Kolaka ★ Dandim 1412/Kolaka Letkol Yohanis Krisnajaya Syaiban dihukum 230 hari penjara. Hukuman dijatuhkan karena Letkol Krisnajaya menjadi dalang demo terhadap Pangdam VII/Wirabuana terkait pembekingan tambang ilegal. Letkol Krisnajaya telah dicopot dari jabatannya.
Kasus bermula saat ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka pada 7 Januari 2013. Aksi ini terkait dengan tudingan warga kepada Pangdam VII/Wirabuana, Makassar, yang diduga telah membekingi aktivitas tambang ilegal yang berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam VII/Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang tersebut.
Selidik punya selidik, demo ini bukan aspirasi masyarakat tetapi digerakkan oleh Dandim sendiri. Letkol Krisnajaya menyuruh anak buahnya untuk mendemo Pangdam di kantornya sendiri dengan memberikan sejumlah uang operasional demonstrasi.
"Ini kan dua bunga lawan dua bintang. Saya dicopot, minimal dia menangis," kata anak buah Letkol Krisnajaya, Kopda Haryuslim Syam.
Hal ini disampaikan saksi Kopda Hary dalam persidangan sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (28/4/2014).
Atas perbuatannya, Letkol Krisnajaya harus diperiksa atasannya dan disidangkan di pengadilan militer. Di depan majelis hakim, Letkol Krisnajaya tetap menolak dianggap sebagai dalang demonstrasi tersebut.
"Saya tidak pernah memanggil Koptu Haryuslim Syam ke rumah jabatan Dandim dan tidak pernah memberikan uang kepada Koptu Haryuslim untuk digunakan sebagai dana akomodasi unjuk rasa di depan kantor Makodim 1412/Kolaka," ujar Letkol Krisnajaya membela diri.
Namun pembelaan diri Letkol Krisnajaya sia-sia. Pria kelahiran 30 Desember 1969 itu dicopot sebagai Dandim dan dipidana.
"Menjatuhkan hukuman 7 bulan dan 20 hari," putus Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya.
Duduk dalam majelis tersebut Kolonel Laut Bambang Angkoso Wahyono sebagai ketua majelis dengan Kolonel Laut Sinoeng Hardjanti dan Kolonel CHK Hariyadi Eko Purnomo selaku anggota majelis. Dalam putusan yang diketok pada 13 Januari 2014 itu, Letkol Krisnajaya dinyatakan bersalah karena sebagai militer dengan sengaja menyalahgunakan pengaruhnya sebagai atasan terhadap bawahan membujuk bawahan untuk melakukan sesuatu apabila karenanya dapat terjadi suatu kerugian.
"Sebagai militer yang secara sengaja bersama-sama dengan sengaja menghina seorang atasan di tempat umum dengan tulisan," putus majelis hakim.Asal Mula Dandim Kolaka Berani Mendemo Pangdam Wirabuana Meski jabatannya hanya Letkol, tetapi Yohanis Krisnajaya Syaiban selaku Dandim 1412/Kolaka berani mendemo atasannya, Mayjen M Nizam, selaku Pangdam Wirabuana. Caranya? Krisnajaya menjadi dalang demo warga terkait penambangan liar.
Kasus dilatarbelakangi persaingan beberapa perusahaan pertambangan nikel di Kolaka. Pada 31 Desember 2011, Pangdam VII/Wirabuana membuat surat perintah tentang Tim Pelaksana Pemantau Perkembangan Situasi wilayah Korem 143/HO. Dalam surat perintah itu ditunjuk 4 anggota TNI yang bertugas, salah satunya Kapten M Asri. Namun dalam pelaksanaannya, keempat orang itu dipekerjakan sebagai pengaman di PT TRK.
Setelah itu, Mayjen M Nisam menelepon Kaprn M Asri yang menyatakan jika butuh orang bisa meminta bantuan ke Dandim setempat. Atas hal ini, Kapten Asri lalu meminta bantuan ke Letkol Krisnajaya dan meminta bantuan personel 3 orang. Dalam operasionalnya, PT TRK memberikan dana pengamanan Rp 15 juta kepada ketujuh anggota tersebut.
