Marty mengkritik kebijakan Australia menggiring perahu ke teritori RI. Jakarta ★ Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agat tak mudah terbuai dengan sikap ramah yang ditunjukkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott.
Sikap ramah yang dirujuk Hikmahanto yakni ketika Abbott pada Selasa kemarin, 6 Mei 2014, menelpon Presiden SBY selama sembilan menit untuk menyampaikan penyesalan karena tidak bisa hadir pada acara Open Government Partnership Asia Pacific Regional Conference di Bali.
“Saya sangat kecewa kita tidak bisa bicara secara pribadi di Bali sekarang,” kata Abbot ketika menelepon SBY.
Hikmahanto mengatakan, Presiden SBY harus menyikapi telepon Abbott secara hati-hati agar tidak merugikan kepentingan nasional RI. “Ini karena di waktu bersamaan terdapat insiden di mana Australia mendorong kapal pencari suaka ke bagian timur Indonesia. Angkatan Laut Australia bahkan menaikkan tiga orang lainnya (yang sebelumnya ditahan) ke dalam kapal itu,” kata Hikmahanto, Rabu 7 Mei 20914.
Modus itu, ujar Hikmahanto, sebelumnya belum pernah dilakukan oleh pemerintah Australia.
RI melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa telah berkali-kali mengkritik keras kebijakan Australia menggiring perahu ke teritori Indonesia.
“Oleh sebab itu RI tidak perlu terburu-buru atau merasa bersalah dengan belum normalnya hubungan dengan Australia. Abbott harus terlebih dahulu mencabut kebijakan unilateralnya untuk menghalau kapal pencari suaka yang merugikan RI,” kata Hikmahanto.
Pria yang pernah menjabat Dekan Fakultas Hukum UI itu berpendapat, SBY tidak harus merasa menanggung beban untuk memperbaiki hubungan RI-Australia sehubungan dengan akan segera berakhirnya masa jabatan dia pada bulan Oktober.
“Pemulihan hubungan akan sangat bergantung kepada kebijakan PM Tony Abbott atas masalah penyadapan dan pencari suaka,” ujar Hikmahanto.
Kendati media Australia ramai memberitakan absennya Abbott diduga karena akan mempermalukan Presiden SBY sebagai tuan rumah setelah terjadi insiden dorong perahu pencari suaka, SBY berpikir absennya pemimpin Partai Liberal itu karena sibuk mengurus masalah anggaran di parlemen.
“Saya sebenarnya berharap kita bisa duduk bersama dan bicara. Tetapi sekali lagi, saya sangat memahami karena Anda sedang ada urusan dengan parlemen dan sangat penting kembali ke rumah (Australia),” kata SBY.
Kedua pemimpin negara pun sepakat untuk segera menyelesaikan kode etik tata kelakuan (code of conduct) sebagai syarat pemulihan hubungan kedua negara pada bulan Agustus.(adi)Australia Kembali Dorong Perahu Imigran ke Perairan RI Angkatan Laut Australia pekan ini kembali mendorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Informasi itu diperoleh dari TNI Angkatan Laut Senin malam, 5 Mei 2014.
Dilansir dari harian Sydney Morning Herald (SMH), Selasa 6 Mei 2014, terdapat 18 pencari suaka yang terdiri dari 16 warga India dan dua warga Nepal. Mereka mulai berlayar dari Sulawesi Selatan pada 26 April 2014.
Lalu, pada 1 Mei 2014 perahu mereka dicegat oleh Kapal Operasi Perbatasan dan Kedaulatan di dekat Batu Karang Ashmore, sebuah wilayah Australia yang berada di bagian barat laut Darwin.
Kepada anggota TNI AL, para pencari suaka ini mengatakan bahwa perahu kayu mereka ditinggalkan di tengah lautan dan diarahkan ke teritori Indonesia. Perahu itu kemudian kehabisan bahan bakar sehingga terdampar di wilayah terpencil di bagian timur Indonesia. Di sanalah TNI AL kemudian menemukan mereka.
Sebelum perahu pencari suaka itu didorong ke perairan Indonesia, AL Australia sempat menambahkan tiga pencari suaka lainnya. Mereka terdiri dari dua orang warga Albania dan satu warga Indonesia.
Namun, juru bicara Menteri Imigrasi dan Perbatasan, Scott Morrison, bungkam saat dimintai komentar. Spekulasi awal menyebut, bahwa dua warga Albania tersebut kemungkinan mereka yang pernah dirawat secara medis di Pulau Christmas pada Februari.
Juru bicara Morrison mengatakan sebelumnya, bahwa dua orang itu telah dipindahkan ke pusat detensi migrasi di Pulau Nauru.
Menurut data SMH, ini menjadi kali ke-8 AL Australia mendorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Kali pertama perahu pencari suaka digiring kembali ke perairan RI pada 19 Desember 2013.
Pakai Sekoci
Sebelumnya pada awal Februari, sekitar 34 pengungsi asal Iran, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal juga dikembalikan ke perairan RI menggunakan sekoci penyelamat berwarna orange. Menurut keterangan para pencari suaka, dua di antara mereka sakit dan tidak ikut dimasukkan ke dalam sekoci itu.
Morrison membenarkan dua orang tersebut dibawa ke Pulau Christmas karena adanya keluhan di bagian jantung, sehingga membutuhkan perawatan medis darurat. Hingga saat ini, belum diketahui apakah sudah ada informasi bahwa keduanya sudah keluar dari RS.
