Jakarta meminta negara tetangga tidak “menggeser tanggungjawab“ dalam soal pencari suaka, pernyataan yang merupakan kritik terselubung bagi Australia yang memaksa kapal pengungsi balik kembali ke Indonesia.
Operasi yang dipimpin militer Australia telah menyebabkan kemarahan di Indonesia, yang terpaksa menerima kembali tujuh kapal berisi para pencari suaka yang dipaksa berbalik kembali ke perairan Indonesia sejak Desember lalu.
Dalam pertemuan internasional mengenai pencari suaka di Jakarta, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan negara-negara seharusnya menjaga komitmen untuk bekerjasama dalam isu ini sesuai kesepakatan konferensi tahun lalu.
Komitmen ini itu adalah “menegaskan tanggung jawab bersama – berbagi tanggung jawab, tidak menggeser tanggung jawab. Berbagi tanggung jawab membutuhkan koordinasi dan kerjasama,“ kata Natalegawa dalam pertemuan tersebut.
Para pencari suaka selama bertahun-tahun telah memanfaatkan Indonesia sebagai titik transit untuk menyeberang ke Australia, yang biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal reyot. Lebih dari 1.000 pencari suaka tewas di laut dalam beberapa tahun terakhir ketika menempuh perjalanan yang berbahaya.
Tony Abbott yang naik ke kekuasaan tahun lalu, dengan janji sebagai kepala pemerintahan konservatif Australia untuk membendung arus pencari suaka, dan menerapkan kebijakan perlindungan perbatasan yang keras.
Pemerintahannya mengatakan bekerja, agar tidak ada pencari suaka yang tiba dengan kapal bisa menjejakkan kaki di daratan Australia sejak Desember lalu.
Jangan PolitisasiBadan pengungsi PBB pekan lalu mengatakan jumlah pencari suaka yang terdaftar di Indonesia turun secara drastis sejak Desember, dari sekitar 100 orang per hari menjadi 100 orang per minggu.Dalam pertemuan internasional mengenai pencari suaka di Jakarta, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan negara-negara seharusnya menjaga komitmen untuk bekerjasama dalam isu ini sesuai kesepakatan konferensi tahun lalu.
Komitmen ini itu adalah “menegaskan tanggung jawab bersama – berbagi tanggung jawab, tidak menggeser tanggung jawab. Berbagi tanggung jawab membutuhkan koordinasi dan kerjasama,“ kata Natalegawa dalam pertemuan tersebut.
Para pencari suaka selama bertahun-tahun telah memanfaatkan Indonesia sebagai titik transit untuk menyeberang ke Australia, yang biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal reyot. Lebih dari 1.000 pencari suaka tewas di laut dalam beberapa tahun terakhir ketika menempuh perjalanan yang berbahaya.
Tony Abbott yang naik ke kekuasaan tahun lalu, dengan janji sebagai kepala pemerintahan konservatif Australia untuk membendung arus pencari suaka, dan menerapkan kebijakan perlindungan perbatasan yang keras.
Pemerintahannya mengatakan bekerja, agar tidak ada pencari suaka yang tiba dengan kapal bisa menjejakkan kaki di daratan Australia sejak Desember lalu.
Pemerintahan Abbott melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya dengan mengirim semua pencari suaka yang tiba dengan kapal ke Papua Nugini atau Nauru – sebagai tempat pemukiman permanen jika mereka dinyatakan sebagai pengungsi.
Natalegawa mengakui bahwa kebijakan Australia bisa jadi mengurangi hilangnya nyawa di lautan antara kedua Negara, namun ia menegaskan kembali penentangannya atas kebijakan tersebut.
”Kita harus mengesampingkan politik dari semua upaya ini,” kata dia, menambahkan bahwa di sana pasti ada jalan alternatif untuk menghentikan arus para pencari suaka.
Australia dalam pertemuan itu diwakili para pejabatnya yang berasal dari kedutaan di Jakarta, tapi mereka tidak menyampaikan pernyataan dalam pembukaan acara tersebut.
Workshop internasional selama dua hari dalam isu tersebut dihadiri oleh para pejabat senior dari 14 negara, diketuai oleh Indonesia dan badan pengungsi PBB.ab/rn (afp,ap,rtr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.