KRI Multatuli-561 yang konon adalah kapal tertua ke dua TNI AL setelah KRI Dewaruci, asalnya adalah kapal tipe submarine tender. (GalaMedia) ☆
Di antara sejumlah kapal perang milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut mungkin banyak yang bisa dibilang memiliki keunikan tersendiri dan mempunyai nilai sejarah dalam bangsa ini.
Ada beberapa kapal yang cukup fenomenal dan menjadi cerita masa lalu bagi sejumlah prajurit-prajurit TNI AL saat mengarunggi laut yang luas, seperti KRI Ratulangi dan KRI Irian yang perkasa di zamannya.
Namun ada salah satu kapal perang yang menjadi sejarah bangsa ini saat masih dalam suasan perang. Kapal perang tersebut adalah KRI Multatuli dengan nomor lambung 561.
Kunikan dari kapal perang ini adalah kode dengan awalan lima yang hingga saat ini masih digunakan oleh TNI AL untuk menandai bahwa kapal tersebut adalah jenis kapal "landing ship tank" (LST) serta "landing platfrom dock" (LPD) dengan penamaaan nama-nama kota besar yang punya ciri khas maritim di Nusantara. Lalu KRI Multatuli dengan nomer lambung 561 tidak berada di antara kedua jenis kapal tersebut.
KRI Multatuli adalah sebuah kapal perang yang dibuat oleh galangan Ishikawajima Harima, Tokyo, Jepang pada tahun 1961. Yang menjadi satu-satunya kapal perang yang dibeli dari negara Sakura tersebut.
Walaupun sudah berusia sekitar 50 tahunan dan bisa dibilang kapal tertua ke dua setelah dewaruci namun masih tetap perkasa berpatroli di kawasan perairan Indonesia Timur sebab berada dalam wilayah komando Kooarmatim, yang meliputi wilayah Banten sampai dengan Merauke, Papua.
Saat berlabuh di dermaga Pangkalan Utama Angkatan Laut VII Kupang, kapal tersebut terlihat gagah perkasa walaupun sudah berumur sangat tua. Dari galangan-galangannya terlihat baru diubah dan diperbaiki seperti dilakukan penambahan hangar bagi mendaratnya helikopter.
Bila diperhatikan, pemasangan hangar itu juga menambah kelengkapan pada perangkat elektronika yang ditempatkan pada sisi atas hangar.
Komandan KRI Multatuli Kolonel Laut (P) Agus Prabowo mengatakan, walaupun sudah tua kapal perang itu tetap menjadi kebanggaan bagi TNI AL khususnya bagi dirinya yang menjadi Komandan dari kapal tersebut.
"Wilayah patroli kita adalah di wilayah Indonesia Timur. Sebelum ke Kupang kita sudah berpatroli di wilayah perairan Merauke untuk memeriksa wilayah perbatasan," katanya.
Bagi Agus, sebuah kehormatan tersendiri memimpin kapal yang memiliki nilai sejarah tersebut. Sebab hingga saat ini kapal dengan nomor lambung lima sudah tidak ada lagi di kapal-kapal perang yang modern.
Setelah dibuat pada 1961 kapal perang tersebut hanya berfungsi sebagai bersandarnya kapal-kapal selam Indonesia untuk melakukan pengisian arus dan sebagai perbaikan kapal selam. Tidak banyak yang dilakukan oleh KRI Multatuli pada zamannya selain menjadi kapal penyinggah bagi kapal selam.
"Dari rancangan awal diketahui KRI Multatuli adalah jenis kapal tender kapal selam, lalu kemudian dikonversi menjadi kapal markas (kapal komando)," tuturnya.
Dalam setiap gelar operasi laut yang melibatkan komponen kapal perang, KRI Multatuli mengemban tugas sebagai kapal markas. Perannya adalah melakukan koordinasi, pengendalian, dan perbekalan pada kapal-kapal tempur di gugus tempur.
Desain awalnya sebagai kapal tender plus bekal mampu membawa helikopter menjadikan kapal ini ideal sebagai kapal markas.
Komandan KRI Multatuli itu menambahkan saat ini kapal perang tersebut mempunyai berat dengan muatan penuh 6.741 ton, serta muatan kosong 3.220 ton. Dimensi kapal ini 111,35 x 16 x 6,98 meter, dan ditenagai satu mesin diesel barmeister dan wain 1 shaft dengan 5500 bhp.
"Kalau untuk kecepatan maksimumnya 18,5 knot atau setara 34 km per jam," ujarnya.
Dengan sembonyannya "Tangguh Pantang Menyerah", kapal ini tetap terlihat tangguh dan masih tetap dipercaya mengemban tugas untuk beragam operasi TNI AL.
Dari data yang diperoleh dari website TNI AL diketahui kiprah terbaru KRI Multatuli 561 adalah dalam mendukung operasi Taring Hiu-12 dan Alur-12 yang digelar Gugus Keamanan Laut Armada Timur (Guskamlatim) pada bulan Oktober 2012 lalu.