Namun dalam pelaksanaan pertambangan di lapangan, terjadi perseteruan PT TRK dengan PT NGM hingga terjadi penutupan jalan yang menjadi akses PT TRK ke pelabuhan untuk membawa logam nikel. Atas hal ini terjadilah perselisihan serius.
Dalam perseteruan ini, Letkol Krisnajaya merapat ke PN NGM dan memerintahkan anggotanya untuk tidak menjadi tenaga pengaman PT TRK. Atas hal ini, Dirut PT TRK melaporkan ke Mayjen M Nazim sehingga Pangdam pun menegur Letkol Krisnajaya. Atas hal itulah, Letkol Krisnajaya mulai menyimpan dendam dan merencanakan melawan atasannya.
"Saya akan melawan ini," kata Letkol Krisnajaya seperti ditirukan Kapten M Asri.
Hal ini disampaikan saksi Kapten Asri dalam persidangan sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (28/4/2014).
Lantas disusunlah demo bayaran. Ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka pada 7 Januari 2013. Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam VII/Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang tersebut.
Namun aksi ini tercium dan Letkol Krisnajaya pun dijatuhi hukuman 230 hari oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Namun hingga persidangan selesai, Letkol Krisnajaya menolak dan membantah menjadi dalang demo tersebut.
"Saya tidak pernah memanggil Koptu Haryuslim Syam ke rumah jabatan Dandim dan tidak pernah memberikan uang kepada Koptu Haryuslim untuk digunakan sebagai dana akomodasi unjuk rasa di depan kantor Makodim 1412/Kolaka," ujar Letkol Krisnajaya membela diri. Pangdam Wirabuana didemo Ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka. Aksi ini terkait dengan tudingan warga kepada Pangdam 7 Wirabuana, Makassar yang diduga telah membekingi aktivitas tambang ilegal yang berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam 7 Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang yang dilakukan oleh PT. Tambang Rezeki Rakyat tersebut.
Dalam orasinya, Koordinator Lembaga Missing Clering RI (LJM-RI) Zakiman mengatakan, selama ini warga sudah jenuh melihat keberadaan oknum TNI di lokasi tambang dengan mengatasnamakan Pangdam 7 Wirabuana Makssar. "TNI itu bertugas menjaga kedaulatan NKRI, bukan bertugas menjaga lokasi tambang. Di lokasi itu adalah lokasi tambang yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Kolaka bekerja sama dengan koperasi milik warga karena tanah yang diolah itu kebun kilik warga," ungkapnya, Senin (7/1/2013).
Zakiman juga menambahkan, mereka memiliki bukti keterlibatan oknum TNI dalam lokasi tambang. "Ini dalam surat pernyataan kami ada foto-foto pangdam berada di lokasi tambang lengkap dengan helikopternya yang mendarat. Yang jelasnya mulai dari anggota Kodam, pangdam dengan anggota Kodim jangan lagi terlihat di lokasi tambang yang mengintimidasi warga di lokasi tersebut," tambah Zakiman.
Ditegaskannya, PT. TRK ini dinilai mengambil paksa ore (bahan baku nikel) di lokasi tersebut dengan cara gunakan pengawalan oknum TNI. "Permintaan kami tidak muluk-muluk. Kami juga butuh makan biarkanlah kami bekerja dan jangan lagi ada permainan yang seperti itu. Saya akan berjanji mengungkap hingga tuntas masalah ini," tegasnya.
Di tempat yang sama, Letkol Inf Krisna Jaya Saiban, Dandim Kodim 1412 Kolaka yang menemui pendemo mengatakan akan menindaklanjuti aksi hari ini dengan cara membuat tembusan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni Kodam 7 Wirabuana yang terletak di Makasaar. "Saya akan menyampaikan apa yang menjadi tuntutan para pendemo hari ini," ucapnya kepada pemdemo.(Suparman Sultan)
Kasus bermula saat ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka pada 7 Januari 2013. Aksi ini terkait dengan tudingan warga kepada Pangdam VII/Wirabuana, Makassar, yang diduga telah membekingi aktivitas tambang ilegal yang berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam VII/Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang tersebut.
