SAYANGNYA,
kini Pancasila seakan mulai menjauh dari generasi muda. Ini akibat dari
kurikulum pendidikan yang memuat nilai-nilai Pancasila telah dihapus.
Walhasil: jangankan mengamalkan, bunyi lima sila dalam Pancasila saja
terkadang tidak hafal. Karenanya harus ada tokoh yang getol
memperjuangkan Pancasila. Salah satunya Ketua Mahkamah Konstitusi: Prof.
Dr. Moh. Mahfudz MD, SH.
Berikut petikan wawancara wartawan LIFESTYLE, Oki Imron Habibi dan Adi Kusnadi dengan Mahfudz MD di ruang kerjanya.
Berbicara masalah SARA berarti bicara soal ideologi. Ideologi negara kita, yakni Pancasila merupakan ideologi anti SARA, ideologi demokrasi, pluralisme dan ideologi anti diskriminasi serta ideologi kesetaraan. Ideologi kita Pancasila secara konseptual sudah final. Baik dalam penyelesaian melalui jalan legal maupun ilegal. Secara legal sudah dibahas BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), disahkan lewat Konstituante (sekarang DPR), diuji dalam sidang MPR tahun 1999 sampai 2002.
Dan semua tindakan legal maupun ilegal untuk mengubah Pancasila tidak berhasil. Terus terang pada tahun 1999 ada beberapa partai yang terang-terangan mau membuat ideologi yang agak diskriminatif. Yakni dengan menjadikan satu agama tertentu sebagai idiologi negara. Tapi seperti Anda ketahui hanya 14 persen penduduk Indonesia yang memilih partai tersebut. Sementara jalan ilegalnya yang berupa pemberontakan mulai dari PKI, DI/TII, Permesta, GAM, OPM. Tapi upaya menggulingkan Pancasila itu, baik legal maupun ilegal, dapat dipadamkan. Jadi secara konsep Pancasila sudah final.
Namun kita masih mempunyai problem pada tataran implementasi atau penerapan. Di sini saya melihat ada kegamangan pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah berbau intoleransi. Misalnya, pemerintah gamang menyikapi kasus Ahmadiyah, kasus Syiah-Sunni di Sampang (Madura), juga kasus Gereja Yasmin. Pemerintah juga tidak tegas mengatasi kasus sweeping oleh orang-orang swasta (organisasi masa tertentu). Karena itu saya selalu katakan bahwa masalah SARA itu merupakan masalah manajemen pemerintahan, khususnya masalah managemen hukum yang gamang.
Sebenarnya, masalah SARA untuk saat ini tidak ada yang serius. Hanya letupan-letupan kecil saja, namun tetap harus menjadi perhatian. Dari 240 juta penduduk Indonesia, yang melakukan tindakan diskriminatif itu kira-kira hanya kurang dari seratus ribu orang saja. Kalau manajemen penegakan hukum itu bagus, tentu tidak ada masalah. Karena rakyat Indonesia itu tidak punya sifat-sifat atau watak SARA yang menuju pada perpecahan.
Kalau saat orde baru pengamalannya telalu formal dan agak dipaksakan. Kalau sekarang terlalu longgar dan cenderung liar. Oleh karena itu ada kekhawatiran Pancasila kini sudah mulai terpinggirkan. Tapi jangan salahkan masyarakat. Sebab dulu kita muak terhadap cara memaksakan Pancasila berdasarkan formalitas. Namun kini justru lebih parah. Dengan alasan peninggalan orde baru, hal-hal yang terkait Pancasila mulai ditinggalkan. Kurikulum Pancasila dihapus. Pelajaran budi pekerti tidak ada. Akibatnya tidak sedikit anak-anak sekolah sampai mahasiswa ketika ditanya tentang Pancasila juga tidak hafal.
Karena itu saya menghimbau pengamalan Pancasila harus digalakkan lagi. Hal itu bisa dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, simposium-simposium atau penataran-penataran. Hanya saja materinya diperbaiki dulu. Jangan sampai seperti P4.
