Ujicoba pesawat tempur di kapal induk
Qingdao ★ Angin sejuk musim semi masih menyelimuti kota Qingdao ketika sejumlah kadet Akademi Angkatan Laut mengunjungi Akademi Kapal Selam Angkatan Laut Cina.
"Tempatnya besar, fasilitasnya lengkap," kata salah seorang kadet AAL Angkatan 61 Andaru. Kelengkapan belajar-mengajarnya sudah terintegrasi dengan baik, semua serba "computerize" dan alat peraganya pun lengkap seperti layaknya peralatan di kapal selam sesungguhnya.
Secara umum, pembangunan dan modernisasi militer Cina berkiblat ke Uni Soviet atau kini Rusia. Begitu pun dalam pembangunan armada kapal selamnya. Hanya dua tahun sejak didirikannya Angkatan Laut Cina pada tanggal 23 April 1949, Cina telah mengirimkan sebanyak 275 personelnya untuk belajar tentang kapal selam ke unit kapal selam Armada Pasifik Uni Soviet di Lushun.
Angkatan Laut Cina menetapkan kota Qingdao di Semenanjung Shandong, yang berada di bawah Armada Laut Utara Cina, sebagai pusat pendidikan, pelatihan, dan operasi armada kapal selamnya.
Angkatan Laut Cina secara umum memiliki tiga armada, yakni Armada Laut Timur, Armada Laut Selatan, dan Armada Laut Utara. Pada bulan Juni 1954 Cina mulai membangun kapal selam pertamanya "Dadui" dan membeli empat kapal selam eks Uni Sovyet.
Meski sempat tutup selama revolusi budaya melanda Cina, akhirnya pada bulan Juni 1983 sekolah kapal selam itu ditingkatkan statusnya menjadi Akademi Kapal Selam Cina dan telah melahirkan sekitar 100.000 perwira dan komandan kapal selam.
Kini, setelah 65 tahun kelahirannya, Angkatan Laut Cina telah diperkuat 26 kapal destroyer, 49 Frigate, 27 LST besar, 31 LST sedang, lebih dari 200 patroli/ kapal serbu cepat, delapan kapal selam nuklir (SSBN), lima hingga tujuh kapal selam kelas SSN, 56 kapal selam kelas SSK (Kilo), 400--500 pesawat berbagai jenis dengan awak udara sekitar 10.000 personel.
Tidak hanya itu, meski wilayah perairannya hanya tiga persen dari luas wilayah seluruhnya, sejak 19 bulan silam AL Cina memperkuat diri dengan kapal induk "Liaoning" yang merupakan hasil modifikasi kapal induk "Varyag" eks Ukraina.
Sebulan silam kapal perusak berpeluru kendali "Kunming" juga telah memperkuat AL Cina guna mendukung pertahanan udara dan laut. Saat ini pula tercatat 16 kapal perang Angkatan Laut Cina yang terlibat dalam misi selain perang di beberapa wilayah di dunia.
Seperti halnya di Indonesia yang memiliki Museum TNI Angkatan Laut "Loka Jala Crana", jejak kelahiran hingga tampil makin modern Angkatan Laut Cina terekam rapi dan lengkap di Museum Angkatan Laut Cina di Qindao.
Mulai dari beragam persenjataan yang dimiliki pada setiap periode masa, seragam, dan tanda mata dari pimpinan Angkatan Laut 60 negara yang pernah datang ke Cina, tersimpan rapi di dalam museum.
Tidak hanya itu, museum Angkatan Laut Cina juga memiliki area perairan seluas 4 hektare yang memajang kapal-kapal perusak, frigate, dan kapal selam yang telah pensiun atau tidak dioperasikan lagi.
TNI AL Pasti Bisa!
Sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan, mau tidak mau Indonesia harus memperkuat pertahanan lautnya. TNI Angkatan Laut berkelas dunia hendaknya jangan sekadar slogan tanpa makna.
Tidak mudah memang mewujudkan TNI Angkatan Laut berkelas dunia, yang tidak saja kuat, dan proposional sesuai dengan luas wilayah yang harus dijaga, tetapi juga modern hingga mampu menjaga kepentingan nasional di mana pun sesuai dengan yurisdiksinya.
Dilema antara belanja senjata atau pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat memang tidak kunjung usai diperdebatkan. Namun, dengan komitmen kuat, kerja keras, dan empati semua pihak sebagai satu bangsa tidak ada yang tidak mungkin.
Sejarah membuktikan di tengah perang dingin, Angkatan Laut Republik Indonesia mampu tampil sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara, bahkan disegani seantero dunia kala itu.
Kala itu pada tahun 1959 Indonesia secara bertahap memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, satu penjelajah ringan kelas Sverdlov, delapan fregat kelas Riga, delapan perusak kelas Skory, 16 kapal penyerang cepat berpeluru kendali kelas Komar, 14 kapal cepat torpedo kelas P-6, 16 kapal buru selam kelas Kronstadt, enam kapal penyapu ranjau dan lainnya.
Kini, di tengah percaturan politik regional dan global yang relatif kondusif, perekonomian yang relatif stabil, hubungan baik dan posisi strategis yang dimiliki Indonesia dengan banyak negara, hendaknya bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem pertahanan yang lebih kuat, modern, profesional dan proposional menjaga kedaulatan, keutuhan serta kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagaimanapun TNI Angkatan Laut yang kuat, modern dan proposional menjaga kedaulatan RI di Laut, berarti pula menjaga segala sumber daya alam di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Angkatan Laut Cina besar, tidak saja guna menjaga kedaulatan wilayahnya, tetapi juga untuk menjaga kepentingan ekonominya. Jika Cina bisa, Indonesia pun bisa, TNI Angkatan Laut pun pasti bisa!