Namun menurut pengakuan dari Agus Prabowo, selama kepemimpinannya kapal tersebut baru pertama kali berhasil mengamankan kapal porsain di wilayah perairan NTT yang diketahui melakukan penangkapan ikan secara ilegal dan merusak lingkungan hidup serta ekosistem ikan, pada Selasa (19/4) lalu.
Kepala Dinas Penerangan Lantamal VII Kupang Kapten Marinir Johan Hariyanto mengatakan, kapal tersebut berhasil menangkap salah satu kapal pembawa cantrang di sekitar perairan Kolbano, Timur Tengah Selatan saat tengah beroperasi di wilayah itu.
"Ini merupakan pertama kalinya KRI Multatuli melakukan penangkapan di masa kepemimpinan Kolonel Pelaut Agus Prabowo," tuturnya.
Kapal Perang Bersejarah Saat tengah berlabuh di Dermaga Lantamal VII kurang lebih 54 mahasiswa dari Politeknik Negeri Kupang melakukan kunjungan dan melihat secara langsung kapal bersejarah tersebut.
"Tujuan kami mengajak mahasiswa melihat secara langsung kapal perang milik bangsa kita. Kebetulan mahasiswa kami juga belum pernah melihat dan mengujungi kapal perang ini," kata Ketua rombongan mahasiswa Politeknik Negeri Kupang, Maria Bernadetha, di geladak KRI Multatuli-561.
Dia menjelaskan kunjungan ke kapal perang tersebut juga untuk menumbuhkan semangat cinta mahasiswa terhadap bahari, dan khususnya kepada para prajurit TNI AL yang telah berlayar menjaga perairan Indonesia, terutama di wilayah timur Indonesia.
Apalagi, katanya, dalam kunjungan tersebut sejumlah mahasiswa mendapatkan pengalaman yang berharga dan mendapatkan pengetahuan tambahan soal alat utama sistem persenjataan di KRI Multatuli-561 yang konon adalah kapal tertua ke dua TNI AL setelah KRI Dewaruci.
Ansel seorang mahasiswa dari Politeknik, merasa bangga karena bisa melihat secara langsung kapal perang milik TNI AL yang hingga saat ini masih tetap perkasa di antara kapal perang lainnya.
Menurutnya kapal tersebut adalah kapal bersejarah yang masih tetap perlu dijaga dirawat karena memilki nilai sejarah bagi bangsa ini.
Di antara sejumlah kapal perang milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut mungkin banyak yang bisa dibilang memiliki keunikan tersendiri dan mempunyai nilai sejarah dalam bangsa ini.
Ada beberapa kapal yang cukup fenomenal dan menjadi cerita masa lalu bagi sejumlah prajurit-prajurit TNI AL saat mengarunggi laut yang luas, seperti KRI Ratulangi dan KRI Irian yang perkasa di zamannya.
Namun ada salah satu kapal perang yang menjadi sejarah bangsa ini saat masih dalam suasan perang. Kapal perang tersebut adalah KRI Multatuli dengan nomor lambung 561.
Kunikan dari kapal perang ini adalah kode dengan awalan lima yang hingga saat ini masih digunakan oleh TNI AL untuk menandai bahwa kapal tersebut adalah jenis kapal "landing ship tank" (LST) serta "landing platfrom dock" (LPD) dengan penamaaan nama-nama kota besar yang punya ciri khas maritim di Nusantara. Lalu KRI Multatuli dengan nomer lambung 561 tidak berada di antara kedua jenis kapal tersebut.
KRI Multatuli adalah sebuah kapal perang yang dibuat oleh galangan Ishikawajima Harima, Tokyo, Jepang pada tahun 1961. Yang menjadi satu-satunya kapal perang yang dibeli dari negara Sakura tersebut.
Walaupun sudah berusia sekitar 50 tahunan dan bisa dibilang kapal tertua ke dua setelah dewaruci namun masih tetap perkasa berpatroli di kawasan perairan Indonesia Timur sebab berada dalam wilayah komando Kooarmatim, yang meliputi wilayah Banten sampai dengan Merauke, Papua.
Saat berlabuh di dermaga Pangkalan Utama Angkatan Laut VII Kupang, kapal tersebut terlihat gagah perkasa walaupun sudah berumur sangat tua. Dari galangan-galangannya terlihat baru diubah dan diperbaiki seperti dilakukan penambahan hangar bagi mendaratnya helikopter.
Bila diperhatikan, pemasangan hangar itu juga menambah kelengkapan pada perangkat elektronika yang ditempatkan pada sisi atas hangar.
Komandan KRI Multatuli Kolonel Laut (P) Agus Prabowo mengatakan, walaupun sudah tua kapal perang itu tetap menjadi kebanggaan bagi TNI AL khususnya bagi dirinya yang menjadi Komandan dari kapal tersebut.