Korupsi menurut saya telah menyandera kita. Sehingga tidak ada target penyelesaian kasus korupsi dalam masa tertentu. Semuanya bersifat spontan. Artinya kalau ada kasus baru ramai-ramai diangkat tanpa dibarengi langkah lanjutan agar kasus serupa tidak muncul kembali. Prospek pencegahannya juga belum ada.
Oleh sebab itu saya kembali menyatakan kita ini tersandera oleh korupsi. Semua institusi nampaknya melakukan korupsi semua, termasuk institusi penegak hukumnya sendiri. Sehingga untuk menegakkan hukum dan membersihkan korupsi agak sulit. Bagaimana penegak hukum mau memberantas korupsi jika mereka sendiri tidak bersih.
Kita tidak bisa berbuat (memberantas korupsi) karena masih dipegang terus oleh masa lalu. Ada orang dan institusi yang masa lalunya tidak mau diselesaikan secara hukum. Karena kalau diselesaikan dia akan kena juga. Ini yang menghambat. Karena itu saya mengusulkan agar segera diputus hubungan dengan masa lalu korup yang menyandera kita.
Ada dua. Pertama, pemotongan generasi. Contohnya ada pejabat pernah melakukan korupsi. Karena itu dia tidak boleh menjabat lagi selama 10 tahun atau tidak boleh aktif di politik selama 5 tahun. Biarlah orang-orang bersih yang menjabat. Hal itu termuat dalam aturan hukum.
Kalau tidak berani melakukan pemutusan generasi, ya harus dilakukan pemutihan. Jadi orang yang korupsi itu dibiarin dan tidak usah diperkarakan secara hukum. Dengan kata lain diampuni saja. Syaratnya dia wajib mengembalikan uang negara sejumlah yang dia korupsi. Urusan korupsi dianggap selesai. Selanjutnya mari berjalan ke depan.
Kita dulu punya Undang-Undang KKN. Gambaran saya adalah UU itu akan bisa mengampuni tindak korupsi di masa lalu. Misalnya, mari kita ampuni per tanggal 1 Januari 2013. Maka barang siapa melakukan tindak korupsi pada 2 Januari 2013, kita hukum mati saja atau dihukum seberat-beratnya.
Hukuman mati secara konstitusional masih berlaku. Tetapi belum ada yang berani menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor. Yang dijatuhi hukuman mati baru pada kasus terorisme. Kasus narkoba juga sudah banyak (dihukum mati) meski banyak pula yang diberi grasi oleh Presiden. Kemudian kasus pembunuhan berencana. Sayangnya hukuman mati untuk kasus korupsi belum ada. Saya sendiri tidak paham dengan cara berpikirnya hakim dan KPK. Seharusnya ada shock terapi, di mana sekali-kali ada koruptor yang jahat sekali digantung. Karena dia telah menjahati banyak orang.
Benar. Taruhlah kasusnya Nazarudin. Jenis kasusnya kan banyak sekali. Tapi dia hanya dijerat masalah penyuapan: “Nazarudin menyuap anggota DPR”. Dia sebagai anggota DPR menyuap dirinya sendiri untuk memperlancar urusan perusahaannya. Hukumnya cuma 4 tahun. Itu kan hanya main-main saja. Lha sekarang, uang korupsi trilyunan dan ratusan milyar yang ditemukan KPK, mana?
Saya tidak tahu. Tanya saja ke KPK. Pokoknya saya kecewa karena KPK tidak jalan.
Perlu diluruskan bahwa saya tidak pernah menyatakan akan mundur. Saya hanya mengirim surat kepada DPR yang isinya akan berhenti pada saat akhir jabatan pada 1 April tahun 2013. Karena tugas saya sebagai Ketua MK berakhir pada 31 Maret 2013. Surat pemberitahuan itu saya kirim tanggal 1 Oktober kemarin. Kenapa saya berkirim surat? Karena menurut undang-undang, sebelum 6 bulan habis masa jabatan harus lapor ke DPR. Jadi saya tidak mundur.
Saya memang akan berhenti, tidak akan menuju terminal berikutnya. Banyak alasannya. Pertama saya sudah senang karena merasa MK sudah bagus dan saya juga bagus karena MK. Jangan sampai nanti tanpa disengaja merusak apa yang sudah bagus. Kedua, sebagai warga negara, saya kan mempunyai hak untuk menentukan pilihan politik.