Selidik punya selidik, demo ini bukan aspirasi masyarakat tetapi digerakkan oleh Dandim sendiri. Letkol Krisnajaya menyuruh anak buahnya untuk mendemo Pangdam di kantornya sendiri dengan memberikan sejumlah uang operasional demonstrasi.
"Ini kan dua bunga lawan dua bintang. Saya dicopot, minimal dia menangis," kata anak buah Letkol Krisnajaya, Kopda Haryuslim Syam.
Hal ini disampaikan saksi Kopda Hary dalam persidangan sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (28/4/2014).
Atas perbuatannya, Letkol Krisnajaya harus diperiksa atasannya dan disidangkan di pengadilan militer. Di depan majelis hakim, Letkol Krisnajaya tetap menolak dianggap sebagai dalang demonstrasi tersebut.
"Saya tidak pernah memanggil Koptu Haryuslim Syam ke rumah jabatan Dandim dan tidak pernah memberikan uang kepada Koptu Haryuslim untuk digunakan sebagai dana akomodasi unjuk rasa di depan kantor Makodim 1412/Kolaka," ujar Letkol Krisnajaya membela diri.
Namun pembelaan diri Letkol Krisnajaya sia-sia. Pria kelahiran 30 Desember 1969 itu dicopot sebagai Dandim dan dipidana.
"Menjatuhkan hukuman 7 bulan dan 20 hari," putus Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya.
Duduk dalam majelis tersebut Kolonel Laut Bambang Angkoso Wahyono sebagai ketua majelis dengan Kolonel Laut Sinoeng Hardjanti dan Kolonel CHK Hariyadi Eko Purnomo selaku anggota majelis. Dalam putusan yang diketok pada 13 Januari 2014 itu, Letkol Krisnajaya dinyatakan bersalah karena sebagai militer dengan sengaja menyalahgunakan pengaruhnya sebagai atasan terhadap bawahan membujuk bawahan untuk melakukan sesuatu apabila karenanya dapat terjadi suatu kerugian.
"Sebagai militer yang secara sengaja bersama-sama dengan sengaja menghina seorang atasan di tempat umum dengan tulisan," putus majelis hakim.Asal Mula Dandim Kolaka Berani Mendemo Pangdam Wirabuana Meski jabatannya hanya Letkol, tetapi Yohanis Krisnajaya Syaiban selaku Dandim 1412/Kolaka berani mendemo atasannya, Mayjen M Nizam, selaku Pangdam Wirabuana. Caranya? Krisnajaya menjadi dalang demo warga terkait penambangan liar.
Kasus dilatarbelakangi persaingan beberapa perusahaan pertambangan nikel di Kolaka. Pada 31 Desember 2011, Pangdam VII/Wirabuana membuat surat perintah tentang Tim Pelaksana Pemantau Perkembangan Situasi wilayah Korem 143/HO. Dalam surat perintah itu ditunjuk 4 anggota TNI yang bertugas, salah satunya Kapten M Asri. Namun dalam pelaksanaannya, keempat orang itu dipekerjakan sebagai pengaman di PT TRK.
Setelah itu, Mayjen M Nisam menelepon Kaprn M Asri yang menyatakan jika butuh orang bisa meminta bantuan ke Dandim setempat. Atas hal ini, Kapten Asri lalu meminta bantuan ke Letkol Krisnajaya dan meminta bantuan personel 3 orang. Dalam operasionalnya, PT TRK memberikan dana pengamanan Rp 15 juta kepada ketujuh anggota tersebut.
Namun dalam pelaksanaan pertambangan di lapangan, terjadi perseteruan PT TRK dengan PT NGM hingga terjadi penutupan jalan yang menjadi akses PT TRK ke pelabuhan untuk membawa logam nikel. Atas hal ini terjadilah perselisihan serius.
