Kerjasama antara BPPT dan
TNI AD telah dilaksanakan melalui penggunaan Pesawat Casa 212-200 milik
TNI AD dalam operasi menaggulangi kebakaran lahan dan hutan di Jambi, di
lanjutkan dengan operasi yang sama di Sumatera Selatan dan pesawat yang
sama juga digunakan untuk mengatasi defisit ait di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Citarum Jawa Barat,” ungkap Kepala BPPT Marzan A Iskandar dalam
kunjungan kerjanya ke kantor Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) dalam
rangka kerjasama pelaksanaan Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
(31/10).
Adapun operasi TMC kali ini bertujuan
pemenuhan kebutuhan irigasi pada lahan kekeringan seluas 27.206 ha dan
untuk realisasi tanam pada lahan pertanian di Daerah Irigasi Jatiluhur
seluas 250.456 ha. Guna mengatasi defisit air di Waduk Kaskade Citarum
tersebut, Kementerian PU bekerjasama dengan BPPT, didukung oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG), TNI AD dan TNI AU melaksanakan kegiatan Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah DAS Citarum, Jawa Barat.
Lebih lanjut Marzan mengatakan bahwa
operasi TMC tersebut sangat berarti karena BPPT mendapat banyak
permintaan dari daerah untuk mengatasi kekeringan dan kebakaran hutan.
Bahkan akhir-akhir ini juga dilakukan untuk memindahkan lokasi hujan,
seperti dalam rangka penyelenggaraan PON dan Sea Games.
“Dari waktu ke
waktu permintaan operasi TMC ini juga semakin meningkat seiring dengan
semakin dipahaminya manfaat dari operasi TMC. Karena itulah kerjasama
antara BPPT dan TNI AD ini diharapkan dapat dilakukan secara
berkelanjutan dan sinergis, agar operasi TMC ini bisa diperbesar
skalanya dengan memanfaatkan juga fasilitas yang dimiliki TNI AD,”
ujarnya.
Selain itu BPPT juga telah melakukan
beberapa upaya modifikasi untuk semakin meningkatkan kualitas
pelaksanaan operasi TMC. Diantaranya dengan pembuatan air scooper yang dipasang di pesawat Casa 212. Menurut Kepala Unit Pelaksanan Teknis Hujan Buatan (UPTHB) BPPT, F. Heru Widodo, air scooper yang dipasang di pesawat milik TNI AD tersebut direncanakan akan dikembangkan menjadi mekanisme seeding secara otomatis. “Sehingga sistem yang dulunya manual manjadi otomatis seeding,” ungkapnya.
Ke depan, Marzan berharap kerjasama
antara BPPT dan TNI AD dapat ditingkatkan baik itu dalam penggunaan
pesawat Casa 212, maupun dalam upaya pelatihan (training) pilot puspenerbad untuk pesawat pyper chayenne
yang saat ini tidak memiliki pilot. “Saat ini kami juga sedang
membicarakan kemungkinan untuk memasukkan pesawat Bravo dalam jajaran
pesawat untuk operasi hujan buatan karena memiliki kapasitas lebih
besar, kurang lebih 8 kali pesawat Casa,” terangnya.
Ditambahkan Heru bahwa Indonesia perlu
bangga karena telah memiliki teknologi hujan buatan. “Tidak semua negara
mempunyai TMC, beberapa negara memanfaatkan TMC selain untuk menambah
curah hujan juga untuk mengatasi hujan es. Sementara itu di Indonesia,
selain untuk menambah ataupun mengurangi curah hujan, TMC juga dilakukan
untuk pengisian waduk baik untuk PLTA maupun pertanian, mengurangi
banjir serta mengamankan PON dan Sea Games,” jelasnya.
Dua metode yang dilakukan dalam pelaksanaan TMC yaitu reducing hujan dengan jumping
proses dan sistem kompetisi. Operasi TMC uga dilengkapi dengan radar,
yang dapat mengamati dan menganalisa perkembangan dan pergerakan awan.
Dalam proses penyemaian awan, BPPT menggunakan flare yang merupakan buatan BPPT bekerjasama dengan Pindad.
“Flare mempunyai tingkat efektivitas yang besar. Perbandingannya, satu ton garam sama dengan satu kilogram flare. Dan pesawat piper chayene ini biasanya dalam sekali terbang dapat mengangkut 24 flare. Jadi ekuivalen dengan 24 kali penerbangan pesawat Casa,” ujarnya.
Pengembangan selanjutnya yaitu penggunaan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) yang dilengkapi flare
dalam operasi TMC. “Kedepan akan segera dilakukan hujan buatan di Jawa
Tengah untuk pengurangan curah hujan di lereng Gunung Merapi. Rencananya
akan dilakukan Desember mendatang,” tutur Heru.