Nama saya masuk dalam semua survey. Tapi yang tertinggi adalah survei LSI (Lingkaran Survei Indonesia). Itu kan harus disikapi. Kalau saya masih di MK, kan tidak bagus untuk menyikapinya. Tidak bagus bagi MK, tidak bagus pula bagi diri saya sendiri. Pilihan ikut nyalon Presiden atau Cawapres, atau tidak ikut nyalon sama sekali, atau hanya mendukung calon lainnya, itu akan saya tentukan sesudah saya berhenti sebagai Ketua MK.
Tugas para pemimpin Indonesia ke depan bukan saja memperbaiki Indonesia, tetapi menyelamatkan Indonesia. Kalau dulu-dulu memang memperbaiki sana-sini. Sekarang keselamatan bangsa terancam. Karena tidak ada kepastian dalam penegakan hukum. Kadang kala ada kepastian tapi tidak adil. Sering ada putusan-putusan yang kesannya tidak adil, sehingga menimbulkan reaksi negatif masyarakat. Itu yang berbahaya.
Sebenarnya biasa-biasa saja. Itu hanya pendapat orang. Bahkan ada yang mengatakan kerja saya bagus. Itu pun bukan hal yang luar biasa. Mengapa kerja saya dianggap bagus? Karena yang lain kerjanya tidak bagus.
Hal yang paling mengesankan bagi saya adalah ketika menyetel rekaman rekayasa kasus Anggodo. Kenapa itu paling berkesan? Karena pada waktu itu saya berhasil membuat perubahan-perubahan. Atau penyelesaian kasus hukum secara lebih terbuka. Penyelesaian kasus hukum secara tertutup semacam itu sangat berbahaya bagi masa depan bangsa.[Adi, Oki, Ton]
● Majalah Lifestyle
Berikut petikan wawancara wartawan LIFESTYLE, Oki Imron Habibi dan Adi Kusnadi dengan Mahfudz MD di ruang kerjanya.
Belakangan banyak muncul kerusuhan yang ditumpangi isu SARA. Apakah hal ini termasuk tanda-tanda lunturnya semangat Pancasila?
Berbicara masalah SARA berarti bicara soal ideologi. Ideologi negara kita, yakni Pancasila merupakan ideologi anti SARA, ideologi demokrasi, pluralisme dan ideologi anti diskriminasi serta ideologi kesetaraan. Ideologi kita Pancasila secara konseptual sudah final. Baik dalam penyelesaian melalui jalan legal maupun ilegal. Secara legal sudah dibahas BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), disahkan lewat Konstituante (sekarang DPR), diuji dalam sidang MPR tahun 1999 sampai 2002.
Dan semua tindakan legal maupun ilegal untuk mengubah Pancasila tidak berhasil. Terus terang pada tahun 1999 ada beberapa partai yang terang-terangan mau membuat ideologi yang agak diskriminatif. Yakni dengan menjadikan satu agama tertentu sebagai idiologi negara. Tapi seperti Anda ketahui hanya 14 persen penduduk Indonesia yang memilih partai tersebut. Sementara jalan ilegalnya yang berupa pemberontakan mulai dari PKI, DI/TII, Permesta, GAM, OPM. Tapi upaya menggulingkan Pancasila itu, baik legal maupun ilegal, dapat dipadamkan. Jadi secara konsep Pancasila sudah final.
Namun kita masih mempunyai problem pada tataran implementasi atau penerapan. Di sini saya melihat ada kegamangan pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah berbau intoleransi. Misalnya, pemerintah gamang menyikapi kasus Ahmadiyah, kasus Syiah-Sunni di Sampang (Madura), juga kasus Gereja Yasmin. Pemerintah juga tidak tegas mengatasi kasus sweeping oleh orang-orang swasta (organisasi masa tertentu). Karena itu saya selalu katakan bahwa masalah SARA itu merupakan masalah manajemen pemerintahan, khususnya masalah managemen hukum yang gamang.
