Ilustrasi Perang Dunia Ke II (Thinkstockphoto) |
Prajurit Wilson Boback merunduk bersembunyi di reruntuhan rumah seorang petani. Dengan saksama ia memperhatikan gerak-gerik seorang serdadu Jerman yang sedang berjalan menuju ke arahnya.
Jelas tampak bahwa sang musuh tidak menyadari tempat ia bersembunyi, yang hanya berjarak beberapa meter di depannya. Sudah beberapa hari Boback terlibat kontak senjata dengan pasukan Jerman. Sejak ia bersama 30.000 rekannya diterjunkan dari resimen pesawat Glider ke belakang garis musuh sepanjang kota Eindhoven, Nijmegen, dan Arnheim pada 17 September 1944.
Mereka tergabung dalam operasi Market Garden untuk mengamankan setiap jembatan besar di Belanda guna membuka jalan bagi divisi lapis baja Korps 30 Jenderal Bernard Montgomery. Namun, Korps 30 yang dinanti-nanti tak kunjung datang.
Seluruh divisi linud Sekutu yang telah mendarat dipukul telak dua divisi SS (Schutzstaffel) yang mundur dari Prancis yakni Divisi 9 SS Hohenstaufen dbantu resimen 23 sukarelawan SS Frw. Boback dan rekannya bertahan hingga hanya menduduki kantong-kantong kecil pertahanan dekat kota kecil Oosterbeek pada 21 September 1944.
Boback menahan napas, mulai membidikan senapan M1 Garand-nya ke serdadu Jerman yang berjalan semakin deket menuju arahnya. Ia bertanya dalam hati, mengapa serdadu Jerman ini berkulit berwarna dan memiliki profil mirip layaknya orang Asia?
Namun, ia tersadar tak ada waktu untuk berpikir dan sesegera mungkin ia menarik pelatuk. Terdengar bunyi letusan, diikuti sang serdadu Jerman malang itu ambruk ke tanah ditembus timah panas. Hanya tinggal satu meter di depan Boback.
Setelah memastikan keadaan sekitar aman, tidak ada lagi musuh, Boback keluar dari persembunyiannya. Ia berjalan ke tubuh tentara Jerman yang sudah terbujur kaku. Profil warna kulit dari musuh yang baru saja ia tewaskan, benar-benar memancing rasa ingin tahu.
Kemudian, ia mulai memeriksa tubuh lawannya dan menemukan dokumen dan foto. Di dalamnya, Boback menemukan jawaban atas rasa penasarannya. Dalam dokumen dijelaskan identitas dari tentara Jerman yang baru ia tewaskan berasal dari koloni Hindia-Belanda (Indonesia). Ia direkrut jadi tentara Waffen SS (Waffen Schutzstaffel) saat bermukim di Belanda.(Heddy Aryawirasmara, Sumber: Majalah Angkasa, angkasa.co.id)
Ada Relawan Indonesia di Pasukan Elite Hitler
Pria yang tidak diketahui namanya itu tergabung dalam 23 SS-Freiwilligen Panzergrenadier Division Nederland.
Adolf Hitlerdi Munich, Jerman, 1938. (Thinkstockphoto) |
Waffen Schutzstaffel atau lebih sering disingkat Waffen-SS merupakan pasukan elite yang ditakuti kala zaman Perang Dunia II. Dalam Bahasa Inggris, waffen adalah weapon (senjata). Sementara Schutzstaffel memiliki makna Regu Pelindung.
Masa awal pembentukannya, April 1925, SS menjadi organisasi sayap militer Nazi, semacam regu pelindung khusus untuk Adolf Hitler. Saat Heinrich Himmler menjadi pemimpin SS, organisasi ini menjadi elit, kesatuan bersenjata sendiri yang kemudian dikenal sebagai Waffen-SS.
Himmler menginginkan anak buahnya mirip pasukan Pretoria di zaman kekuasaan Romawi. Maka ia menerapkan peraturan tegas: mereka yang ingin bergabung harus berusia antara 17 - 22 tahun, tinggi badan 172 - 178 sentimeter (tinggi 178 sentimeter khusus untuk pasukan kawal pribadi Hitler), dan wajib membuktikan asal-usul keturunan Jerman hingga tahun 1800-an.
Terpenting, mereka yang tergabung punya pandangan ke-Nazi-an, tidak berkacamata, sehat fisik dan mental. Gemblengan luar biasa keras diterapkan dalam pelatihan anak-anak muda ini dengan penggunaan peluru asli dan tank nyata.Walhasil, mereka tampil sebagai pasukan nomor satu yang bahkan rela menembak sesama tentara Jerman yang dianggap tidak patriotik.
Masa awal pembentukannya, April 1925, SS menjadi organisasi sayap militer Nazi, semacam regu pelindung khusus untuk Adolf Hitler. Saat Heinrich Himmler menjadi pemimpin SS, organisasi ini menjadi elit, kesatuan bersenjata sendiri yang kemudian dikenal sebagai Waffen-SS.
Himmler menginginkan anak buahnya mirip pasukan Pretoria di zaman kekuasaan Romawi. Maka ia menerapkan peraturan tegas: mereka yang ingin bergabung harus berusia antara 17 - 22 tahun, tinggi badan 172 - 178 sentimeter (tinggi 178 sentimeter khusus untuk pasukan kawal pribadi Hitler), dan wajib membuktikan asal-usul keturunan Jerman hingga tahun 1800-an.
Terpenting, mereka yang tergabung punya pandangan ke-Nazi-an, tidak berkacamata, sehat fisik dan mental. Gemblengan luar biasa keras diterapkan dalam pelatihan anak-anak muda ini dengan penggunaan peluru asli dan tank nyata.Walhasil, mereka tampil sebagai pasukan nomor satu yang bahkan rela menembak sesama tentara Jerman yang dianggap tidak patriotik.
Pemimpim Waffen-SS Heinrich Himmler(German Federal Archive) |
Di sinilah Himmler melanggar prinsipnya sendiri dengan merekrut legiun-legiun asing. Tanpa diketahui banyak orang, salah satu legiun ini berasal dari Indonesia. Ya, Nusantara.
Dalam foto hitam-putih yang terbit dalam Majalah Angkasa Edisi Koleksi Waffen-SS, tampak seorang pria Indonesia (Hindia Belanda) menggunakan seragam SS, menyandang senjata di bahu kanan, lengkap dengan pangkat kemiliteran.
Pria yang tidak diketahui namanya itu tergabung dalam 23 SS-Freiwilligen Panzergrenadier Division Nederland. Kesatuan ini awalnya terbentuk pertengan tahun 1941 setara Resimen, "Legion Niederlande", dipimpin mantan Jenderal Belanda, Seyffardt. Tangguh dan berpengalaman di front timur. Terbentuk setara Divisi pada pertengahan 1943.
Sejarah pun tertulis bahwa eksistensi Waffen-SS tidak bertahan lama. Perang Dunia II dikuasai pasukan gabungan AS, Inggris, dan Uni Soviet. Hitler yang terdesak di bunker, marah dan kecewa, mencopot Himmler dari segala posisi yang dimilikinya.
Selanjutnya, disusul perintah larangan bagi SS untuk meneruskan perlawanan dan segala bentuk SS dibubarkan. Dengan demikian, pada 6 Mei 1945, Waffen-SS dihapus. Esoknya, 7 Mei, Jerman takluk tanpa syarat.(Zika Zakiya. Sumber: Majalah Angkasa edisi koleksi no.64, Januari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.