Pada kesempatan yang sama, diungkapkan
Kasahli Kasad Mayjen TNI, Muktiyanto bahwa diharapkan BPPT tidak hanya
mengembangkan TMC saja, namun bisa mengembangkan teknologi sumber air
bersih dan listrik untuk daerah perbatasan maupun terluar. Karena
problema yang ada saat ini belum semua daerah perbatasan dan terluar
terjangkau oleh air dan listrik.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPPT pun
memaparkan bahwa BPPT sangat terbuka untuk bekerjasama dalam upaya
mewujudkannya. “Kami telah lama mengembangkan teknologi pengolahan air
bersih dan listrik dengan sumberdaya tebarukan. Selain itu disampaikan
pula mengenai pengembangan teknoogi PUNA dan pangan darurat Biskuneo,”
tutupnya.
Dalam kunjungan kerja Kepala BPPT yang
didampingi oleh Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan
Sumberdaya Alam (TPSA), Ridwan Djamaluddin tersebut selain diagendakan
untuk memberikan laporan kemajuan hasil pelaksanaan operasi TMC di
Jambi, Sumsel dan Jabar dengan dukungan pesawat Casa Puspenerbad, juga
untuk menyusun rencana kerjasama dalam penggunaan pesawat Casa
Puspenerbad tersebut ke depan untuk uji terbang dalam rangka
pengembangan mekanisasi seeding untuk operasi TMC dan kerjasama lainnya seperti pendidikan atau training pilot Puspenerbad untuk pesawat Piper Chayenne BPPT untuk operasi TMC.
TNI AD BANTU OPERASI HUJAN BUATAN BPPT
Penggunaan Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) sangat bermanfaat untuk mengatasi kekeringan dan
kebakaran hutan serta mengatasi titik api (hotspot). Bahkan akhir-akhir
ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya hujan di suatu tempat,
seperti saat Sea Games 2011 lalu dengan memindahkan lokasi hujan.
Untuk tahun ini, Kepala Unit Pelaksanan
Teknis Hujan Buatan (UPTHB) BPPT, F. Heru Widodo mengatakan bahwa
operasi Hujan buatan sudah dimulai sejak tengah tahun ini di beberapa
daerah, seperti Riau, Pontianak, Kalimantan Tengah, Jambi, Susel, Jatim,
Kalimantan Selatan. Menurutnya, pergerakan operasi TMC ini banyak
dibantu berbagai pihak, salah satunya TNI-AD yang telah meminjamkan
pesawat CASA 212 dalam pelaksanaan operasi TMC.
“Awal kerjasama dengan TNI-AD adalah
saat kami menerima banyak permintaan dalam mengatasi kekeringan dan
kebakaran hutan. saat itu kami sangat kewalahan khususnya dalam hal
pesawat terbang, sehingga kami meninta bantuan KASAD untuk meminjam
pesawat Casa dalam pelaksaan operasi,” papar Heru.
BPPT sendiri, lanjut Heru, mempunyai 4 pesawat CASA dan sebuah pesawat pyper chayenne yang
siap untuk mengatasi setiap permintaan masyarakat akan TMC baik dalam
mengatasi kekeringan atau kebakaran hutan. Menurut Heru, armada pesawat
yang dimiliki rasanya belum cukup, oleh karena itu BPPT dan TNI-AD
bekerjasama.
“Hasilnya secara umum bagus, kami dalam
melaksanakan tugas ini juga dibantu oleh tim monitoring dan evaluasi
yang bertugas untuk membantu dan memberi masukan dalam pelaksanaan
operasi. Seperti pencarian data daerah yang rawan banjir, longsor, atau
daerah yang jarang hujan,” papar Heru.
Menanggapi hal tersebut, Komandan
Puspenerbad Brigadir Jenderal TNI Afifudin mengatakan bahwa TNI selain
melaksanakan operasi militer perang juga melaksanakan kegiatan militer
selain perang, seperti dalam hal penanganan bencana alam yang semuanya
dilakukan atas dasar pengabdian pada masyarakat dan negara.
“Sesuai permintaan pemerintah melalui
BPPT untuk menanggulangi kebakaran hutan dan mengatasi kekeringan, maka
kami pun siap meminjamkan pesawat maupun bantuan personil untuk
memperlancar operasi TMC,” ungkapnya.
Menurut Brigjen Afifudin, pihaknya sudah
menyiapkan 2 unit pesawat CASA 212 yang sudah dimodifikasi untuk
pelaksanaan operasi TMC. “Selama kami punya sarana dan BPPT membutuhkan
kami akan selalu mendukung karena hal ini untuk kepentingan rakyat,”
pungkasnya saat penutupan Operasi TMC di Lanud Husein Sastranegara,
Bandung (21/12).
© BPPT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.