Qingdao ★ Angin sejuk musim semi masih menyelimuti kota Qingdao ketika sejumlah kadet Akademi Angkatan Laut mengunjungi Akademi Kapal Selam Angkatan Laut Cina.
"Tempatnya besar, fasilitasnya lengkap," kata salah seorang kadet AAL Angkatan 61 Andaru. Kelengkapan belajar-mengajarnya sudah terintegrasi dengan baik, semua serba "computerize" dan alat peraganya pun lengkap seperti layaknya peralatan di kapal selam sesungguhnya.
Secara umum, pembangunan dan modernisasi militer Cina berkiblat ke Uni Soviet atau kini Rusia. Begitu pun dalam pembangunan armada kapal selamnya. Hanya dua tahun sejak didirikannya Angkatan Laut Cina pada tanggal 23 April 1949, Cina telah mengirimkan sebanyak 275 personelnya untuk belajar tentang kapal selam ke unit kapal selam Armada Pasifik Uni Soviet di Lushun.
Angkatan Laut Cina menetapkan kota Qingdao di Semenanjung Shandong, yang berada di bawah Armada Laut Utara Cina, sebagai pusat pendidikan, pelatihan, dan operasi armada kapal selamnya.
Angkatan Laut Cina secara umum memiliki tiga armada, yakni Armada Laut Timur, Armada Laut Selatan, dan Armada Laut Utara. Pada bulan Juni 1954 Cina mulai membangun kapal selam pertamanya "Dadui" dan membeli empat kapal selam eks Uni Sovyet.
Meski sempat tutup selama revolusi budaya melanda Cina, akhirnya pada bulan Juni 1983 sekolah kapal selam itu ditingkatkan statusnya menjadi Akademi Kapal Selam Cina dan telah melahirkan sekitar 100.000 perwira dan komandan kapal selam.
Kini, setelah 65 tahun kelahirannya, Angkatan Laut Cina telah diperkuat 26 kapal destroyer, 49 Frigate, 27 LST besar, 31 LST sedang, lebih dari 200 patroli/ kapal serbu cepat, delapan kapal selam nuklir (SSBN), lima hingga tujuh kapal selam kelas SSN, 56 kapal selam kelas SSK (Kilo), 400--500 pesawat berbagai jenis dengan awak udara sekitar 10.000 personel.
Tidak hanya itu, meski wilayah perairannya hanya tiga persen dari luas wilayah seluruhnya, sejak 19 bulan silam AL Cina memperkuat diri dengan kapal induk "Liaoning" yang merupakan hasil modifikasi kapal induk "Varyag" eks Ukraina.
Sebulan silam kapal perusak berpeluru kendali "Kunming" juga telah memperkuat AL Cina guna mendukung pertahanan udara dan laut. Saat ini pula tercatat 16 kapal perang Angkatan Laut Cina yang terlibat dalam misi selain perang di beberapa wilayah di dunia.
Seperti halnya di Indonesia yang memiliki Museum TNI Angkatan Laut "Loka Jala Crana", jejak kelahiran hingga tampil makin modern Angkatan Laut Cina terekam rapi dan lengkap di Museum Angkatan Laut Cina di Qindao.
Mulai dari beragam persenjataan yang dimiliki pada setiap periode masa, seragam, dan tanda mata dari pimpinan Angkatan Laut 60 negara yang pernah datang ke Cina, tersimpan rapi di dalam museum.
Tidak hanya itu, museum Angkatan Laut Cina juga memiliki area perairan seluas 4 hektare yang memajang kapal-kapal perusak, frigate, dan kapal selam yang telah pensiun atau tidak dioperasikan lagi.
TNI AL Pasti Bisa!
Sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan, mau tidak mau Indonesia harus memperkuat pertahanan lautnya. TNI Angkatan Laut berkelas dunia hendaknya jangan sekadar slogan tanpa makna.
Tidak mudah memang mewujudkan TNI Angkatan Laut berkelas dunia, yang tidak saja kuat, dan proposional sesuai dengan luas wilayah yang harus dijaga, tetapi juga modern hingga mampu menjaga kepentingan nasional di mana pun sesuai dengan yurisdiksinya.
Dilema antara belanja senjata atau pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan rakyat memang tidak kunjung usai diperdebatkan. Namun, dengan komitmen kuat, kerja keras, dan empati semua pihak sebagai satu bangsa tidak ada yang tidak mungkin.
Sejarah membuktikan di tengah perang dingin, Angkatan Laut Republik Indonesia mampu tampil sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara, bahkan disegani seantero dunia kala itu.
Kala itu pada tahun 1959 Indonesia secara bertahap memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, satu penjelajah ringan kelas Sverdlov, delapan fregat kelas Riga, delapan perusak kelas Skory, 16 kapal penyerang cepat berpeluru kendali kelas Komar, 14 kapal cepat torpedo kelas P-6, 16 kapal buru selam kelas Kronstadt, enam kapal penyapu ranjau dan lainnya.
Kini, di tengah percaturan politik regional dan global yang relatif kondusif, perekonomian yang relatif stabil, hubungan baik dan posisi strategis yang dimiliki Indonesia dengan banyak negara, hendaknya bisa dimanfaatkan untuk membangun sistem pertahanan yang lebih kuat, modern, profesional dan proposional menjaga kedaulatan, keutuhan serta kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagaimanapun TNI Angkatan Laut yang kuat, modern dan proposional menjaga kedaulatan RI di Laut, berarti pula menjaga segala sumber daya alam di dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Angkatan Laut Cina besar, tidak saja guna menjaga kedaulatan wilayahnya, tetapi juga untuk menjaga kepentingan ekonominya. Jika Cina bisa, Indonesia pun bisa, TNI Angkatan Laut pun pasti bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.