Sebenarnya, masalah SARA untuk saat ini tidak ada yang serius. Hanya letupan-letupan kecil saja, namun tetap harus menjadi perhatian. Dari 240 juta penduduk Indonesia, yang melakukan tindakan diskriminatif itu kira-kira hanya kurang dari seratus ribu orang saja. Kalau manajemen penegakan hukum itu bagus, tentu tidak ada masalah. Karena rakyat Indonesia itu tidak punya sifat-sifat atau watak SARA yang menuju pada perpecahan.
Apa perbedaan pengamalan Pancasila di masa orde baru dan pasca reformasi?
Kalau saat orde baru pengamalannya telalu formal dan agak dipaksakan. Kalau sekarang terlalu longgar dan cenderung liar. Oleh karena itu ada kekhawatiran Pancasila kini sudah mulai terpinggirkan. Tapi jangan salahkan masyarakat. Sebab dulu kita muak terhadap cara memaksakan Pancasila berdasarkan formalitas. Namun kini justru lebih parah. Dengan alasan peninggalan orde baru, hal-hal yang terkait Pancasila mulai ditinggalkan. Kurikulum Pancasila dihapus. Pelajaran budi pekerti tidak ada. Akibatnya tidak sedikit anak-anak sekolah sampai mahasiswa ketika ditanya tentang Pancasila juga tidak hafal.
Karena itu saya menghimbau pengamalan Pancasila harus digalakkan lagi. Hal itu bisa dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, simposium-simposium atau penataran-penataran. Hanya saja materinya diperbaiki dulu. Jangan sampai seperti P4.
Bagaimana penegakan hukum kepada koruptor?
Korupsi menurut saya telah menyandera kita. Sehingga tidak ada target penyelesaian kasus korupsi dalam masa tertentu. Semuanya bersifat spontan. Artinya kalau ada kasus baru ramai-ramai diangkat tanpa dibarengi langkah lanjutan agar kasus serupa tidak muncul kembali. Prospek pencegahannya juga belum ada.
Oleh sebab itu saya kembali menyatakan kita ini tersandera oleh korupsi. Semua institusi nampaknya melakukan korupsi semua, termasuk institusi penegak hukumnya sendiri. Sehingga untuk menegakkan hukum dan membersihkan korupsi agak sulit. Bagaimana penegak hukum mau memberantas korupsi jika mereka sendiri tidak bersih.
Kita tidak bisa berbuat (memberantas korupsi) karena masih dipegang terus oleh masa lalu. Ada orang dan institusi yang masa lalunya tidak mau diselesaikan secara hukum. Karena kalau diselesaikan dia akan kena juga. Ini yang menghambat. Karena itu saya mengusulkan agar segera diputus hubungan dengan masa lalu korup yang menyandera kita.
Caranya
bagaimana?
Ada dua. Pertama, pemotongan generasi. Contohnya ada pejabat pernah melakukan korupsi. Karena itu dia tidak boleh menjabat lagi selama 10 tahun atau tidak boleh aktif di politik selama 5 tahun. Biarlah orang-orang bersih yang menjabat. Hal itu termuat dalam aturan hukum.
Kalau tidak berani melakukan pemutusan generasi, ya harus dilakukan pemutihan. Jadi orang yang korupsi itu dibiarin dan tidak usah diperkarakan secara hukum. Dengan kata lain diampuni saja. Syaratnya dia wajib mengembalikan uang negara sejumlah yang dia korupsi. Urusan korupsi dianggap selesai. Selanjutnya mari berjalan ke depan.
Kita dulu punya Undang-Undang KKN. Gambaran saya adalah UU itu akan bisa mengampuni tindak korupsi di masa lalu. Misalnya, mari kita ampuni per tanggal 1 Januari 2013. Maka barang siapa melakukan tindak korupsi pada 2 Januari 2013, kita hukum mati saja atau dihukum seberat-beratnya.
Perlukah koruptor dihukum mati?
Hukuman mati secara konstitusional masih berlaku. Tetapi belum ada yang berani menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor. Yang dijatuhi hukuman mati baru pada kasus terorisme. Kasus narkoba juga sudah banyak (dihukum mati) meski banyak pula yang diberi grasi oleh Presiden. Kemudian kasus pembunuhan berencana. Sayangnya hukuman mati untuk kasus korupsi belum ada. Saya sendiri tidak paham dengan cara berpikirnya hakim dan KPK. Seharusnya ada shock terapi, di mana sekali-kali ada koruptor yang jahat sekali digantung. Karena dia telah menjahati banyak orang.
