Presiden Soekarno usai memberikan pidato tentang pembebasan Irian Barat
di Yogyakarta bulan Desember 1961 langsung menandatangani Naskah Kumando
Rakyat. Naskah yang kemudian menelurkan Trikora itu diserahkan langsung
oleh Sekretaris Depertan, Achmadi.
Operasi untuk mambebaskan Irian Barat yang digelorakan oleh Presiden RI Sukarno kendati dilaksanakan salam keterbatasan alutista yang dimiliki militer RI telah berhasil menunjukkan betapa bangsa ini bisa menunjukkan kamampuannyaa ketika harus berperang malawan bangsa lain (Belanda).
Saya tidak mengucapkan kehendak saya saja, tetapi tiap-tiap perkataan yang saya ucapkan ini didukung sepenuhnya oleh segenap rakyat Indonesia. Dan jikalau saya memberikan komando, sebenarnya bukan komando dari Soekarno kepada Rakyat Indonesia sebenarnya bukan komando dari Presiden Republik Indonesia kepada rakyat Indonesia, sebenarnya bukannya komando dari Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, bukan komando dari pada Panglima Besar Pembebasan Irian Barat kepada rakyat Indonesia. Tidak! Tapi sebenarnya adalah komando dari rakyat Indonesia kepada rakyat Indonesia sendiri. Tidaklah benar jika saya katakan bahwa inilah kehendakmu sendiri. Saudara-saudara rakyat Indonesia?”
“Maka oleh karena itu, hei segenap rakyat Indonesia, mari sebagai tadi saya katakan gagalkan ini usaha fihak Belanda untuk mendirikan “negara Papua”, kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Siap sedia di dalam waktu yang singkat pada komando untuk mengadakan mobilisasi umum daripada rakyat Indonesia untuk membebaskan sama sekali Irian Barat itu daripada cengkeraman imperialism Belanda!” Itulah salah satu kutipan dari buku “25 Tahun Trikora” yang digelorakan oleh Presiden Sukarno sewaktu mengumandangkan Trikora di lapangan Alun-alun Utara, Yogyakarta, 19 Desember 1961 yang dihadiri lebih dari satu juta orang. Sejumlah di antaranya adalah perwira muda yang baru luIus dari Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang dan dilantik oleh Presiden. Perintah itu kendati bermakna komando dari rakyat untuk rakyat, jelas merupakan perintah langsung bagi Angkatan Bersenjataa RI untuk mengambil tindakan secepatnya guna menyiapkan kekuatan tempur untuk membebaskan Irian Barat.
Dengan melihat fakta dilapangan bahwa untuk memasuki daratan Irian Barat hanya bisa ditempuh lewat laut dan udara, kekuatan Angkatan Udara RI serta Angkatan Laut RI (TNI AL) harus bekerja keras. Apalagi pada saat itu, khusus kekuatan tempur ALRI yang tersedia hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan, meskipun unsur angkutan lautnya mencapai sekitar 60%. Sedangkan kekuatan udara hanya terdiri dari empat buah pembom jenis TU-16, 6 IL-28, 6 B-25/B-26. 12 MIG -17, 6 P-51 Mustang, 5 C-130 Hercules, dan 20 C-47 Dakota.
Penggalangan Kekuatan
Untuk memenuhi kebutuhan “persenjataan“ karena pemerintah sudah memiliki perhitungan bahwa pada suatu saat Irian Barat harus dibebaskan secara fisik (militer), sebelum Trikora dikumandangkan langkah untuk menyediakan senjata dan pasukan tempur sudah dilaksanakan.
Salah satu respons yang ditanggapi oleh TNI AL atas perintah Trikora adalah pengadaan persenjataan dalam waktu terbatas. Suasana ketika KRI Irian tiba dari Rusia.
Persiapan itu adalah sistem pertahanan keamanan nasional berupa Perlawanan Rakyat Semesta dengan Angkatan Bersenjata sebagai intinya dan telah dilengkapi alutsista yang dapat mengimbangi militer Belanda. Suatu penandatangan pembeli-an senjata atas dasar kredit jangka panjang dengan Uni Soviet (Rusia) telah dilaksanakan pada akhir tahun 1960. Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keamanan Nasional Jenderal Abdul Haris Nasution. Pembelian senjata tersebut bahkan merupakan pembelian terbesar yang dapat dipergunakan untuk penambahan kebutuhan kekuatan untuk laut, darat, dan udara.
Dalam kondisi kepepet karena harus memenuhi persenjataan yang nilainya sangat besar, konon ketika Presiden Sukarno ditanya bagaimana cara mernbayarnya nanti, hanya dijawab enteng, “Kemplang saja!” Sambil mengusahakan persenjataan yang kemudian dibeli dari Soviet dan Inggris, struktur komando tempur Trikora pun dibentuk ke dalam Komando‘ Mandala. Mayor Ienderal Suharto yang kemudian menjabat sebagai Panglima Komando Mandala pun memiliki pendapat sendiri ketika hanya diberi waktu selama enam bulan untuk mempersiapkan sebuah rencana operasi militer.
