Minggu, 10 November 2013

SBY Instruksikan Investigasi Kecelakaan Heli TNI AD

 Heli itu terjatuh di perbatasan Kalimantan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengucapkan belasungkawa kepada keluarga korban kecelakaan helikopter milik TNI AD di perbatasan Kalimantan. Tiga belas penumpang Helikopter MI-17 itu ditemukan meninggal dunia dan 6 lainnya mengalami luka bakar.

"Tentunya ini suatu musibah, di mana beliau menyampaikan prihatin yang mendalam terhadap insiden ini," kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Jakarta, Ahad 10 November 2013.

Menurut Julian, seluruh korban telah dievakuasi dari lokasi terjatuhnya helikopter yang tengah mengemban misi di perbatasan itu. "Dan saat ini evakuasi telah dilakukan, seluruh korban telah dievakuasi di RS Tarakan," kata Julian.

Presiden SBY kemudian menginstruksikan jajaran terkait untuk melakukan investigasi penyebab kecelakaan tersebut. Menurut Julian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan penyebab terjatuhnya helikopter MI-17 yang bisa dikatakan relatif baru tersebut.

"Untuk itu diperintahkan untuk dilakukan investigasi mengenai apa yang menjadi penyebab jatuhnya helikopter tersebut," ujarnya.

Seperti diketahui Helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat berangkat dari Tarakan, Kalimantan Utara, sekitar pukul 09.09 WITA pagi tadi menuju perbatasan Malaysia dengan mengangkut 1.800 kilogram logistik untuk keperluan pembangunan pos perbatasan di Long Bulan atau daerah Tunjungan, Malinau, melalui Pos Apauping.

Seharusnya Helikopter MI-17 tiba di Pos Apauping pada 10.06 WITA, tetapi hingga pukul 10,10 WITA pesawat belum mendarat.

 Evaluasi Menyeluruh Semua Alutsista Program MEF 

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo menyarankan TNI agar segera melakukan evaluasi menyeluruh pada semua alut sista dalam program Minimal Essensial Force (MEF).

Heli M 17 milik TNI AD yang mengalami kecelakaan di Kalimantan Utara dan menewaskan belasan prajurit TNI diketahui masih baru dan dibeli dalam program MEF.

"Selama ini kita mampu membeli alut sista yang modern dan canggih sampai ratusan trilyun rupiah, tetapi apakah kita juga telah membeli suku cadang yang cukup? Bagaimana dengan sistim pemeliharaannya termasuk biaya pemeliharaan yang disediakan? Segera evaluasi semua alut sista baru baik di jajaran TNI baik AD, AL maupun AU," ucap Tjahjo, Minggu (10/11).

Menurut dia, jika sistim pengadaan suku cadang dan sistim pemeliharaannya tidak mendapatkan perhatian serius, maka tidak mustahil semua alut sista modern tersebut lambat laun akan menjadi barang yang tak ada manfaatnya atau justru membahayakan prajurit sendiri karena tak memiliki daya tangkal lagi dalam sistim pertahanan Indonesia.

Pihaknya menduga, Heli M 17 yang jatuh itu bukan karena kesalahan manusia (human error), namun karena kesalahan alat. Tjahjo memaparkan bahwa Heli TNI AD yang dibeli dari Rusia sejak 2011 ini merupakan jenis Heli serbu tapi juga serba guna karena dapat dipakai menjadi Heli angkut untuk kebutuhan-kebutuhan mobilitas lainnya.

Berdasarkan hasil kunjungan Komisi I DPR RI ke Pangkalan Udara TNI AD di Semarang, sambung Tjahjo, terdapat banyak Heli baru yang dibeli tapi tidak mempunyai tempat atau garasi yang memadai.

"Waktu kita kesana tidak ada garasi untuk Heli baru seperti garasi yang tahan panas/hujan. Ini bisa mempengaruhi peralatan elektronilknya. Komisi I sudah mendesak faktor fasilitas tambahan dan pemeliharaan untuk diprioritaskan," pungkasnya.

 Heli MI-17 Handal di Berbagai Medan 

Helikopter MI-17 milik TNI AD mengalami kecelakaan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Sabtu lalu. Pengamat penerbangan, Alvin Lie, tidak menyangka helikopter yang dibeli dari Rusia itu mengalami kecelakaan.

Alvin mengatakan, helikopter MI-17 tergolong baru dan digunakan di Indonesia kurang dari empat tahun. Ia menilai, helikopter jenis itu cukup handal. "Untuk pegunungan, padang pasir, segala bentuk medan tidak masalah," kata dia, saat dihubungi Republika, Ahad (10/11).

Mengenai kecelakaan di Malinau, Alvin belum bisa menyimpulkan. Namun, ia mengatakan, kecelakaan bisa terjadi karena beberapa faktor. Bisa masalah cuaca atau pun kendala teknis. Melihat kondisi medan yang berada di pegunungan dan dekat jurang, Alvin mengatakan, kondisi angin bisa mepengaruhi helikopter.

"Kalau terjadi angin rotor atau angin yang bergerak ke bawah, itu helikopter tidak bisa naik," kata dia.

Namun, kondisi itu baru dugaan sementara Alvin. Ia mengatakan, untuk mengetahui secara pasti penyebabnya, jajaran TNI harus melakukan investigasi.

Alvin mengatakan, penyebab kecelakaan harus bisa diketahui secara pasti. Sehingga, bisa dilakukan perbaikan dan penyempurnaan prosedur sehingga kejadian serupa tidak kembali terulang.

Masalah helikopter jenis MI-17 ini memang bukan yang pertama kali. Pada Agustus lalu, pintu helikopter MI-17 jatuh di sekitar kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, saat tengah menjalani latihan rutin. Kemudian pada Oktober, helikopter dengan jenis yang sama mengalami pendaratan darurat di Distrik Okibab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.

Mengenai yang terjadi di Papua, Alvin melihat terjadi karena kondisi cuaca. "Kalau karena cuaca, pilot sudah betul," kata dia.

Alvin mengingatkan, sistem perawatan harus menjadi perhatian. Ia mengatakan, hal itu juga harus dilakukan oleh personel yang berkualifikasi. Ia juga mengatakan, standard suku cadang harus diganti sesuai manual.

Ia juga mengingatkan kondisi bahan bakar yang dipergunakan. Karena bisa jadi ada yang terkontaminasi. "Jadi banyak unsur (yang harus diperhatikan," ujar Alvin.

  Vivanews | Metrotv | Republika 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...