Berarti ada kegamangan dalam memberantas korupsi?
Benar. Taruhlah kasusnya Nazarudin. Jenis kasusnya kan banyak sekali. Tapi dia hanya dijerat masalah penyuapan: “Nazarudin menyuap anggota DPR”. Dia sebagai anggota DPR menyuap dirinya sendiri untuk memperlancar urusan perusahaannya. Hukumnya cuma 4 tahun. Itu kan hanya main-main saja. Lha sekarang, uang korupsi trilyunan dan ratusan milyar yang ditemukan KPK, mana?
Mengapa?
Saya tidak tahu. Tanya saja ke KPK. Pokoknya saya kecewa karena KPK tidak jalan.
Belakangan santer terdengar kabar bahwa Bapak akan mundur dari Mahkamah Konstitusi?
Perlu diluruskan bahwa saya tidak pernah menyatakan akan mundur. Saya hanya mengirim surat kepada DPR yang isinya akan berhenti pada saat akhir jabatan pada 1 April tahun 2013. Karena tugas saya sebagai Ketua MK berakhir pada 31 Maret 2013. Surat pemberitahuan itu saya kirim tanggal 1 Oktober kemarin. Kenapa saya berkirim surat? Karena menurut undang-undang, sebelum 6 bulan habis masa jabatan harus lapor ke DPR. Jadi saya tidak mundur.
Bapak juga menolak jadi Ketua MK lagi?
Saya memang akan berhenti, tidak akan menuju terminal berikutnya. Banyak alasannya. Pertama saya sudah senang karena merasa MK sudah bagus dan saya juga bagus karena MK. Jangan sampai nanti tanpa disengaja merusak apa yang sudah bagus. Kedua, sebagai warga negara, saya kan mempunyai hak untuk menentukan pilihan politik.
Termasuk dicalonkan jadi Presiden?
Nama saya masuk dalam semua survey. Tapi yang tertinggi adalah survei LSI (Lingkaran Survei Indonesia). Itu kan harus disikapi. Kalau saya masih di MK, kan tidak bagus untuk menyikapinya. Tidak bagus bagi MK, tidak bagus pula bagi diri saya sendiri. Pilihan ikut nyalon Presiden atau Cawapres, atau tidak ikut nyalon sama sekali, atau hanya mendukung calon lainnya, itu akan saya tentukan sesudah saya berhenti sebagai Ketua MK.
Menurut Bapak, apa kriteria calon pemimpin bangsa ke depan?
Tugas para pemimpin Indonesia ke depan bukan saja memperbaiki Indonesia, tetapi menyelamatkan Indonesia. Kalau dulu-dulu memang memperbaiki sana-sini. Sekarang keselamatan bangsa terancam. Karena tidak ada kepastian dalam penegakan hukum. Kadang kala ada kepastian tapi tidak adil. Sering ada putusan-putusan yang kesannya tidak adil, sehingga menimbulkan reaksi negatif masyarakat. Itu yang berbahaya.
Mahfudz MD kerap melontarkan pendapat kontroversial. Mengapa?
Sebenarnya biasa-biasa saja. Itu hanya pendapat orang. Bahkan ada yang mengatakan kerja saya bagus. Itu pun bukan hal yang luar biasa. Mengapa kerja saya dianggap bagus? Karena yang lain kerjanya tidak bagus.
Hal apa yang paling mengesankan dalam tugas?
Hal yang paling mengesankan bagi saya adalah ketika menyetel rekaman rekayasa kasus Anggodo. Kenapa itu paling berkesan? Karena pada waktu itu saya berhasil membuat perubahan-perubahan. Atau penyelesaian kasus hukum secara lebih terbuka. Penyelesaian kasus hukum secara tertutup semacam itu sangat berbahaya bagi masa depan bangsa.[Adi, Oki, Ton]
● Majalah Lifestyle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.