"Wilayah patroli kita adalah di wilayah Indonesia Timur. Sebelum ke Kupang kita sudah berpatroli di wilayah perairan Merauke untuk memeriksa wilayah perbatasan," katanya.
Bagi Agus, sebuah kehormatan tersendiri memimpin kapal yang memiliki nilai sejarah tersebut. Sebab hingga saat ini kapal dengan nomor lambung lima sudah tidak ada lagi di kapal-kapal perang yang modern.
Setelah dibuat pada 1961 kapal perang tersebut hanya berfungsi sebagai bersandarnya kapal-kapal selam Indonesia untuk melakukan pengisian arus dan sebagai perbaikan kapal selam. Tidak banyak yang dilakukan oleh KRI Multatuli pada zamannya selain menjadi kapal penyinggah bagi kapal selam.
"Dari rancangan awal diketahui KRI Multatuli adalah jenis kapal tender kapal selam, lalu kemudian dikonversi menjadi kapal markas (kapal komando)," tuturnya.
Dalam setiap gelar operasi laut yang melibatkan komponen kapal perang, KRI Multatuli mengemban tugas sebagai kapal markas. Perannya adalah melakukan koordinasi, pengendalian, dan perbekalan pada kapal-kapal tempur di gugus tempur.
Desain awalnya sebagai kapal tender plus bekal mampu membawa helikopter menjadikan kapal ini ideal sebagai kapal markas.
Komandan KRI Multatuli itu menambahkan saat ini kapal perang tersebut mempunyai berat dengan muatan penuh 6.741 ton, serta muatan kosong 3.220 ton. Dimensi kapal ini 111,35 x 16 x 6,98 meter, dan ditenagai satu mesin diesel barmeister dan wain 1 shaft dengan 5500 bhp.
"Kalau untuk kecepatan maksimumnya 18,5 knot atau setara 34 km per jam," ujarnya.
Dengan sembonyannya "Tangguh Pantang Menyerah", kapal ini tetap terlihat tangguh dan masih tetap dipercaya mengemban tugas untuk beragam operasi TNI AL.
Dari data yang diperoleh dari website TNI AL diketahui kiprah terbaru KRI Multatuli 561 adalah dalam mendukung operasi Taring Hiu-12 dan Alur-12 yang digelar Gugus Keamanan Laut Armada Timur (Guskamlatim) pada bulan Oktober 2012 lalu.
Namun menurut pengakuan dari Agus Prabowo, selama kepemimpinannya kapal tersebut baru pertama kali berhasil mengamankan kapal porsain di wilayah perairan NTT yang diketahui melakukan penangkapan ikan secara ilegal dan merusak lingkungan hidup serta ekosistem ikan, pada Selasa (19/4) lalu.
Kepala Dinas Penerangan Lantamal VII Kupang Kapten Marinir Johan Hariyanto mengatakan, kapal tersebut berhasil menangkap salah satu kapal pembawa cantrang di sekitar perairan Kolbano, Timur Tengah Selatan saat tengah beroperasi di wilayah itu.
"Ini merupakan pertama kalinya KRI Multatuli melakukan penangkapan di masa kepemimpinan Kolonel Pelaut Agus Prabowo," tuturnya.
Kapal Perang Bersejarah Saat tengah berlabuh di Dermaga Lantamal VII kurang lebih 54 mahasiswa dari Politeknik Negeri Kupang melakukan kunjungan dan melihat secara langsung kapal bersejarah tersebut.
"Tujuan kami mengajak mahasiswa melihat secara langsung kapal perang milik bangsa kita. Kebetulan mahasiswa kami juga belum pernah melihat dan mengujungi kapal perang ini," kata Ketua rombongan mahasiswa Politeknik Negeri Kupang, Maria Bernadetha, di geladak KRI Multatuli-561.
Dia menjelaskan kunjungan ke kapal perang tersebut juga untuk menumbuhkan semangat cinta mahasiswa terhadap bahari, dan khususnya kepada para prajurit TNI AL yang telah berlayar menjaga perairan Indonesia, terutama di wilayah timur Indonesia.
Apalagi, katanya, dalam kunjungan tersebut sejumlah mahasiswa mendapatkan pengalaman yang berharga dan mendapatkan pengetahuan tambahan soal alat utama sistem persenjataan di KRI Multatuli-561 yang konon adalah kapal tertua ke dua TNI AL setelah KRI Dewaruci.
Ansel seorang mahasiswa dari Politeknik, merasa bangga karena bisa melihat secara langsung kapal perang milik TNI AL yang hingga saat ini masih tetap perkasa di antara kapal perang lainnya.
Menurutnya kapal tersebut adalah kapal bersejarah yang masih tetap perlu dijaga dirawat karena memilki nilai sejarah bagi bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.