengatakan, mutasi Hardiono merupakan bagian dari evaluasi dan pembinaan organisasi. Ia mengungkapkan, pengganti Hardiono sebagai Pangdam IV Diponegoro adalah Mayjen TNI Sunindyo yang saat ini menjabat Asisten Personalia Kepala Staf TNI AD.
"Ini merupakan kebijakan pimpinan, bagian dari evaluasi dan pembinaan organisasi," kata Rukman saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Sabtu (6/4/2013) pagi.
Menurut rencana, serah terima jabatan akan dilakukan pada Senin.
Pasca-penyerangan Lapas Cebongan, Hardiono sempat menyatakan bantahan atas dugaan keterlibatan anggotanya dalam peristiwa itu. Saat itu, ia memastikan bahwa pelaku bukan prajurit atau anggota TNI. Pelaku merupakan sekelompok orang yang tidak dikenal.
"Sebagai panglima, saya bertanggung jawab penuh dengan semua yang ada di wilayah Kodam IV Diponegoro. Tidak ada prajurit yang terlibat karena hasil jaminan dari komandan satuan mereka bisa mengendalikan semua,"kata Hardiono.
Kapolda Yogyakarta Dicopot
Kapolda DI Yogyakarta, Brigjen Sabar Rahardjo, harus rela meninggalkan posnya sebagai orang nomor satu di Mapolda Yogyakarta. Posisi jenderal bintang satu ini akan segera diserahterimakan kepada Brigjen Haka Astana.
"Ya. Ada rencana kita ganti. TR (telegram rahasia)-nya akan keluar," kata Wakapolri Komjen Nanan Soekarna kepada Beritasatu.com, di Mabes Polri, Jumat (5/4). Nanan mengatakan bahwa pergantian ini adalah hal biasa terkait penyegaran organisasi.
Namun begitu, sumber Beritasatu.com di kepolisian memastikan jika pencopotan Sabar terkait dengan penyerangan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II Bedingin, Sumberadi, Mlati, Cebongan, Sleman, DIY, pada Sabtu (23/3) lalu.
"Alasan Sabar memindahkan empat tahanan yang akhirnya tewas di Cebongan itu tidak bisa dibenarkan. Kendati ada ancaman Mapolda Yogya akan diserang seperti kasus di Ogan Komering Ulu (OKU), harusnya tahanan itu tidak dipindahkan, tapi penjagaan diperkuat dengan tambah Brimob," beber sumber tersebut.
Sumber yang tak bersedia disebutkan namanya itu, juga mengaku kecewa karena Sabar tidak sensitif untuk melaporkan pemindahan ini kepada Kapolri atau Wakapolri.
"Kalau koordinasi ke Jakarta, kan Kapolri bisa minta bantuan KSAD agar ancaman (penyerangan Mapolda) tidak terjadi. Ini titik krusialnya, makanya dicopot," tambah sang narasumber.
● Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.