Harusnya Australia memahami hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982 Jakarta ★ Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Untung Suropati, mengatakan pihaknya memang menerima laporan soal adanya kapal bea cukai Australia, Ocean Protector pada 14 Januari 2014 lalu. Sayang, laporan itu baru mereka terima dari pos lanal yang berada di Sukabumi usai perairan RI diterobos.
Hal itu diungkap Untung kepada VIVAnews saat dihubungi pada Selasa malam, 22 April 2014. Menurut dia, Australia kala itu mengungkapkan adanya perbedaan teknis dalam hal penetapan garis pangkal.
"Australia itu kan negara benua (kontinen) sementara RI merupakan negara kepulauan, sehingga hal itu berdampak pada perbedaan penarikan garis pangkal pantai. Indonesia menarik garis pangkal dari pulau-pulau terluar, sedangkan Australia menarik garis pangkal dari pantai mereka," papar Untung.
Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi. Namun, menurut Untung perbedaan persepsi itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena Negeri Kanguru turut meratifikasi hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982.
"Harusnya mereka memahami ya isi UNCLOS 82 itu," kata Untung.
Berangkat dari pengalaman itu, TNI AL lantas menempatkan kapal operasi di titik-titik yang kerawanannya tinggi.
Namun, menurut sumber VIVAnews di TNI AL, penyebab perairan Indonesia kerap dapat diterobos oleh kapal AL Australia, lantaran secara rasio jumlah armada yang mereka miliki tidak sebanding dengan luas pantai yang menjadi titik lokasi paling rawan. Sumber itu mengatakan TNI AL hanya memiliki 160 kapal untuk berada di garis terdepan pantai yang memiliki panjang 81 ribu kilometer.
"Padahal idealnya, TNI AL memiliki 500 armada untuk menjaga perairan di seluruh kepulauan Indonesia," ujar sumber tadi.
Dari 500 armada itu, sebanyak 25 persen seharusnya terdiri dari kapal fregat dan 75 persen armada pendukung untuk fungsi patroli.
Ditanya soal pemecatan seorang kapten AL Australia akibat penerobosan itu, Untung mengatakan Negeri Kanguru berarti memiliki komitmen yang baik dari segi politik.
"Diplomasi mereka pun terhitung bagus untuk mengatasi pelanggaran batas perairan ini," ujar dia.
Dalam peta navigasi kapal yang dilihat harian Guardian Australia, Ocean Protector masuk hingga 9 kilometer dari laut teritori Indonesia dan bisa terlihat 27 kilometer dari tepi pantai Pelabuhan Ratu.
Kendati tidak disebut secara spesifik, namun Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison, pada Januari kemarin telah mengaku dan meminta maaf karena personilnya telah melanggar batas perairan Indonesia.
"Saya harus menekankan bahwa hal itu terjadi secara tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan mereka atau bentuk sanksi dari Pemerintah Australia," ujar Morrison saat itu.
Juru bicara bagian Pabean dan Perlindungan Perbatasan Australia (ACBPS), menyampaikan kepada Guardian bahwa tidak ada bukti bahwa kapal Ocean Protector tahu dengan baik batas kepulauan yang dimiliki Indonesia. Mereka baru mengetahui bahwa perhitungan kru AL soal titik batas Indonesia keliru setelah dilakukan peninjauan ulang.(adi)
Hal itu diungkap Untung kepada VIVAnews saat dihubungi pada Selasa malam, 22 April 2014. Menurut dia, Australia kala itu mengungkapkan adanya perbedaan teknis dalam hal penetapan garis pangkal.
"Australia itu kan negara benua (kontinen) sementara RI merupakan negara kepulauan, sehingga hal itu berdampak pada perbedaan penarikan garis pangkal pantai. Indonesia menarik garis pangkal dari pulau-pulau terluar, sedangkan Australia menarik garis pangkal dari pantai mereka," papar Untung.
Hal itulah yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi. Namun, menurut Untung perbedaan persepsi itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena Negeri Kanguru turut meratifikasi hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982.
"Harusnya mereka memahami ya isi UNCLOS 82 itu," kata Untung.
Berangkat dari pengalaman itu, TNI AL lantas menempatkan kapal operasi di titik-titik yang kerawanannya tinggi.
Namun, menurut sumber VIVAnews di TNI AL, penyebab perairan Indonesia kerap dapat diterobos oleh kapal AL Australia, lantaran secara rasio jumlah armada yang mereka miliki tidak sebanding dengan luas pantai yang menjadi titik lokasi paling rawan. Sumber itu mengatakan TNI AL hanya memiliki 160 kapal untuk berada di garis terdepan pantai yang memiliki panjang 81 ribu kilometer.
"Padahal idealnya, TNI AL memiliki 500 armada untuk menjaga perairan di seluruh kepulauan Indonesia," ujar sumber tadi.
Dari 500 armada itu, sebanyak 25 persen seharusnya terdiri dari kapal fregat dan 75 persen armada pendukung untuk fungsi patroli.
Ditanya soal pemecatan seorang kapten AL Australia akibat penerobosan itu, Untung mengatakan Negeri Kanguru berarti memiliki komitmen yang baik dari segi politik.
"Diplomasi mereka pun terhitung bagus untuk mengatasi pelanggaran batas perairan ini," ujar dia.
Dalam peta navigasi kapal yang dilihat harian Guardian Australia, Ocean Protector masuk hingga 9 kilometer dari laut teritori Indonesia dan bisa terlihat 27 kilometer dari tepi pantai Pelabuhan Ratu.
Kendati tidak disebut secara spesifik, namun Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison, pada Januari kemarin telah mengaku dan meminta maaf karena personilnya telah melanggar batas perairan Indonesia.
"Saya harus menekankan bahwa hal itu terjadi secara tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan mereka atau bentuk sanksi dari Pemerintah Australia," ujar Morrison saat itu.
Juru bicara bagian Pabean dan Perlindungan Perbatasan Australia (ACBPS), menyampaikan kepada Guardian bahwa tidak ada bukti bahwa kapal Ocean Protector tahu dengan baik batas kepulauan yang dimiliki Indonesia. Mereka baru mengetahui bahwa perhitungan kru AL soal titik batas Indonesia keliru setelah dilakukan peninjauan ulang.(adi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.