Akibat isu ini, Perdana Menteri Tony Abbott terpaksa membatalkan kunjungannya ke forum internasional Open Partnership Government (OGP) yang berlangsung di Bali pada 6 dan 7 Mei 2014. Padahal, Abbott diundang secara langsung oleh Presiden SBY. (ren)
Sikap ramah yang dirujuk Hikmahanto yakni ketika Abbott pada Selasa kemarin, 6 Mei 2014, menelpon Presiden SBY selama sembilan menit untuk menyampaikan penyesalan karena tidak bisa hadir pada acara Open Government Partnership Asia Pacific Regional Conference di Bali.
“Saya sangat kecewa kita tidak bisa bicara secara pribadi di Bali sekarang,” kata Abbot ketika menelepon SBY.
Hikmahanto mengatakan, Presiden SBY harus menyikapi telepon Abbott secara hati-hati agar tidak merugikan kepentingan nasional RI. “Ini karena di waktu bersamaan terdapat insiden di mana Australia mendorong kapal pencari suaka ke bagian timur Indonesia. Angkatan Laut Australia bahkan menaikkan tiga orang lainnya (yang sebelumnya ditahan) ke dalam kapal itu,” kata Hikmahanto, Rabu 7 Mei 20914.
Modus itu, ujar Hikmahanto, sebelumnya belum pernah dilakukan oleh pemerintah Australia.
RI melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa telah berkali-kali mengkritik keras kebijakan Australia menggiring perahu ke teritori Indonesia.
“Oleh sebab itu RI tidak perlu terburu-buru atau merasa bersalah dengan belum normalnya hubungan dengan Australia. Abbott harus terlebih dahulu mencabut kebijakan unilateralnya untuk menghalau kapal pencari suaka yang merugikan RI,” kata Hikmahanto.
Pria yang pernah menjabat Dekan Fakultas Hukum UI itu berpendapat, SBY tidak harus merasa menanggung beban untuk memperbaiki hubungan RI-Australia sehubungan dengan akan segera berakhirnya masa jabatan dia pada bulan Oktober.
“Pemulihan hubungan akan sangat bergantung kepada kebijakan PM Tony Abbott atas masalah penyadapan dan pencari suaka,” ujar Hikmahanto.
Kendati media Australia ramai memberitakan absennya Abbott diduga karena akan mempermalukan Presiden SBY sebagai tuan rumah setelah terjadi insiden dorong perahu pencari suaka, SBY berpikir absennya pemimpin Partai Liberal itu karena sibuk mengurus masalah anggaran di parlemen.
“Saya sebenarnya berharap kita bisa duduk bersama dan bicara. Tetapi sekali lagi, saya sangat memahami karena Anda sedang ada urusan dengan parlemen dan sangat penting kembali ke rumah (Australia),” kata SBY.
Kedua pemimpin negara pun sepakat untuk segera menyelesaikan kode etik tata kelakuan (code of conduct) sebagai syarat pemulihan hubungan kedua negara pada bulan Agustus.(adi)Australia Kembali Dorong Perahu Imigran ke Perairan RI Angkatan Laut Australia pekan ini kembali mendorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Informasi itu diperoleh dari TNI Angkatan Laut Senin malam, 5 Mei 2014.
Dilansir dari harian Sydney Morning Herald (SMH), Selasa 6 Mei 2014, terdapat 18 pencari suaka yang terdiri dari 16 warga India dan dua warga Nepal. Mereka mulai berlayar dari Sulawesi Selatan pada 26 April 2014.
Lalu, pada 1 Mei 2014 perahu mereka dicegat oleh Kapal Operasi Perbatasan dan Kedaulatan di dekat Batu Karang Ashmore, sebuah wilayah Australia yang berada di bagian barat laut Darwin.
Kepada anggota TNI AL, para pencari suaka ini mengatakan bahwa perahu kayu mereka ditinggalkan di tengah lautan dan diarahkan ke teritori Indonesia. Perahu itu kemudian kehabisan bahan bakar sehingga terdampar di wilayah terpencil di bagian timur Indonesia. Di sanalah TNI AL kemudian menemukan mereka.
Sebelum perahu pencari suaka itu didorong ke perairan Indonesia, AL Australia sempat menambahkan tiga pencari suaka lainnya. Mereka terdiri dari dua orang warga Albania dan satu warga Indonesia.
Namun, juru bicara Menteri Imigrasi dan Perbatasan, Scott Morrison, bungkam saat dimintai komentar. Spekulasi awal menyebut, bahwa dua warga Albania tersebut kemungkinan mereka yang pernah dirawat secara medis di Pulau Christmas pada Februari.
Juru bicara Morrison mengatakan sebelumnya, bahwa dua orang itu telah dipindahkan ke pusat detensi migrasi di Pulau Nauru.
Menurut data SMH, ini menjadi kali ke-8 AL Australia mendorong perahu pencari suaka ke perairan RI. Kali pertama perahu pencari suaka digiring kembali ke perairan RI pada 19 Desember 2013.
Pakai Sekoci
Sebelumnya pada awal Februari, sekitar 34 pengungsi asal Iran, Pakistan, Bangladesh, dan Nepal juga dikembalikan ke perairan RI menggunakan sekoci penyelamat berwarna orange. Menurut keterangan para pencari suaka, dua di antara mereka sakit dan tidak ikut dimasukkan ke dalam sekoci itu.
Morrison membenarkan dua orang tersebut dibawa ke Pulau Christmas karena adanya keluhan di bagian jantung, sehingga membutuhkan perawatan medis darurat. Hingga saat ini, belum diketahui apakah sudah ada informasi bahwa keduanya sudah keluar dari RS.
Akibat isu ini, Perdana Menteri Tony Abbott terpaksa membatalkan kunjungannya ke forum internasional Open Partnership Government (OGP) yang berlangsung di Bali pada 6 dan 7 Mei 2014. Padahal, Abbott diundang secara langsung oleh Presiden SBY. (ren)
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.