Helikopter Mi17H TNI AD ☆
Dengan supremasi hingga 22 persen dari pasar helikopter sipil dan militer dunia, Russian Helikopter menyatakan bahwa mereka terbuka dengan skema pembelian diimbuhi kewajiban transfer teknologi.
Hal itu dikatakan CEO Russian Helicopter, Andrey Boginsky, menjawab pertanyaan ANTARA News, di sela pameran kekuatan darat Rusia, ARMY 2018, di Patriot Park, sekitar 60 kilometer arah tenggara Moskwa, Rabu waktu Moskwa.
Boginsky, yang memimpin satu divisi pesawat terbang sayap tetap Rostec (induk semua BUMN Rusia di bidang riset-pengembangan dan produksi sistem persenjataan), menerima ANTARA News dalam satu wawancara khusus.
Divisi yang dia pimpin memproduksi beberapa helikopter untuk kepentingan sipil dan militer, yaitu Mil (Mi) dan Kamov (Ka). Data perusahaan mengklaim mereka menguasai 22 persen pasar helikopter militer dunia, dan 32 persen helikopter serang militer dunia, dengan negara dan organisasi internasional pengguna hingga 100 negara.
Sampai rezim Uni Soviet berdiri, “pasar tradisional” mereka adalah belasan negara satelit Uni Soviet dan beberapa negara sahabat mereka. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan ekonomi domestik, pasar internasional semakin menjadi perhatian penting mereka, selain konsumen utama dalam negerinya, yaitu Kementerian Pertahanan Republik Federasi Rusia.
BUMN Rusia di bidang produksi helikopter ini memiliki banyak pusat produksi, yaitu Mil Moscow Helicopter Plant, Kamov Design Bureau, Ulan-Ude Aviation Plant (Siberia), Kazan Helicopter Plant (Tatarstan), Rostvertol, dan Kumertau Aviation Production Enterprise.
Juga NI Sazykin Arsenev Aviation Production, Enterprise “Progress”, Aviation Gearboxes and Transmissions—Perm Motors, Stupino Machine Production Plant, Helicopter Service Company, Novosibirsk Aviation Repair Plant, JSC NARZ, dan Procurement and Logistics Center for the Helicopter Industry.
“Terkait fokus kami pada Asia Tenggara, kami menilai itu adalah suatu kawasan yang sedang berkembang baik. Dengan begitu kawasan yang meningkat secara ekonomi itu tentu memerlukan teknologi baru untuk transportasi udara,” kata dia.
“Kami memiliki lini produksi yang lengkap untuk keperluan sipil dan militer untuk menjawab keperluan di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia secara khusus,” katanya.
Indonesia membeli 16 unit helikopter multi fungsi Mil Mi-17H (versi ekspor dari Mil Mi-8 Hind), dan delapan unit helikopter serang Mil Mi-35P dari pabrikan helikopter Mil di Kazan, Rusia. Armada udara baru TNI AD itu dipertunjukkan pertama kali kepada publik pada Desember 2004, bersamaan dengan peresmian 10 Batalion Infantri/Raiders, di kawasan Kemayoran, Jakarta.
Saat itu, masih dimungkinkan untuk mengadakan dan membeli perlengkapan dan sistem persenjataan langsung kepada pabrik dan tanpa skema kewajiban transfer teknologi dan lain sebagainya.
Seiring perkembangan jaman, pemerintah memberlakukan UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan, yang memberi kewajiban kepada negara atas pemakaian anggaran di sektor persenjataan dan pertahanan. Yang paling mendasar adalah pada pasa 43 UU Nomor 16/2012 itu, di antaranya tentang transfer teknologi.
“Untuk menjawab keperluan memindahkan teknologi-teknologi tertentu ke negara pengguna, dalam hal ini adalah transfer teknologi, kami telah melakukan itu dengan mitra-mitra Asia kami. Mereka adalah India dan China, terkhusus karena mereka memesan produk kami dalam jumlah berarti,” kata dia.
Dia tidak membahas secara teknis bidang-bidang yang bisa dan sedang dilaksanakan dalam pengertian transfer teknologi dengan negara-negara mitra mereka. Dengan begitu, kata Boginsky, ada pertimbangan pertumbuhan ekonomi yang perlu dijadikan dasar keputusan tentang hal ini bagi kedua negara. Untuk memenuhi keperluan negara pengguna tentang ini maka kami selalu terbuka untuk memindahkan atau memberi transfer teknologi, termasuk hingga apa saja teknologi yang diminta untuk ditransfer itu.
“Pada ARMY 2018 kali ini, kami mengusung produk-produk baru, yaitu Mil Mi-28, Mil Mi-35, Mil Mi-26T2 yang dipesan Kementerian Pertahanan Rusia, yang diimbuhi beberapa teknologi terkini, di antara teknologi elektronika-avionika, sistem pertahanan diri, sistem komunikasi, dan lain-lain,” kata dia.
Mil Mi-26 ini diketahui memecahkan beberapa rekor dunia selain menjadi helikopter terbesar di dunia, di antaranya kemampuan mengangkat beban hingga 20 ton di luar bobot dirinya sendiri berkat desain khusus tautan kargonya.
“Untuk Mil Mi-28, kami menambahkan beberapa teknologi baru, di antaranya sistem pertahanan yang dikendalikan dari dalam kokpit sesuai permintaan konsumen kami,” kata dia.