“Markas Komando didirikan di Makassar (Ujung Pandang). Saya tahu, ini ujian yang paling besar. Ditentukan, paling lambat tanggal 17 Agustus 1962 bendera Merah Putih sudah harus berkibar di Irian Barat. Ini berarti, saya cuma diberi waktu tujuh bulan. Tetapi saya taat saja, saya tunduk kepada perintah”. Alasan Mayjen Suharto sangat masuk akal karena Komando Mandala yang dipimpinnya merupakan komando gabungan yang mempunyai tugas pokok mempersiapkan serta melaksanakan operasi-operasi militer untuk mengembalikan Irian Barat kedalam kekuasaan Republik Indonesia.
Wilayah opersai Komando Mandala mencakup kawasan yang terbentang luas dari Bujur 115 derajat sampai Bujur 141 derajat Timur dan Lintang 5 derajat Utara hingga 10 derajat Selatan. Luas kawasan Mandala tersebut mencakup areal 2.400 km kali 1.900 km atau sekitar 5.510.000 km persegi. Kawasan seluas itu, yang harus direbut melalui operasi militer, yang mau tak mau secara besar-besaran, ternyata lebih dari (9.975.000 km’) setengah luas Wilayah Indonesia. Wilayah yang dikuasai Komando Mandala selama ini biasa disebut dengan istilah wilayah Indonesia bagian Timur. Mencakup kawasan laut, darat, dan udara dari empat Komando Daerah Militer (Kodam), dua Komando Daerah Maritim (Kodamar) serta dua Komando Regional Udara (Korud).
Persiapan itu adalah sistem pertahanan keamanan nasional berupa Perlawanan Rakyat Semesta dengan Angkatan Bersenjata sebagai intinya dan telah dilengkapi alutsista yang dapat mengimbangi militer Belanda. Suatu penandatangan pembeli-an senjata atas dasar kredit jangka panjang dengan Uni Soviet (Rusia) telah dilaksanakan pada akhir tahun 1960. Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Menteri Keamanan Nasional Jenderal Abdul Haris Nasution. Pembelian senjata tersebut bahkan merupakan pembelian terbesar yang dapat dipergunakan untuk penambahan kebutuhan kekuatan untuk laut, darat, dan udara.
Dalam kondisi kepepet karena harus memenuhi persenjataan yang nilainya sangat besar, konon ketika Presiden Sukarno ditanya bagaimana cara mernbayarnya nanti, hanya dijawab enteng, “Kemplang saja!” Sambil mengusahakan persenjataan yang kemudian dibeli dari Soviet dan Inggris, struktur komando tempur Trikora pun dibentuk ke dalam Komando‘ Mandala. Mayor Ienderal Suharto yang kemudian menjabat sebagai Panglima Komando Mandala pun memiliki pendapat sendiri ketika hanya diberi waktu selama enam bulan untuk mempersiapkan sebuah rencana operasi militer.
“Markas Komando didirikan di Makassar (Ujung Pandang). Saya tahu, ini ujian yang paling besar. Ditentukan, paling lambat tanggal 17 Agustus 1962 bendera Merah Putih sudah harus berkibar di Irian Barat. Ini berarti, saya cuma diberi waktu tujuh bulan. Tetapi saya taat saja, saya tunduk kepada perintah”. Alasan Mayjen Suharto sangat masuk akal karena Komando Mandala yang dipimpinnya merupakan komando gabungan yang mempunyai tugas pokok mempersiapkan serta melaksanakan operasi-operasi militer untuk mengembalikan Irian Barat kedalam kekuasaan Republik Indonesia.
Wilayah opersai Komando Mandala mencakup kawasan yang terbentang luas dari Bujur 115 derajat sampai Bujur 141 derajat Timur dan Lintang 5 derajat Utara hingga 10 derajat Selatan. Luas kawasan Mandala tersebut mencakup areal 2.400 km kali 1.900 km atau sekitar 5.510.000 km persegi. Kawasan seluas itu, yang harus direbut melalui operasi militer, yang mau tak mau secara besar-besaran, ternyata lebih dari (9.975.000 km’) setengah luas Wilayah Indonesia. Wilayah yang dikuasai Komando Mandala selama ini biasa disebut dengan istilah wilayah Indonesia bagian Timur. Mencakup kawasan laut, darat, dan udara dari empat Komando Daerah Militer (Kodam), dua Komando Daerah Maritim (Kodamar) serta dua Komando Regional Udara (Korud).
Salah satu respons yang ditanggapi oleh TNI AL atas perintah Trikora adalah pengadaan sukarelawan perang dalam waktu terbatas. Suasana ketika Pelatihan untuk warga sipil terpilih.
Dengan mempelajari luasnya wilayah yang harus dikusasi oleh militer Indonesia, maka bisa disimpulkan bahwa tujuh puluh persen dari kekuatan Nasional akan dikerahkan untuk Operasi dan usaha perang Pembebasan Irian Barat. Upaya untuk menggalang kekuatan dari segala bidang memang harus segera dilakukan.
