Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Indonesia, disebut sebagai salah satu dari 90 pos yang memiliki fasilitas penyadapan intelijen Amerika di seluruh dunia. Ini terungkap dalam salah satu dokumen yang dibocorkan Edward Snowden dan diungkapkan oleh harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH). Kabar itu membuat pemerintah Indonesia berencana memanggil perwakilan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Dalam laporannya, Selasa 29 Oktober 2013, SMH menampilkan sebuah peta yang mendaftar 90 fasilitas pemantauan elektronik (electronic surveillance facility) yang tersebar di beberapa Kedubes AS di kota-kota penjuru dunia, termasuk di Asia Timur dan Tenggara. Salah satu kota yang menjadi lokasi Kedubes AS dalam peta tertanggal 13 Agustus 2010 itu adalah Jakarta. Kota-kota lainnya adalah Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.
Peta serupa sebelumnya juga dipublikasikan oleh Majalah Jerman, Der Spiegel, pada Selasa lalu. Dalam informasi Der Spiegel, disebut bahwa CIA dan NSA yang membentuk "Badan Pengumpulan Khusus", memiliki 90 fasilitas penyadapan. Sebanyak 74 di antaranya merupakan fasilitas berawak sementara 14 lainnya dioperasikan dari jauh. Mereka turut mendirikan dua pusat teknisi pendukung.
Menurut informasi SMH, Kedubes AS di Bangkok termasuk ke dalam tim pendukung teknis dan beroperasi dari jarak jauh. Mereka beroperasi dari fasilitas serupa di Konsulat AS di ibukota Chiang Mai.
Sementara di kawasan Asia Timur, operasi SCS dipusatkan di China dengan fasilitas tersebut ditempatkan di Kedubes AS di Beijing dan Konsulat di Shanghai dan Chengdu, ibukota Provinsi Sichuan di barat daya Negeri Tirai Bambu. Fasilitas pemantauan lainnya berlokasi di kantor diplomatik AS yang tidak diketahui lokasinya di Taipei.
Di kawasan Asia Selatan, Ada delapan fasilitas semacam itu. Mereka berada di Kedubes AS di kota New Delhi, India dan Islamabad, Pakistan. Untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, hanya dijangkau oleh fasilitas pemantau namun tidak berfungsi selama 24 jam.
Sementara untuk kawasan Sub Sahara, Afrika, terdapat sembilan fasilitas penyadapan. Di Benua Eropa, lokasi penyadapan SCS sudah kadung bocor lebih dulu di harian Jerman, Bild am Sonntag pada pekan ini.
Mereka tersebar di kota Berlin, Paris, Roma, Madrid, Athena, Praha, Jenewa, Wina, Kiev dan Moskow. Sementara 16 fasilitas serupa juga terdapat di kawasan Amerika Latin.
Fasilitas itu tersebar di Mexico City, Panama, Caracas, Bogota, La Paz, Brasilia dan Havana. AS memang diketahui tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Kuba. Namun, mereka mengakalinya dengan membangun fasilitas penyadapan di Kedubes Swiss yang berlokasi di Havana.
Australia Tahu
Der Spiegel menyebut bahwa dokumen yang diperoleh Der Spiegel dan SMH seharusnya hanya diperuntukkan bagi lima mitra intelijen Negeri Paman Sam saja. Salah satu mitra yang disebut termasuk Australia.
AS tidak membuat fasilitas serupa di beberapa negara sekutu terdekatnya seperti Inggris, Australia, Selandia Baru, Jepang dan Singapura. Australia sebagai negara tetangga yang dekat dengan Indonesia bahkan disebut mengetahui soal adanya fasilitas ini.
Sementara menurut laporan Fairfax Media Agustus lalu, Badan Intelijen Singapura secara terang-terangan bermitra dengan Direktorat Sinyal Pertahanan Australia. Mereka melakukan operasi penyadapan melalui kabel telekomunikasi fiber yang menghubungkan Asia, Timur Tengah dan Eropa.
Kendati tidak memiliki fasilitas penyadapan di Inggris, namun AS diketahui mempunyai fasilitas teknis pendukung di markas Tentara AU Kerajaan di Croughton, Northamptonshire. Dengan adanya laporan soal pemetaan tersebut menegaskan jangkauan global operasi intelijen yang dilakukan AS.
Saat ditelepon VIVAnews, pihak Kedutaan Besar AS di Jakarta belum bisa dihubungi untuk dimintai tanggapannya atas kabar itu.
Menlu RI Panggil Kuasa Usaha AS
Menanggapi pemberitaan ini, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan akan memanggil Kuasa Usaha AS untuk Indonesia, Kristen Bauer.
Menurutnya, apabila aksi spionase itu terbukti benar, maka perbuatan itu tidak dapat dibenarkan dan dianggap melanggar rasa saling percaya yang dimiliki kedua negara.
"Kami ingin memastikan terlebih dahulu soal adanya laporan bahwa fasilitas semacam itu memang benar adanya. Apabila terbukti, maka kami akan menyampaikan nota protes keras," ungkap Marty saat ditemui di Kementerian Luar Negeri usai pertemuan bilateral dengan Menlu Kosta Rika, Jose Enrique Castillo Barrantes di Jakarta.
Namun, hingga kini Marty mengaku belum memiliki kesempatan secara langsung untuk mengonfirmasi hal tersebut kepada perwakilan AS di Jakarta.(ren)
● Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.