Dengan supremasi hingga 22 persen dari pasar helikopter sipil dan militer dunia, Russian Helikopter menyatakan bahwa mereka terbuka dengan skema pembelian diimbuhi kewajiban transfer teknologi.
Hal itu dikatakan CEO Russian Helicopter, Andrey Boginsky, menjawab pertanyaan ANTARA News, di sela pameran kekuatan darat Rusia, ARMY 2018, di Patriot Park, sekitar 60 kilometer arah tenggara Moskwa, Rabu waktu Moskwa.
Boginsky, yang memimpin satu divisi pesawat terbang sayap tetap Rostec (induk semua BUMN Rusia di bidang riset-pengembangan dan produksi sistem persenjataan), menerima ANTARA News dalam satu wawancara khusus.
Divisi yang dia pimpin memproduksi beberapa helikopter untuk kepentingan sipil dan militer, yaitu Mil (Mi) dan Kamov (Ka). Data perusahaan mengklaim mereka menguasai 22 persen pasar helikopter militer dunia, dan 32 persen helikopter serang militer dunia, dengan negara dan organisasi internasional pengguna hingga 100 negara.
Sampai rezim Uni Soviet berdiri, “pasar tradisional” mereka adalah belasan negara satelit Uni Soviet dan beberapa negara sahabat mereka. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan ekonomi domestik, pasar internasional semakin menjadi perhatian penting mereka, selain konsumen utama dalam negerinya, yaitu Kementerian Pertahanan Republik Federasi Rusia.
BUMN Rusia di bidang produksi helikopter ini memiliki banyak pusat produksi, yaitu Mil Moscow Helicopter Plant, Kamov Design Bureau, Ulan-Ude Aviation Plant (Siberia), Kazan Helicopter Plant (Tatarstan), Rostvertol, dan Kumertau Aviation Production Enterprise.
Juga NI Sazykin Arsenev Aviation Production, Enterprise “Progress”, Aviation Gearboxes and Transmissions—Perm Motors, Stupino Machine Production Plant, Helicopter Service Company, Novosibirsk Aviation Repair Plant, JSC NARZ, dan Procurement and Logistics Center for the Helicopter Industry.
“Terkait fokus kami pada Asia Tenggara, kami menilai itu adalah suatu kawasan yang sedang berkembang baik. Dengan begitu kawasan yang meningkat secara ekonomi itu tentu memerlukan teknologi baru untuk transportasi udara,” kata dia.
“Kami memiliki lini produksi yang lengkap untuk keperluan sipil dan militer untuk menjawab keperluan di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia secara khusus,” katanya.
Indonesia membeli 16 unit helikopter multi fungsi Mil Mi-17H (versi ekspor dari Mil Mi-8 Hind), dan delapan unit helikopter serang Mil Mi-35P dari pabrikan helikopter Mil di Kazan, Rusia. Armada udara baru TNI AD itu dipertunjukkan pertama kali kepada publik pada Desember 2004, bersamaan dengan peresmian 10 Batalion Infantri/Raiders, di kawasan Kemayoran, Jakarta.
Saat itu, masih dimungkinkan untuk mengadakan dan membeli perlengkapan dan sistem persenjataan langsung kepada pabrik dan tanpa skema kewajiban transfer teknologi dan lain sebagainya.
Seiring perkembangan jaman, pemerintah memberlakukan UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan, yang memberi kewajiban kepada negara atas pemakaian anggaran di sektor persenjataan dan pertahanan. Yang paling mendasar adalah pada pasa 43 UU Nomor 16/2012 itu, di antaranya tentang transfer teknologi.
“Untuk menjawab keperluan memindahkan teknologi-teknologi tertentu ke negara pengguna, dalam hal ini adalah transfer teknologi, kami telah melakukan itu dengan mitra-mitra Asia kami. Mereka adalah India dan China, terkhusus karena mereka memesan produk kami dalam jumlah berarti,” kata dia.
Dia tidak membahas secara teknis bidang-bidang yang bisa dan sedang dilaksanakan dalam pengertian transfer teknologi dengan negara-negara mitra mereka. Dengan begitu, kata Boginsky, ada pertimbangan pertumbuhan ekonomi yang perlu dijadikan dasar keputusan tentang hal ini bagi kedua negara. Untuk memenuhi keperluan negara pengguna tentang ini maka kami selalu terbuka untuk memindahkan atau memberi transfer teknologi, termasuk hingga apa saja teknologi yang diminta untuk ditransfer itu.
“Pada ARMY 2018 kali ini, kami mengusung produk-produk baru, yaitu Mil Mi-28, Mil Mi-35, Mil Mi-26T2 yang dipesan Kementerian Pertahanan Rusia, yang diimbuhi beberapa teknologi terkini, di antara teknologi elektronika-avionika, sistem pertahanan diri, sistem komunikasi, dan lain-lain,” kata dia.
Mil Mi-26 ini diketahui memecahkan beberapa rekor dunia selain menjadi helikopter terbesar di dunia, di antaranya kemampuan mengangkat beban hingga 20 ton di luar bobot dirinya sendiri berkat desain khusus tautan kargonya.
“Untuk Mil Mi-28, kami menambahkan beberapa teknologi baru, di antaranya sistem pertahanan yang dikendalikan dari dalam kokpit sesuai permintaan konsumen kami,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.