Apalagi perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah konfrontasi di semua bidang terhadap Belanda dkk. Konfrontasi di bidang militer dilakukan sesuai dengan perkembangan diplomasi sekaligus memperhitungkan dinamika politik, ekonomi, dan sosio psikologis masyarakat RI.
Sambil terus menggalang kekuatan dari berbagai sumber, baik militer dan maupun sipil, kapal perang ALRI dan sipil, APRI telah melancarkan operasi infiltrasi lewat udara dan laut. Infiltrasi lewat laut bahkan berlangsung penuh semangat dan melibatkan kapal-kapal kecil seperti MTB dan kapal selam. Infiltrasi dengan kapal kecil tidak selalu berjalan mulus, dalam sejumlah misi penyusupan kapal-kapal perang ALRI bahkan diserang oleh pesawat tempur dan kapal perang Belanda.
Salah satu penyergapan oleh kapal-kapal perang dan pesawat tempur Belanda bahkan mengakibatkan tenggelamnya RI Macan Tutul serta gugurnya perwira senior, Komodor Yos Sudarso. Namun gugurnya Komodor Yos Sudarso dan puluhan pelaut lainnya tidak membuat semangat tempur pasukan Komando Mandala surut justru makin berkobar-kobar. Kapal-kapal perang ALRI pun melanjutkan lagi penyusupan dan pengintaian Kegiatan untuk menyusupkan ke wilayah Irian Barat meningkat seiring dengan Operasi Jayawijaya yang akan digelar pada bulan 1962.
Meskipun kemudian Operasi Jayawijaya dibatalkan karena Belanda memilih menyelesaikan masalah Irian Barat secara damai. Beberapa hari menjelang Operasi Jayawijaya digelar, pada 14 Agustus 1942, seluruh 10 kompi telah berhasil diinfiltrasikan ke daratan Irian Barat, baik lewat udara maupun laut. Dengan demikian, daerah defacto RI telah tercipta di tempat dan unsur-unsur kekuasaan Pemerintah RI juga telah diletakkan sesuai rencana operasi Komando Mandala. Dalam peran ini Komando Mandala telah aktif sekali melakukan pengintaian pengintaian dan menemukan kelemahan-kelemahan system pertahanan laut Belanda.(win)
Dengan mempelajari luasnya wilayah yang harus dikusasi oleh militer Indonesia, maka bisa disimpulkan bahwa tujuh puluh persen dari kekuatan Nasional akan dikerahkan untuk Operasi dan usaha perang Pembebasan Irian Barat. Upaya untuk menggalang kekuatan dari segala bidang memang harus segera dilakukan.
Apalagi perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah konfrontasi di semua bidang terhadap Belanda dkk. Konfrontasi di bidang militer dilakukan sesuai dengan perkembangan diplomasi sekaligus memperhitungkan dinamika politik, ekonomi, dan sosio psikologis masyarakat RI.
Sambil terus menggalang kekuatan dari berbagai sumber, baik militer dan maupun sipil, kapal perang ALRI dan sipil, APRI telah melancarkan operasi infiltrasi lewat udara dan laut. Infiltrasi lewat laut bahkan berlangsung penuh semangat dan melibatkan kapal-kapal kecil seperti MTB dan kapal selam. Infiltrasi dengan kapal kecil tidak selalu berjalan mulus, dalam sejumlah misi penyusupan kapal-kapal perang ALRI bahkan diserang oleh pesawat tempur dan kapal perang Belanda.
Salah satu penyergapan oleh kapal-kapal perang dan pesawat tempur Belanda bahkan mengakibatkan tenggelamnya RI Macan Tutul serta gugurnya perwira senior, Komodor Yos Sudarso. Namun gugurnya Komodor Yos Sudarso dan puluhan pelaut lainnya tidak membuat semangat tempur pasukan Komando Mandala surut justru makin berkobar-kobar. Kapal-kapal perang ALRI pun melanjutkan lagi penyusupan dan pengintaian Kegiatan untuk menyusupkan ke wilayah Irian Barat meningkat seiring dengan Operasi Jayawijaya yang akan digelar pada bulan 1962.
Meskipun kemudian Operasi Jayawijaya dibatalkan karena Belanda memilih menyelesaikan masalah Irian Barat secara damai. Beberapa hari menjelang Operasi Jayawijaya digelar, pada 14 Agustus 1942, seluruh 10 kompi telah berhasil diinfiltrasikan ke daratan Irian Barat, baik lewat udara maupun laut. Dengan demikian, daerah defacto RI telah tercipta di tempat dan unsur-unsur kekuasaan Pemerintah RI juga telah diletakkan sesuai rencana operasi Komando Mandala. Dalam peran ini Komando Mandala telah aktif sekali melakukan pengintaian pengintaian dan menemukan kelemahan-kelemahan system pertahanan laut Belanda.(win)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.