Dalam perseteruan ini, Letkol Krisnajaya merapat ke PN NGM dan memerintahkan anggotanya untuk tidak menjadi tenaga pengaman PT TRK. Atas hal ini, Dirut PT TRK melaporkan ke Mayjen M Nazim sehingga Pangdam pun menegur Letkol Krisnajaya. Atas hal itulah, Letkol Krisnajaya mulai menyimpan dendam dan merencanakan melawan atasannya.
"Saya akan melawan ini," kata Letkol Krisnajaya seperti ditirukan Kapten M Asri.
Hal ini disampaikan saksi Kapten Asri dalam persidangan sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (28/4/2014).
Lantas disusunlah demo bayaran. Ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka pada 7 Januari 2013. Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam VII/Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang tersebut.
Namun aksi ini tercium dan Letkol Krisnajaya pun dijatuhi hukuman 230 hari oleh Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Namun hingga persidangan selesai, Letkol Krisnajaya menolak dan membantah menjadi dalang demo tersebut.
"Saya tidak pernah memanggil Koptu Haryuslim Syam ke rumah jabatan Dandim dan tidak pernah memberikan uang kepada Koptu Haryuslim untuk digunakan sebagai dana akomodasi unjuk rasa di depan kantor Makodim 1412/Kolaka," ujar Letkol Krisnajaya membela diri. Pangdam Wirabuana didemo Ratusan warga dari dua desa yang ada di Kolaka, Sulawesi Tenggara melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kodim 1412 Kolaka. Aksi ini terkait dengan tudingan warga kepada Pangdam 7 Wirabuana, Makassar yang diduga telah membekingi aktivitas tambang ilegal yang berada di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Para demonstran yang berasal dari Desa Huko-huko dan Pesohua menginginkan agar pihak TNI dari Kodam 7 Wirabuana segera berhenti menaungi aktivitas tambang yang dilakukan oleh PT. Tambang Rezeki Rakyat tersebut.
Dalam orasinya, Koordinator Lembaga Missing Clering RI (LJM-RI) Zakiman mengatakan, selama ini warga sudah jenuh melihat keberadaan oknum TNI di lokasi tambang dengan mengatasnamakan Pangdam 7 Wirabuana Makssar. "TNI itu bertugas menjaga kedaulatan NKRI, bukan bertugas menjaga lokasi tambang. Di lokasi itu adalah lokasi tambang yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Kolaka bekerja sama dengan koperasi milik warga karena tanah yang diolah itu kebun kilik warga," ungkapnya, Senin (7/1/2013).
Zakiman juga menambahkan, mereka memiliki bukti keterlibatan oknum TNI dalam lokasi tambang. "Ini dalam surat pernyataan kami ada foto-foto pangdam berada di lokasi tambang lengkap dengan helikopternya yang mendarat. Yang jelasnya mulai dari anggota Kodam, pangdam dengan anggota Kodim jangan lagi terlihat di lokasi tambang yang mengintimidasi warga di lokasi tersebut," tambah Zakiman.
Ditegaskannya, PT. TRK ini dinilai mengambil paksa ore (bahan baku nikel) di lokasi tersebut dengan cara gunakan pengawalan oknum TNI. "Permintaan kami tidak muluk-muluk. Kami juga butuh makan biarkanlah kami bekerja dan jangan lagi ada permainan yang seperti itu. Saya akan berjanji mengungkap hingga tuntas masalah ini," tegasnya.
Di tempat yang sama, Letkol Inf Krisna Jaya Saiban, Dandim Kodim 1412 Kolaka yang menemui pendemo mengatakan akan menindaklanjuti aksi hari ini dengan cara membuat tembusan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni Kodam 7 Wirabuana yang terletak di Makasaar. "Saya akan menyampaikan apa yang menjadi tuntutan para pendemo hari ini," ucapnya kepada pemdemo.(Suparman Sultan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.