Ilustrasi Pasukan TNI di Timor Timur (Kaskus) |
"Lengan atas tangan saya yang kiri tertembak saat turun setelah pertempuran di Gunung Matabean. Tangan saya tidak dapat diselamatkan dan harus diamputasi," kata Ronni saat ditemui merdeka.com di Kompleks Seroja, Bekasi, Jawa Barat, pada Jumat (4/10).
Ronni menjelaskan, saat itu, pasukan ABRI pada akhir 1978 bisa mendesak pasukan Fretilin (Frente Revolucionria de Timor-Leste Independente) -gerakan yang berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur- dipukul mundur hingga ke Gunung Matabean. Gunung itu adalah benteng terakhir pertahanan Fretilin.
"Sebelumnya anggota Yonif 328 hilang di kawasan itu. Medannya sulit. Kuda yang ikut naik, juga bisa mati di kawasan itu," ujar Ronni.
Saat menjadi komandan kompi, dia diminta atasannya untuk memimpin pasukan gabungan untuk melakukan serangan balasan. Selain itu misinya untuk merampas senjata perang milik ABRI yang dirampas Fretilin. Ronni menuturkan, dia diberikan kewenangan memilih personel pasukannya.
Setelah berhari-hari melakukan peperangan, pihaknya berhasil menyelesaikan misi dan memukul mundur Fretilin. Oleh komandan, Roni diminta untuk kembali ke Dili untuk membawa pasukannya.
"Saat itu tanggal 5 Desember 1978, kami turun dari Matabean. Saya tidak pernah lupa, saat turun, sekitar pukul 15.00 lengan atas tangan kiri saya kena oleh peluru. Saya langsung jatuh terguling dan sadar saat darah banyak keluar," kata Ronni bercerita penuh semangat.
Roni menjelaskan, kekuatan Fretilin saat itu memiliki pasukan gerilya yang jumlahnya kecil dan bergerak cepat. Tembakan yang mengenai lengannya, menurutnya sudah direncanakan, karena peluru yang mengenainya adalah tembakan yang pertama dari senapan pasukan Fretilin.
"Sepertinya dia tahu saya pimpinan pasukan. Saya kira dia mengincar jantung saya, tapi meleset ke lengan kiri," ujar Ronni.
Setelah terkena peluru Ronni merasa kesakitan, banyak darah yang keluar dan kepalanya mulai pusing. Dia sudah tidak sadarkan diri.
Ronni mengaku sempat sadarkan diri kembali. Saat bertanya ke anak buahnya, mereka masih dalam perjalanan menuju Dili dan sudah berada di atas tandu. Setelah itu kembali pingsan tak lagi mengingat apa-apa.
Dalam penjelasan Ronni, tentara ABRI yang terkena luka tembak dirawat di Rumah Sakit Dili. Demikian juga dengan dirinya. Menurut Ronni, pada 14 Desember 1978, Rafika Duri didatangkan ABRI untuk menghibur para tentara di Rumah Sakit Dili.
"Saya masih ingat lagu yang dibawakan Rafika Duri saat itu judulnya, 'Hanya Untukmu'. Tapi setelah sadar, saya merasa sudah di Rumah Sakit, saat melihat tangan saya yang kiri ternyata sudah tidak ada, diamputasi dengan paksa," kata Ronni.
Roni menuturkan, dia pingsan selama sembilan hari. Saat sadarkan diri, setelah mengetahui tangan kirinya diamputasi hingga lengan atas, dia langsung mengamuk karena frustasi. Frustasi, karena menurut Ronni, karir militernya yang dicintainya sudah berakhir.
"Saat itu, saya sudah merasa menjadi orang yang tidak berguna. Akan menjadi tentara cacat. Karir saya sudah berakhir. Cukup lama saya merasa seperti itu. Hingga saya dibawa balik ke Jakarta untuk operasi lanjutan dan rehabilitasi mental. Bahkan, saat istri dan anak menjenguk, saya minta dia kawin lagi, saking frustasinya. Namun peran keluarga sangat penting dalam kondisi seperti itu agar kembali pulih seperti sedia kala," ujar Ronni.
Menurut Ronni, tidak hanya dirinya yang mengalami cacat dalam Operasi Seroja saat itu. teman-temannya yang lain juga banyak kehilangan organ tubuh yang lainnya. Belum lagi jumlah korban yang meninggal yang dikuburkan langsung di Timor-Timur yang tidak bisa dilihat oleh keluarganya.
Usai Operasi Seroja, menurut Ronni korban yang mengalami cacat tinggal dan janda yang ditinggal suaminya dalam pertempuran itu tinggal di Kompleks Seroja yang berada di Kelurahan Harapan Jaya, Bekasi, Jawa Barat. Lokasi itu merupakan program pemerintah dan Mabes TNI sebagai penghargaan tentara yang berjasa.[bal]
● Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.